“berapa pak?” tanyanya pada pemilik toko.
“25 ribu aja, Mbak.”
“Mahal banget, Pak.”
“Boleh nawar kok, Mbak.”
Harga pun disepakati 20 ribu rupiah.
“Ibu mau yang mana?” tanyanya pada ibu kos.
Oh, aku baru tahu ternyata dia beliin ibu to. Entah kenapa aku merasa kurang nyaman di toko ini. jilbab itu seolah menggeser posisiku di hati bu kos. jilbab itu membuat aku ciut saja, selama ini aku tak pernah ngasih apapun ke ibu kos kecuali uang kamar dan uang makan. “dasar pelit kau fit.” jilbab itu seolah berbicara Selesai beli jilbab, kita berhenti lagi di penjual kue basah. Banyak banget tu anak belinya. kalo gak salah ada sepuluh biji. Ada cucur, bika ambon, roti, dan apem. Ah. Lagi-lagi aku dibikin ciut. tadi jilbab, sekarang cucur dan kawan-kawan. Dibelinya kue-kue itu untuk semua orang rumah. Alangkah tak enaknya hatiku. Kue udah, keperluan pribadi sabun shampo udah, jilbab buat ibu juga udah. Mudah-mudahan gak ada lagi, bisa makin kecil saja aku dibuatnya, seperi kerikil yang siap tergeser oleh kedatangan batu besar nan kokoh. coba kerikil itu hidup, tentu akan tumbuh besar dan menggeser si batu.
Di tengah jalan menuju pintu keluar pasar, kita berhenti lagi. kali ini ke toko pernak-pernik dan mainan.
“Fit, menurut kamu enak yang mana ya, dokter atau alat masak.” tanyanya sambil memilah-milah mainan yang menggantung berjajar
Aku sudah bisa nebak, pasti beliin fitri. oh. malaikat kecilku akan dia rampas juga. tadi ibu kos. sekarang.
“Mmm, kayaknya dokter deh.” jawabku asal. meskipun sebenarnya menurut pendapatku tak penting apa jenis mainannya, anak kecil cuma tahu kalau itu mainan dan mereka senang bisa bermain. itu saja.