Mohon tunggu...
emi el zuhry
emi el zuhry Mohon Tunggu... mahasiswa -

seorang yang masih belum bisa dan punya keinginan untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malaikat Kecilku & Gerry Pasta

2 Januari 2011   15:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:02 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kami menuju ke sebuah toko kelontong. Aku ingin memberikan sedikit kebahagiaan buat malaikat kecilku.

“fitri mau apa?” Kuturunkan dia dari gendonganku Mata fitri menerawang ke jajaran snack dari ujung kiri hingga ujung kanan. entah ada apa saja di sana. yang jelas aku melihat ada Gerry pasta dan Gerry chokolatos. selebihnya gak tahu. Fitri tampak bingung. sebelum dia ambil yang harganya mahal, cepat-cepat kuambil dua bungkus gerry pasta dan gerry cokolatos mamamia lezatos.

“ini buat fitri.” kedua tangan fitri meraih dua makanan kecil itu. Aku senang, bisa memberikan kebahagiaan pada malaikat kecilku, meski hanya dengan dua buah snack senilai lima ratus rupiah.

Sesampai di kos, kami berdua langsung duduk di depan TV. Kuletakkan gerry pasta dan cokolatos itu di atas lantai “Wa…. Beli coklat ya? Aku gak dibeliin ne...” sapa temanku, si anak jakarta.

Emang kamu mau makanan murah? Yang harganya Cuma lima ratus ruliah. Batinku.

“Mau? ni ambil.” setengah basa basi setengah serius.

“Aku gak suka coklat. Tapi kalau silver queen aku suka.” katanya.

Maksud loe?

“Mainan yang kemarin mbak beliin mana, fit?” ucapnya pada fitri. Aku merasa tergeser. Mainan itu menggeser dua buah gerry pasta dan cokolatos yang baru saja kubeli. Aku sadar, uang seribu rupiah gak sebanding dengan mainan seharga dua puluh lima ribu itu. Wajah Fitri yang polos cuma kedip-kedip. dia mendongak bentar lalu nunduk lagi. dia sibuk memencet-mencet Gerry pasta dengan jempol dan jari telunjuk. Aku tersenyum. Malaikat kecilku, terima kasih, kau tidak melihat harga pada gerry pasta, tapi nilai cinta yang tak bisa diukur dengan angka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun