Mari lihat satu per satu fungsi mimpi menurut Freud.
Berdamai dengan masa lalu
Tidak semua peristiwa masa lalu dapat diterima dengan baik dalam memori dan mental kita hari ini. Rindu tak kesampaian menjelma dalam mimpi. Trauma dari masa lalu mewujud melalui mimpi. Sesal atas tindakan masa lalu juga terkadang muncul dalam mimpi.
Secara sadar kita berupaya agar hal-hal tersebut, harapan, sesal dan trauma, tidak menganggu keseharian kita. Move on. Namun alam bawah sadar ternyata menyimpan memori itu dan pada kondisi tertentu akan mencari cara muncul menjadi bagiandari kesadaran.Â
Semakin kesadaran kita menekan kemunculan gangguan memori itu, semakin memori itu mencari cara untuk menyamarkan keinginannya untuk muncul.
Dengan cara itu maka mimpi, menurut teori Freud, terkadang muncul dalam bentuk simbol tertentu dan dalam rangkaian yang terkadang tidak logis atau urut waktu. Yang pasti, apapun bentuk kemunculannya, mimpi menjelaskan ada sesuatu yang mengisi ruang memori dan tidak mampu kita hapus. Atau bisa juga diam-diam kita tidak mau menghapusnya. Kita pendam sambil dipelihara.
Fungsi lain dari mimpi adalah menjaga kualitas tidur
Dalam fenomena ini maka semua peristiwa yang sedang terjadi di lingkungan sekitar dan mampu ditangkap oleh pancaindra, namun tidak mendapat respon dari alam sadar, maka peristiwa itu akan dihadirkan dalam mimpi. Tidur tidak terganggu, pancaindera tetap bekerja. Freud menyatakan bahwa ingatan yang tidak diinginkan dapat menjadi tekanan dalam pikiran. Mimpi meredakan represi dengan membiarkan ingatan ini dipulihkan.
Pada penafsiran ini maka batasan antara mimpi dan nyata akhirnya menjadi beririsan. Perangsangnya merupakan sesuatu yang nyata, pernah nyata atau diprediksi akan nyata di masa depan.Â
Kedua fungsi mimpi di atas memiliki benang merah yang sama yaitu rangsangan merupakan gangguan. Kesadaran memerintahkan kita untuk meresponnya, menerima atau menolak. Respon sadar tentu akan tergantung kepada bentukan lingkungan dan rangsangan tidak sesuai norma atau tatanan tidak akan mendapat ruang yang cukup untuk diungkap secara sadar.
Sederhananya kenangan keceriaan masa bocah tentu tidak pantas lagi diekspresikan ketika usia sudah menjelang senja, kecuali mau disebut kekanak-kanakan.Â