Mohon tunggu...
Ami Ulfiana
Ami Ulfiana Mohon Tunggu... Penulis - Gadis Pribumi

Untuk mereka yang menyimpan jiwanya rapat-rapat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ruang Luka untuk Alana - Part of Heal

8 Maret 2021   20:46 Diperbarui: 8 Maret 2021   21:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mas Awan, udah ditungguin bos tuh"

Tiba-tiba suara Kholis, editor baru dikantor mengagetkanku dari lamunan. Aku baru ingat jika masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Aku segera beranjak dari tempatku duduk, beginilah pekerjaan aku tekuni, tidak lagi ada yang menarik.

Aku bekerja sebagai wartawan sudah sangat lama, kurang lebih sebelas tahun. Tak seindah yang dilihat orang diluaran, sebab kenyataannya hanya kekecewaan yang aku dapat selama menjalani pekerjaan ini, sekalipun ini adalah hal sangat aku inginkan sejak kecil. Ternyata semua yang aku bayangkan tidak sepenuhnya aku dapatkan saat itu, media sangat dibatasai oleh pemerintah semua tidak bisa dengan bebas kami utarakan dengan mudahnya, bahkan aparat pun akan langsung mendatangi kantor kami apabila dirasa ada yang tidak mengenakan di pikiran mereka. Semua terus seperti itu bahkan aku menyalahkan pekerjaanku atas hilangnya anakku sendiri saat itu.

...

"Mas, nanti mau pulang jam berapa?"

"Mungkin agak malam dek, masih banyak urusan di kantor"

"Yaudah kalo gitu mas ndak papa"

Sebenarnya aku tidak punya urusan apa-apa, aku hanya malas untuk berada di rumah bersama istriku Anggi, bukan karena aku tidak menyayanginya bukan. Aku bahkan sangat mencintainya tapi entah mengapa semua berubah setelah Alana pergi, aku sama sekali tidak memiliki rasa empati ke orang lain, bahkan istriku sendiri, entahlah

Aku pulang kantor lebih cepat dari biasanya sore itu, aku berencana untuk berkeliling di sekitaran kota untuk menghabiskan waktu sampai malam. Tentu hal ini aku lakukan agar saat sampai rumah aku bisa langsung beristirahat, tanpa perlu berbasa-basi dengan Anggi. [PoV --- Awan]

Aku membayar seribu rupiah pada bapak supir angkot yang berusia kisaran lima puluhan. Bapak itu mengangguk disusul senyum tulusnya.

Aku tak perlu berjalan jauh, sebab tempat kerjaku tepat berada di pinggir jalan pemberhentian. Aku membuka pintu pagar yang baru seminggu lalu di cat abu-abu. Baru sampai depan pintu aku sudah disambut riuh tangis bayi, nyanyian rutin setiap aku datang terlalu pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun