Entah kenapa, jalan-jalan yang biasanya mengasyikkan kini jadi terasa rikuh, membuat diriku mengecil dan hatiku menciut. Gimana gak, aku cuma beli barang-barang keperluan pribadi, sementara dia gak tanggung-tanggung, semua orang rumah dibelikannya oleh-oleh.
Sudah lama sejak kedatangannya aku tidak keluar bareng fitri. Biasanya kalau gak pagi atau sore aku dan Fitri jalan bareng. kalo gak ke lapangan, ya lihat-lihat sawah, atau pergi ke mbak Mudah beli Gerry pasta dan chokolatos. Lama tak keluar dengan Fitri seperti ada yang hilang.
“Fit.. Jalan-jalan yuk?” ucapku melihat dia muncul dari dalam rumah.
Mudah-mudahan mainan yang dibelikan temanku kemarin tidak membuat fitri berubah, lebih sibuk dengan mainannya dan melupakanku.
“Ayo.” jawab si mungil malaikatku.
Memang benar, hati anak kecil masih bersih. Mereka tidak punya dosa. Fitri menghampiriku dengan senyum yang sama, tak berkurang satu milimeter pun dari senyum yang kemarin, ketika mainan itu belum ada. Aku meraih malaikatku dengan kedua tanganku, dia menjulurkan kedua tangannya ke pundakku. Kuangkat tubuhnya. Sebagian kulitnya menyentuh hidungku, harum semerbak langsung menyergap memasuki rongga pernafasan, merambat ke syaraf-syaraf otak, lalu mengalirkan satu kebahagiaan di jiwa, satu kebahagiaan yang sulit kuterjemahkan.
Kami jalan berdua, aku jalan amat pelan untuk mengimbangi langkah malaikat kecilku. Aku sengaja gak ngajak temanku. Aku sedang ingin berdua saja. Dan tiba-tiba di tengah jalan…
“hallo mis…” seorang teman kursus bersepeda berpapasan di jalan
“hallo..” jawabku
“Udah punya anak ya mis?”
Astaga.. mentang-mentang gendong anak dikiranya aku punya anak. Dia pikir aku janda beranak satu atau istri yang ditinggal suami dan baru punya satu anak. Malu banget aku. Pasti besok bakal heboh, gossip tentang fitri anak kelas X ternyata sudah punya anak. but I just easy going.