Kepala Desa memang tidak boleh sembarangan. Jika kita memilih kepala desa karena primordial atau karena pemberian sesuatu, maka jangan heran, saat ini banyak di antara mereka yang terjerembab masuk ke balik jeruji.Â
Hal ini tidak terjadi di sebuah desa besar yang berbatasan dengan kelurahan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Namanya Desa Jenektallasa. Berada di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Desa ini dipimpin oleh seorang alumni arsitek, Asrul.
Siang itu, saya berkunjung ke kampung Rewako. Nama yang disematkan pada sebuah destinasi wisata desa yang sedang dikembangkan. Jika saya tidak salah, kampung rewako menjadi rancangan bupati Gowa, Adnan Purichta. Bersama dua anak, laki-laki dan perempuan, saya memasuki gerbang dengan bahagia. Mengapa? Dari kejauhan saya melihat hamparan padi yang menghijau.Â
Suara gemericik air dari saluran irigasi yang bersih pun menambah suasana. Semakin bahagia. Dua anak yang awalnya berpegang di kedua tangan saya segera melapskan pegangannya dan berlari kecil menuju gerbang wisata. Dia begitu bahagia, memanggil saya untuk segera mempercepat langkah agar lekas tiba.
Wow, benar saja. Semakin dekat, rasa bahagia itu semakin bertambah. Saya menyaksikan hamparan sawah yang menghijau. Mungkin usia padi sekitar dua bulan. Sangat indah. Lambaian daun-daunnya yang lancip menyambut dengan hangat. Langkah kaki saya lanjutkan tepat di belakang kedua anak yang bernyanyi entah nyanyian apa. Yang jelas, nyanyian itu ekspresi  kebahagiaan.
"Etta, di sana, ada kolam ikan," teriak Wahyu, anak laki-laki saya yang ikut. "Iya, ya...." Ucap adiknya menambahkan. Â Siapa yang tidak suka menatapi kolam ikan? Siapa yang tidak senang menyaksikan ratusan ekor ikan berwarna-warni berenang dengan lincah di permukaan air dalam kolam? Pasti semua merasa senang, bukan!
Benar saja, saya mengarah ke kolam tersebut. Beberapa bedeng kolam yang tertata dengan rapi ada di sana. Ada khusus ikan nila, ikan, mas, dan juga ikan lele. Terlihat juga beberapa balai-balai untuk duduk bersantai bersama keluarga.Â
Tidak ada pembayaran khusus untuk menikmati panorama desainan desa tersebut. Jika Anda berkenan memberi makan pada ikan, uang 5.000 rupiah cukup untuk menukar semangkuk pakan ikan. Ah, cukup sampai di sini. Jika penasaran, datanglah sendiri. Lokasinya dekat dari stadion Kalegowa, Pallangga.
Kemandirian Desa
Jika tadi saya berkisah tentang suasana, saatnya agak serius. He..he...tetapi, mohon maaf, saya bukan ahli kajian pembangunan yang serba tahu. Saya mengulik hanya berdasarkan persepsi subjektif yang penuh keterbatasan. Desa harus menjadi corong perubahan.Â
Sejak 2015, rancangan Anggaran Dana Desa mulai digulirkan. Hingga tahun ini, 2022, anggarannya semakin menggunung. Rata-rata desa mengelola uang miliaran rupiah dalam setahun.Â
Jika sebuah desa digawangi oleh orang yang kreatif dan berpikir untuk masyarakatnya, yakinlah sebuah desa akan menjadi tulang punggung perubahan bangsa kita. Kita banyak membaca, begitu banyak desa yang sudah berhasil menjadi desa mandiri.Â
Begitu banyak desa yang telah berhasil mengubah taraf kehidupan masyarakatnya. Pasti perubahan yang positif. Akan tetapi, jika kita melihat data, ada 83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia. Data ini  pada 2018. Mungkin ada terbaru yang belum saya baca.
Jumlah ini jika kita bandingkan dengan desa yang sudah berhasil berdikari, masih begitu jauh. Masih layaknya gajah dan semut. Semut mengilustrasikan desa yang telah berhasil. Ah, sudah begitu panjang, ya!
Cukuplah di sini. Saya hanya mau mengatakan lagi, harapan perubahan di Indonesia terbuka lebar. Perubahan-perubahan itu harus kita alirkan dari bawah menuju puncak ibukota. Ibukota tidak akan mampu mengurus ribuan desa hingga masa 100 tahun kemerdekaan kita.Â
Kepala desa harus memiliki rancangan pembangunan berkelanjutan. Rancangan yang memanfaatkan seluruh potensi yang ada hingga kesejahteraan masyarakat tercapai. Ingin belajar mengenai itu? Tidak ada salahnya jika Anda berkunjung ke Desa Jenektallasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H