Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guyonan Layaknya Kopi, Seharusnya Membahagiakan

4 Desember 2024   09:04 Diperbarui: 4 Desember 2024   13:56 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Dul mengangguk pelan lalu menghela nafas. "Saya paham, Mas. Mulai sekarang, saya akan lebih hati-hati dengan kata-kata saya. Kesadaran yang lambat muncul, lalu meminta maaf, tanpa menganggap kekeliruan sebelumnya sekadar guyonan biasa"

Sejak kejadian itu, Pak Dul belajar banyak. Guyonannya tetap jadi daya tarik warung kopi, tapi kini ia lebih bijak. Tidak ada lagi candaan yang mengarah ke fisik, pekerjaan, atau hal-hal pribadi. Ia sadar, batasan guyonan bukanlah soal lucu atau tidak, tapi soal apakah itu membawa manfaat atau malah menyakitkan. Kita berharap, Guyonan itu menjadi seni yang mengundang tawa dan mendekatkan rasa, bukan sebaliknya, merujak hati layaknya menyeruput kopi tanpa air dan gula. Guyonan seharusnya seperti kopi yang hangat, menyenangkan, dan membuat orang kembali mencarinya. Bukan seperti kopi yang terlalu pahit hingga membuat orang enggan untuk mencicipinya lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun