“Peganglah gelasmu erat supaya tidak jatuh dan pecah”
Prolog:
Lumuran darah membahasi jemari Radja, pecahan gelas kaca berserakan di lantai. Halimah bergegas membalut perban dan memberinya obat merah untuk meredam cucuran darah segar di jemari anaknya.
Rasa perih yang menyelinap di jemarinya belum tersembuhkan meskipun perban sudah membalut jemarinya. Banyak yang percaya bahwa gelas pecah memiliki mitos pertanda buruk siapa pun yang mengalami kejadian tersebut, harus siap mendengar kabar buruk. Radja tidak ingin hal buruk tersebut menimpanya. Ia akhirnya meminta mamanya membuang semua hal yang berhubungan dengan gelas kaca dan barang-barang yang mudah pecah.Halimah pun membuang semua benda yang berhubungan dengan kaca di rumahnya. Rasa aman berada di rumah membuat dirinya mengagumi sosok mamanya yang begitu besar menyayanginya.
Sayangnya, meskipun gelas kaca itu sudah tidak lagi ia temukan di rumahnya secara fisik, goresan pecahan gelas tersebut mengiris ulu hatinya pada peristiwa berikutnya. Hingga ia bertemu sosok Alisa si gadis tomboy yang mengasuh ketiga adiknya.
Gelas 1
“Berawal dari Gelas”
“Pyaaaaaar...”
Tiba-tiba papanya melemparkan gelas yang dipegangnya. Kopi hangat yang biasa diminumnya tiap menjelang berangkat kerja tidak lagi terasa nikmat di bibirnya. Gelas cangkir yang terlihat mengkilat berpadu dengan warna kopi yang hitam pekat sudah tidak menggoda selera. Ia sangat kecewa dengan Halimah, istrinya. Pengorbanannya selama ini ternyata disalah-artikan. Istirnya berselingkuh di belakangnya.
Tanpa mengetahui alasan suaminya, Halimah terkejut dengan sikap Sanjaya yang mendadak melakukan tindakan kasar tersebut. ia yang tidak menyadari sesuatu hal mengganggu suaminya tersebut. Iamasih tercengang mematung di beranda rumahnya. Ia melihat amarah yang terpendam oleh suaminya. Matanya ia lihat tampak memerah dan bibirnya geram ditahan.
“Apa salahku pa?” kalimat tersebut akhirnya terucap dari bibir perempuan berambut lurus yang tersanggul.