Ketika anak dalam masa pengenalan gender dan perannya, tugas utama orang tua adalah memperkenalkan hal-hal yang mendukung pembentukan identitas gender sesuai dengan jenis kelamin anak, seperti nama, mainan, pakaian, gaya rambut, warna, dll.Â
Orang tua ingin menunjukkan identitas anak sesuai jenis kelamin anak, seperti memberikan baju dan perlengkapan anak perempuan berwarna pink, dan anak laki-laki biasanya bermain game seperti robot dan senjata.Â
Melalui upaya ini, mereka telah membentuk peran perempuan yang berbeda dengan laki-laki, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosiologis dan psikologis. Jadi selain pengenalan objek, juga sangat penting untuk mengenalkan peran dan perilaku sesuai gender.
Menurut Maccoby dan Jacklin, tiga teori dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara perlakuan orang tua terhadap anak laki-laki dan perempuan :
1. Teori Imitasi
Untuk identifikasi awal anak dan anggota keluarga sesama jenis akan meniru perilaku sesama jenis dengan meniru perilaku orang dewasa. Anak-anak akan mengidentifikasi dengan orang tua mereka yang berjenis kelamin sama.
Teori ini juga didukung oleh teori gender. Analisis psikologis yang dikemukakan oleh Freud percaya bahwa anak-anak prasekolah akan memiliki ketertarikan seksual kepada orang tua lawan jenis.Â
Pada usia 5-6, anak-anak menghentikan atraksi ini karena, kecemasan timbul dalam dirinya, maka anak akan mengidentifikasikan dirinya dengan dirinya dan secara tidak sadar menerima sifat-sifat orang tuanya ini.
2. Self Socialization
Dalam teori ini, anak akan mencoba mengembangkan konsepnya sendiri (laki-laki atau perempuan) dan memahami apa yang harus dilakukan untuk jenis kelamin yang relevan.
3. Teori Reinfocement