Gemuruh kembang api di udara, aku hanya bisa mendengarnya. Gemuruhnya manusia berkata “Happy New Year”, aku hanya bisa diam dan menangis. Gemuruh manusia bersuka cita di malam tahun baru ini, aku hanya bisa berduka cita.
Sebuah pesan singkat yang kau kirim kepadaku menghancurkan seluruh duniaku. Kenapa sekali kau tega mengatakan demikian. Padahal apa salahku? Aku berusaha keras untukmu. Tapi bayaran yang kudapat sangat-sangat tidak setimpal.
***
Pada malam tahun baru aku hanya diam saja. Pada pagi harinya, karena tidak masuk kuliah aku memilih tiduran. Padahal katanya tidak bagus kalau cewek hanya tiduran saja. Harus melakukan kegiatan lain. Justru aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Teman-temanku pada pergi menemui keluarga mereka. Keluargaku sih di sini, tinggal bersamaku. Jadi tidak perlu aku mengunjungi kelurgaku.
“Dina, kenapa tiduran saja? Kalau tiduran saja, bantu dulu mama nyiapin sambal.”
“Ah … malaslah ma. Masak Dina harus numbuk sambal dan…,” aku langsung pergi ke dapur dan menumbuk sambal. Aku tidak mau mama sedih karena penolakanku.
Begitulah pekerjaanku hari ini. Hanya bantu-bantu mama saja.
Sore harinya aku mengirim sebuah pesan untuk Rian kekasihku. Aku mengirim pesan paling romantis menurutku.
Akhir-akhir ini Rian sangat aneh. Dia tidak pernah lagi mengirimku pesan. Setiap aku mengirim pesan, dia selalu membalas singkat. Padahal itu yang kulakukan saat awal-awal PDKT kami. Rian tiba-tiba mengirim pesan. Cowok tidak jelas mengirim pesan, tentunya aku was-was. Eh … aku malah jatuh hati kepadanya.
“Hai boleh minta nomor?”
Aku ingat kata itu saat aku sedang menunggu angkutan umum. Aku bosan dan tiba-tiba seorang cowok datang menghampiriku. Bukannya mau kenalan eh … malah minta nomor HP sekaligus minta akun sosmed. Aku langsung saja kasih lima. Satu yang benar dan semuanya salah. Nggak kusangka Rian mencobanya satu persatu.
“Dina, kenapa ya akhir-akhir ini aku mencintaimu. Aku merasa nyaman di dekatmu. Makah kau menjadi pacarku?”
Aku masih mengingat momen paling menyenangkan dalam hidupku. Rian menembakku di taman. Aku begitu riang waktu itu. aku tidak bisa berkata apa-apa dan juga aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Aku hanya mengangguk saja.
Dan tepat pukul 19.00 Rian mengirimku sebuah pesan. Pesan yang menyayat hatiku.
“Dina, aku telah menyadari perasaan ini. Entah kenapa hatiku tidak lagi seperti dulu. Dulu aku begitu senang dan nyaman di dekatmu. Tapi sekarang tidak. Sikapmu yang manja itu selalu membuatku kesal.
Aku sudah memutuskan matang-matang. Aku akan mengakhiri hubungan kita. Hubungan kita tidak bisa dilanjutkan Dina. Bukan karena kau tidak mencintaiku, tapi karena aku sudah tidak mencintaimu.”
Aku terdiam melihat beberapa pesan darinya. Apa yang terjadi kemudian, aku mematung. Air mataku menetes deras. Aku langsung pergi ke kamar dan mengunci pintu. Mama tidak menyadari keadaanku.
Aku langsung mengirim pesan, “Apa? Kenapa dirimu tidak lagi mencintaiku? Padahal dulu kau yang menembakku? Kalau kau tidak mencintaiku beberapa bulan kemudian. Sebaiknya kau tidak menembakku!” dan balasan pun tidak ada.
Aku menelepon Rian dan nomornya tidak aktif. Aku hanya bisa terdiam mematung. Sebuah hadiah yang paling sakit darimu.
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menjerit sejadi-jadinya. Hatiku hancur begitu juga dengan jiwaku.
***
Beberapa bulan kemudian, aku sudah bisa melupakan Rian. Aku sudah bisa membuka hati yang baru.
Tiba-tiba Rian datang mengirim pesan.
“Halo Dina, bagaimana kabarmu? Aku rindu sekali kepadamu.”
Aku hanya memperhatikan pesan tersebut dan menghapusnya. Haha Rian? Dia yang telah menghancurkan hatiku. Masak aku harus memberikan hatiku lagi untuk dia hancurkan.
Sumber : amrudly.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H