Jika tadi saya berkisah tentang suasana, saatnya agak serius. He..he...tetapi, mohon maaf, saya bukan ahli kajian pembangunan yang serba tahu. Saya mengulik hanya berdasarkan persepsi subjektif yang penuh keterbatasan. Desa harus menjadi corong perubahan.Â
Sejak 2015, rancangan Anggaran Dana Desa mulai digulirkan. Hingga tahun ini, 2022, anggarannya semakin menggunung. Rata-rata desa mengelola uang miliaran rupiah dalam setahun.Â
Jika sebuah desa digawangi oleh orang yang kreatif dan berpikir untuk masyarakatnya, yakinlah sebuah desa akan menjadi tulang punggung perubahan bangsa kita. Kita banyak membaca, begitu banyak desa yang sudah berhasil menjadi desa mandiri.Â
Begitu banyak desa yang telah berhasil mengubah taraf kehidupan masyarakatnya. Pasti perubahan yang positif. Akan tetapi, jika kita melihat data, ada 83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia. Data ini  pada 2018. Mungkin ada terbaru yang belum saya baca.
Jumlah ini jika kita bandingkan dengan desa yang sudah berhasil berdikari, masih begitu jauh. Masih layaknya gajah dan semut. Semut mengilustrasikan desa yang telah berhasil. Ah, sudah begitu panjang, ya!
Cukuplah di sini. Saya hanya mau mengatakan lagi, harapan perubahan di Indonesia terbuka lebar. Perubahan-perubahan itu harus kita alirkan dari bawah menuju puncak ibukota. Ibukota tidak akan mampu mengurus ribuan desa hingga masa 100 tahun kemerdekaan kita.Â
Kepala desa harus memiliki rancangan pembangunan berkelanjutan. Rancangan yang memanfaatkan seluruh potensi yang ada hingga kesejahteraan masyarakat tercapai. Ingin belajar mengenai itu? Tidak ada salahnya jika Anda berkunjung ke Desa Jenektallasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H