Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perpeloncoan Tetap Jalan Diam-diam?

29 Juli 2015   10:57 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:50 2917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pagi ini saat berangkat ke kantor, selama perjalanan saya memperhatikan anak-anak yang berangkat ke sekolah. Padahal hari-hari sebelumnya saya sama sekali tidak tertarik melakukannya. Ketertarikan ini akibat sehari sebelumnya saya membaca informasi terkait adanya Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan Praktek Perpeloncoan, Pelecehan dan Kekerasan pada Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah. Bahkan Anies Baswedan sang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan memecat Kepala Sekolah yang membiarkan terjadinya perpeloncoan.

Beberapa anak sekolah yang berjalan kaki, naik angkot dan naik motor saya identifikasi sebagai siswa baru baik SMP ataupun SMA. Mereka membawa atribut-atribut MOS khas perpeloncoan, seperti topi warna-warni dan aksesoris yang tidak biasa dipakai setiap hari ke sekolah. Saya perhatikan, ada sesuatu yang berbeda dan tidak seperti biasanya. Bila tahun-tahun sebelumnya atribut dan aksesoris yang aneh-aneh dalam Masa Orientasi Sekolah (MOS) biasanya dipakai para siswa baru sejak dari rumah, kini mereka tidak memakainya. Atribut dan aksesoris tersebut dimasukkan dalam kantong plastik besar. Namun karena kantongnya berwarna putih atau transparan, dapat terlihat jelas barang-barang yang ada di dalamnya adalah atribut dan aksesoris khas perpeloncoan dalam MOS.

Melihat hal tersebut saya senyum-senyum sendiri karena muncul dugaan dalam pikiran. Jangan-jangan hal tersebut dilakukan agar tidak terlalu vulgar dilihat oleh masyarakat di luar sekolah. Namun setelah sampai di sekolah, para siswa baru diwajibkan memakai atribut dan aksesoris yang memalukan tersebut. Bisa jadi hal ini karena panitia MOS dan juga Pihak Sekolah tidak ingin perpeloncoan yang dilakukannya diketahui oleh masyarakat, difoto dan disebarkan ke media khususnya media sosial, sehingga ketahuan oleh pihak berwenang khususnya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

Bila benar seperti dugaan saya, maka hal tersebut sungguh sangat memprihatinkan. Bukannya menghentikan praktek perpeloncoan di sekolah, malah tetap melakukannya dengan sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan. Setelah di dalam sekolah, perpeloncoan tetap ada karena menganggap relatif aman dan tidak ada masyarakat luar yang memperhatikannya.

Sepertinya adanya surat edaran dan ancaman pemecatan dari sang Menteri belum mengkhawatirkan semua Kepala Sekolah. Di sebuah televisi swasta seorang Kepala Sekolah yang diwawancara mengenai MOS di sekolahnya yang masih melakukan praktek perpeloncoan, menganggap hal tersebut masih wajar. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa masih ada oknum Kepala Sekolah ataupun Guru yang tidak sensitif pada implementasi budi pekerti di sekolahnya. Seharusnya hubungan murid baru dengan murid lama (senior) adalah sederajat, sehingga tidak ada hak sama sekali murid senior memerintahkan berbagai hal aneh kepada murid baru yang juga akan menyusahkan orang tua murid baru.

Mungkin sudah tradisi dan budaya di Indonesia, peraturan tidak harus dilaksanakan dan ditaati. Terutama bila tidak ada pihak berwenang yang mengawasi secara langsung. Sepertinya mereka yang masih melaksanakan perpeloncoan dengan sembunyi-sembunyi adalah orang-orang yang cerdas. Mereka tahu bahwa Menteri Anies Baswedan tidak mungkin mengecek sekolah satu persatu. Apalagi larangan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut belum tentu ditindaklanjuti oleh setiap Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan setempat.

Bila sudah begini, para murid baru yang dipelonco harus berani menolak perpeloncoan. Orang tua pun harus berani melindungi anak-anaknya. Para murid baru dan orang tuanya harus melaksanakan himbauan dari Anies Baswedan. “Saatnya berhenti diam dan mendiamkan. Jika terjadi pelanggaran segera laporkan!”

 

Share dari FB Asma Nadia yang datang ke sekolah memprotes MOS (sumber: FB Asma Nadia)

 

Para orang tua murid dan murid baru itu sendiri harus meniru apa yang dilakukan oleh Asma Nadia dan beberapa orang tua murid baru di SMA 2 Depok. Mereka mendatangi Kepala Sekolah dengan membawa surat edaran dari Mendikbut tentang larangan perpeloncoan. Kepala Sekolah pun meresponnya dengan langsung menghentikan MOS sejak jam 7 pagi. Bila murid baru dan orang tua murid tidak berani protes langsung kepada Kepala Sekolah, maka dapat melaporkannya melalui website mopd.kemdikbud.go.id.

Twitt Asma Nadia terkait protes MOS mention Mendikbud (Sumber: Twitter Asma Nadia)

 

Selama ini kegiatan MOS seringkali diisi dengan kegiatan yang bermuatan negatif, seperti pelecehan, perpeloncoan, dan kekerasan. Murid baru diharuskan menggunakan kostum yang aneh lengkap dengan aksesorisnya yang tidak biasa dan ganjil tidak seperti murid sekolah biasanya atau yang dipakai murid senior. Hal ini masuk dalam kategori pelecehan dan mempermalukan murid baru.

Mendikbud Anies Baswedan mengharapkan pelaksanaan MOS dilakukan sesuai dengan substansinya. Atribut yang tidak wajar harus dihapuskan, karena dapat mempengaruhi kepercayaan diri siswa. "Pakai pakaian normal saja. Anak-anak datang ke sekolah itu bukan untuk dipermalukan. Mereka datang untuk membangun kepercayaan diri, bukan untuk dihancurkan. Jangan izinkan anak-anak (siswa) senior‎ menghancurkan kepercayaan diri juniornya," Tegas Anies Baswedan (sumber disini).

Foto MOS di sebuah SMA (sumber: FB Asma Nadia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun