Mohon tunggu...
Amirah Zahrah
Amirah Zahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fast Fashion: Busana Murah yang Merusak Bumi dan Manusia

7 Desember 2024   03:41 Diperbarui: 7 Desember 2024   03:49 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakaian (Sumber: Pinterest/National Geographic nationalgeographic.com)

Fast Fashion: Busana Murah yang Merusak Bumi dan Manusia

Fast fashion adalah fenomena mode di mana tren terbaru diciptakan dan dijual dengan cepat. Namun, di balik kemurahan dan kemudahan, industri ini memiliki sisi gelap yang berdampak besar pada kesehatan dan lingkungan para pekerjanya. 

Apa Itu Fast Fashion?

Menurut Elizabeth Cline, penulis buku Overdressed: The Shockingly High Cost of Cheap Fashion, fast fashion didefinisikan sebagai produksi pakaian dalam jumlah besar dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang meningkat. Dalam industri ini, fashion yang muncul di media sosial atau di catwalk segera diubah menjadi desain pakaian yang dijual dalam hitungan minggu atau bahkan hari. Untuk tetap terjangkau dan relevan dengan tren yang berkembang, sistem ini memanfaatkan kecepatan dan volume.

Fenomena fast fashion juga terasa di Indonesia. Merek global seperti Zara, H&M, Uniqlo, dan Mango sudah menguasai pasar Indonesia, sementara merek daring seperti Shein dan Temu semakin menguasai pangsa pasar berkat model belanja online yang praktis. Pakaian yang dijual oleh merek-merek ini biasanya sesuai dengan tren mode terbaru yang diposting di Instagram atau TikTok. Misalnya, pakaian dengan desain yang meniru gaya orang terkenal atau influencer dapat dibuat secara langsung dan tersedia di toko dalam waktu yang sangat singkat. Harga rendah pakaian menarik banyak pelanggan, bahkan seringkali lebih murah daripada biaya produksi lokal.

Selain itu, banyak merek pakaian lokal mengadopsi model bisnis fast fashion untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin cepat dan dinamis. Merek lokal seperti Berrybenka, Zalora, atau Hijup, meskipun mereka lebih fokus pada pasar Indonesia, juga mengikuti tren fast fashion dengan merilis koleksi pakaian dalam jumlah besar dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya, koleksi pakaian lebaran atau musim panas sering kali dirilis dalam waktu yang sangat singkat.Namun, di balik popularitas dan kecepatan produksi tersebut, fast fashion memiliki dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Kecepatan produksi pakaian yang luar biasa memicu penggunaan bahan-bahan sintetis yang tidak ramah lingkungan, seperti poliester, yang membutuhkan ratusan tahun untuk terurai di alam. Di sisi lain, tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini, sering kali di negara-negara berkembang, bekerja dengan upah rendah dalam kondisi yang tidak layak.

Contoh nyata dampak fast fashion adalah fenomena disposable fashion, di mana pembeli membeli pakaian dan hanya mengenakannya beberapa kali, lalu membuangnya atau menyimpannya begitu saja. Fenomena ini diperburuk oleh merek seperti Shein, yang dapat membuat dan mengirimkan pakaian dalam waktu kurang dari dua minggu, sesuai dengan tren media sosial yang sedang populer.

Salah satu contohnya adalah pakaian yang dirancang khusus untuk musim tertentu, seperti musim panas atau liburan, yang dijual hanya dalam jangka waktu terbatas dan kemudian dilupakan setelah tren tersebut berakhir. Misalnya, banyak barang yang hanya dipakai sekali atau dua kali dalam koleksi yang dirilis menjelang lebaran kemudian dibuang, meninggalkan tumpukan limbah tekstil yang besar.

Bahkan, terkadang, pakaian fast fashion yang telah dibeli dan digunakan hanya sekali ditemukan dibuang dalam kondisi hampir baru. Ini memperburuk masalah limbah tekstil karena sebagian besar bahan yang digunakan, seperti poliester dan akrilik, tidak dapat didaur ulang dan membutuhkan ratusan tahun untuk terurai. Hal ini menjadikan fast fashion sebagai salah satu faktor penyebab polusi di seluruh dunia.

Dampak Fast Fashion di Indonesia

Grafik jumlah limbah tekstil di indonesia
Grafik jumlah limbah tekstil di indonesia

Jumlah limbah tekstil di Indonesia meningkat dari tahun 2015 hingga 2023, seperti yang ditunjukkan pada grafik di atas. Data ini menunjukkan bahwa mencari solusi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi konsumsi pakaian fast fashion sangat penting.

1. Limbah Tekstil yang Membahayakan

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 2,3 juta ton limbah tekstil dihasilkan di Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah ini, hanya 0,3 juta ton yang berhasil didaur ulang. Yang lainnya mencemari sungai dan tempat pembuangan akhir. Sebagai negara yang mengekspor pakaian bekas, seperti ke Pasar Senen di Jakarta, Indonesia juga menjadi tempat pembuangan pakaian dari luar negeri. Limbah ini berasal dari pakaian fast fashion yang sering dibuang setelah dipakai, menempatkan tekanan besar pada sistem pengelolaan limbah nasional. Meskipun demikian, hanya sekitar 12% limbah tekstil yang dapat didaur ulang, sedangkan yang tersisa mencemari lingkungan.

2. Polusi Air

Bahan kimia berbahaya digunakan dalam proses pewarnaan pakaian. Sungai Citarum, yang dianggap sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia, menunjukkan konsekuensi industri tekstil Indonesia. Seringkali, limbah pewarna tekstil dibuang langsung ke sungai, yang mencemari air dan membahayakan masyarakat sekitar.

3. Eksploitasi Tenaga Kerja

Sebagian besar pekerja tekstil di Indonesia adalah perempuan yang bekerja di pabrik tekstil dengan upah minimum. Sebagai contoh, di daerah seperti Bandung, rata-rata pekerja pabrik tekstil hanya mendapatkan Rp 3 juta per bulan, sementara mereka harus bekerja selama 12 jam sehari dalam lingkungan yang tidak aman.

Pekerja Industri (Sumber: futurelearn.com)
Pekerja Industri (Sumber: futurelearn.com)

Solusi untuk Mengurangi Dampak Fast Fashion

Meskipun mudah dan murah, fast fashion berdampak besar pada lingkungan kerja dan kesehatan karyawan. Namun, ada beberapa cara untuk mengurangi efek buruk industri ini.

 1. Mendukung Produk Lokal 

Mendukung barang-barang dari merek lokal yang mengikuti prinsip keberlanjutan adalah salah satu cara untuk mengurangi dampak fast fashion. Banyak merek saat ini berkonsentrasi pada pembuatan pakaian yang lebih etis, menggunakan bahan yang ramah lingkungan, dan menjaga kesejahteraan pekerja. Dengan membeli produk-produk ini, kita tidak hanya membeli pakaian berkualitas tinggi, tetapi juga membantu menjaga lingkungan dan meningkatkan kehidupan para pekerja di daerah kita.

Membeli barang lokal juga dapat memperkuat ekonomi lokal dan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh barang impor. Dengan cara yang lebih konkret dan berdampak langsung, pilihan ini mendukung keberlanjutan.

2. Menggunakan Pakaian Bekas

Pakaian bekas juga menjadi pilihan yang semakin populer karena seringkali masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan kembali, sehingga mengurangi limbah tekstil. Dengan membeli pakaian bekas, kita dapat mengurangi konsumsi pakaian baru yang berlebihan dan memperpanjang usia pakaian yang masih layak digunakan.

Pakaian bekas sering kali menawarkan berbagai desain yang tidak ditemukan di pasar mode mainstream, yang membuatnya pilihan yang hemat biaya dan unik. Ini memungkinkan Anda memiliki berbagai item fashion sekaligus mengurangi beban lingkungan dari produksi pakaian baru.

3. Memilih Fashion Lambat (Slow Fashion)

Konsep slow fashion mengajak pelanggan untuk membeli barang dengan kualitas yang lebih baik tetapi dengan harga yang lebih rendah. Kita dapat mengurangi siklus konsumsi yang berlebihan dengan berkonsentrasi pada pembelian pakaian yang tahan lama dan tidak terjebak dalam tren sesaat. Mode yang lambat mendorong kita untuk membeli pakaian yang memiliki nilai jangka panjang, yang dapat dipakai selama bertahun-tahun dan tidak terbuang begitu saja setelah satu musim. Prinsip ini juga mengurangi kebutuhan akan produksi massal dan mengurangi limbah tekstil

Meskipun fast fashion mudah dan murah, dampaknya pada kesehatan pekerja dan lingkungan sangat besar. Untuk mengurangi efek negatifnya, kita bisa mulai dengan mendukung produk lokal yang ramah lingkungan, membeli pakaian bekas yang masih layak pakai, dan menjadi konsumen yang lebih bijak dengan memilih barang berkualitas yang tahan lama. Dengan perubahan kecil dalam kebiasaan belanja kita, kita dapat ikut menjaga planet ini dan membangun industri fashion yang lebih adil dan berkelanjutan. Masa depan akan dipengaruhi oleh keputusan kita hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun