Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Netralitas ASN, Mimpi atau Nyata?

13 Oktober 2020   10:36 Diperbarui: 14 Oktober 2020   07:42 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rambu larangan (Photo by cottonbro from Pexels)

Memori cinta monyet yang tidak hilang, first love never dies kata orang, tentu tidak wajar untuk terus dikenang apalagi diungkap ke pasangan hidup hari ini.

Jadi netralitas PNS mimpi atau nyata?

Memori ketidaknetralan PNS masa lalu masih membayang di publik dan harus dihapus agar birokrasi menjadi mesin yang profesional, perangkat yang tidak dicemari oleh tujuan politik praktis. Bagi kelompok ini, isu netralitas merupakan refleksi dari memori masa lalu yang pernah mengganggu dan kalau dibiarkan akan mengganggu masa depan. 

Netralitas karenanya harus diwujudkan secara nyata, terutama, oleh PNS. Status sebagai kelas menengah yang dapat mempengaruhi pandangan dan pilihan rakyat kecil tidak boleh diarahkan untuk kandidat tertentu. Status sebagai penyelenggara mesin birokrasi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan dan keuntungan kandidat tertentu.

Namun memori dalam bentuk lain mengendap di PNS sepuh dan sebagian PNS aktif yang gerah dengan praktik birokrasi hari ini yang tidak lagi mengikuti pakem normal dalam hal promosi atau penempatan dalam jabatan misalnya. Tentu yang memutuskan promosi dan demosi internal birokrasi nanti adalah pemenang kontestasi Pemilukada hari ini. 

Maka bagi kelompok ini gangguan merupakan sesuatu yang diyakini akan menyata di masa depan. Ketidaknetralan, bahasa lain untuk pemihakan, adalah salah satu cara untuk meredam represi pikiran. Dengan segala resikonya, pelibatan diri secara sadar menjadi langkah untuk meminimalkan peluang terjadinya mimpi buruk di masa depan. Apalagi kalau kapasitas diri tidak cukup menjual, kompetensi pribadi tidak cukup untuk bersaing.

Langkah terakhir ini rasional bagi kelompok atau individu PNS yang tidak percaya terhadap netralitas realitas perilaku politisi yang bergerombol mengiringi pemenang kontestasi nantinya.

Simpulan sementara  adalah netralitas hanya akan bisa menyata, bukan sebatas mimpi, kalau semua perangkat dan pelaku kontestasi politik lokal dapat saling percaya dan terus-menerus menjaga kepercayaan.

Nah, bukankah rasa saling percaya ini yang semakin hari semakin meredup di negeri tercinta ini?

Salam literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun