Aku ingat kata itu saat aku sedang menunggu angkutan umum. Aku bosan dan tiba-tiba seorang cowok datang menghampiriku. Bukannya mau kenalan eh … malah minta nomor HP sekaligus minta akun sosmed. Aku langsung saja kasih lima. Satu yang benar dan semuanya salah. Nggak kusangka Rian mencobanya satu persatu.
“Dina, kenapa ya akhir-akhir ini aku mencintaimu. Aku merasa nyaman di dekatmu. Makah kau menjadi pacarku?”
Aku masih mengingat momen paling menyenangkan dalam hidupku. Rian menembakku di taman. Aku begitu riang waktu itu. aku tidak bisa berkata apa-apa dan juga aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Aku hanya mengangguk saja.
Dan tepat pukul 19.00 Rian mengirimku sebuah pesan. Pesan yang menyayat hatiku.
“Dina, aku telah menyadari perasaan ini. Entah kenapa hatiku tidak lagi seperti dulu. Dulu aku begitu senang dan nyaman di dekatmu. Tapi sekarang tidak. Sikapmu yang manja itu selalu membuatku kesal.
Aku sudah memutuskan matang-matang. Aku akan mengakhiri hubungan kita. Hubungan kita tidak bisa dilanjutkan Dina. Bukan karena kau tidak mencintaiku, tapi karena aku sudah tidak mencintaimu.”
Aku terdiam melihat beberapa pesan darinya. Apa yang terjadi kemudian, aku mematung. Air mataku menetes deras. Aku langsung pergi ke kamar dan mengunci pintu. Mama tidak menyadari keadaanku.
Aku langsung mengirim pesan, “Apa? Kenapa dirimu tidak lagi mencintaiku? Padahal dulu kau yang menembakku? Kalau kau tidak mencintaiku beberapa bulan kemudian. Sebaiknya kau tidak menembakku!” dan balasan pun tidak ada.
Aku menelepon Rian dan nomornya tidak aktif. Aku hanya bisa terdiam mematung. Sebuah hadiah yang paling sakit darimu.
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menjerit sejadi-jadinya. Hatiku hancur begitu juga dengan jiwaku.
***