Pagi ini saat berangkat ke kantor, selama perjalanan saya memperhatikan anak-anak yang berangkat ke sekolah. Padahal hari-hari sebelumnya saya sama sekali tidak tertarik melakukannya. Ketertarikan ini akibat sehari sebelumnya saya membaca informasi terkait adanya Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan Praktek Perpeloncoan, Pelecehan dan Kekerasan pada Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah. Bahkan Anies Baswedan sang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan memecat Kepala Sekolah yang membiarkan terjadinya perpeloncoan.
Beberapa anak sekolah yang berjalan kaki, naik angkot dan naik motor saya identifikasi sebagai siswa baru baik SMP ataupun SMA. Mereka membawa atribut-atribut MOS khas perpeloncoan, seperti topi warna-warni dan aksesoris yang tidak biasa dipakai setiap hari ke sekolah. Saya perhatikan, ada sesuatu yang berbeda dan tidak seperti biasanya. Bila tahun-tahun sebelumnya atribut dan aksesoris yang aneh-aneh dalam Masa Orientasi Sekolah (MOS) biasanya dipakai para siswa baru sejak dari rumah, kini mereka tidak memakainya. Atribut dan aksesoris tersebut dimasukkan dalam kantong plastik besar. Namun karena kantongnya berwarna putih atau transparan, dapat terlihat jelas barang-barang yang ada di dalamnya adalah atribut dan aksesoris khas perpeloncoan dalam MOS.
Melihat hal tersebut saya senyum-senyum sendiri karena muncul dugaan dalam pikiran. Jangan-jangan hal tersebut dilakukan agar tidak terlalu vulgar dilihat oleh masyarakat di luar sekolah. Namun setelah sampai di sekolah, para siswa baru diwajibkan memakai atribut dan aksesoris yang memalukan tersebut. Bisa jadi hal ini karena panitia MOS dan juga Pihak Sekolah tidak ingin perpeloncoan yang dilakukannya diketahui oleh masyarakat, difoto dan disebarkan ke media khususnya media sosial, sehingga ketahuan oleh pihak berwenang khususnya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Bila benar seperti dugaan saya, maka hal tersebut sungguh sangat memprihatinkan. Bukannya menghentikan praktek perpeloncoan di sekolah, malah tetap melakukannya dengan sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan. Setelah di dalam sekolah, perpeloncoan tetap ada karena menganggap relatif aman dan tidak ada masyarakat luar yang memperhatikannya.
Sepertinya adanya surat edaran dan ancaman pemecatan dari sang Menteri belum mengkhawatirkan semua Kepala Sekolah. Di sebuah televisi swasta seorang Kepala Sekolah yang diwawancara mengenai MOS di sekolahnya yang masih melakukan praktek perpeloncoan, menganggap hal tersebut masih wajar. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa masih ada oknum Kepala Sekolah ataupun Guru yang tidak sensitif pada implementasi budi pekerti di sekolahnya. Seharusnya hubungan murid baru dengan murid lama (senior) adalah sederajat, sehingga tidak ada hak sama sekali murid senior memerintahkan berbagai hal aneh kepada murid baru yang juga akan menyusahkan orang tua murid baru.
Mungkin sudah tradisi dan budaya di Indonesia, peraturan tidak harus dilaksanakan dan ditaati. Terutama bila tidak ada pihak berwenang yang mengawasi secara langsung. Sepertinya mereka yang masih melaksanakan perpeloncoan dengan sembunyi-sembunyi adalah orang-orang yang cerdas. Mereka tahu bahwa Menteri Anies Baswedan tidak mungkin mengecek sekolah satu persatu. Apalagi larangan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut belum tentu ditindaklanjuti oleh setiap Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan setempat.
Bila sudah begini, para murid baru yang dipelonco harus berani menolak perpeloncoan. Orang tua pun harus berani melindungi anak-anaknya. Para murid baru dan orang tuanya harus melaksanakan himbauan dari Anies Baswedan. “Saatnya berhenti diam dan mendiamkan. Jika terjadi pelanggaran segera laporkan!”
Share dari FB Asma Nadia yang datang ke sekolah memprotes MOS (sumber: FB Asma Nadia)