Orde Baru berhasil melakukan hal ini, meski zaman yang berubah kemudian melunturkan hasil dari upaya sistematis tersebut.
Mari berpikir positif bahwa apa yang sedang didiskusikan oleh Kemendikbud adalah tentang Pengajaran Sekolah dan bukan tentang Pelajaran Sejarah. Pengajaran Sejarah adalah tentang metode pembelajaran yang menghubungkan proses dengan tujuan.Â
Positifnya adalah, kalau benar ini yang sedang berlangsung, praktik pengajaran yang monoton yang mendegradasi Pelajaran Sejarah, sebagai substansi materi, menjadi pelajaran yang membebani memori anak-anak kita akan diupayakan tidak lagi dipandang sebagai beban.
Apa boleh buat, stigma yang tertanam adalah Pelajaran Sejarah merupakan tugas yang membuang-buang waktu menghafal nama-nama orang yang sudah lama meninggal, mengingat peristiwa masa lalu yang tidak jelas manfaatnya apa bagi hari atau mengenal benda-benda kuno yang jelas-jelas tidak lagi dibutuhkan dalam keseharian.
Saya tidak kenal dan tidak bertalian darah dengan Ken Arok atau siapalah raja-raja Majapahit.Â
Saya juga tidak tertarik kenapa antara bapak dan anak di kerajaan-kerajaan dulu bisa saling berperang berebut tahta bahkan perempuanÂ
Siapa juga Malahayati atau kenapa Teuku Umar dulu sekali di fihak Belanda di lain waktu berperang melawan Belanda.
Kira-kira itu yang ada dalam benak anak-anak sekolah ketika diminta bersiap menghadapi ulangan Pelajaran Sejarah.
Ketika pertanyaan dalam benak anak-anak sekolah itu tidak mendapat jawaban yang menjelaskan, maka wacana diskusi penting-tidaknya, atau wajib-tidaknya, Pelajaran Sejarah mendapat konteks yang tepat. Menarik ditunggu apa simpulan kajian pemerintah.
Kepentingan publik
Pendidikan bagi publik dipandang penting karena akan membentuk generasi muda bangsa yang memiliki kompetensi untuk menjawb tantangan masa depan.Â