Sebagaimana tomat cherry, telur ayam kampung juga kecil tapi keduanya membawa unsur kehidupan dan sekaligus pesan kehidupan antar generasi.
Ternyata memang small is beautiful, mengutip judul buku dari EF Schumacher, ekonom Inggris kelahiran Jerman, yang menyindir betapa pertimbangan produksi selalu menjadi tumpuan dari aktifitas ekonomi di dunia.Â
Buku lawas yang terbit tahun 1973 itu sepertinya masih relevan dengan cara kita menjalani pola hidup sampai ke pola makan. Esensi manusia dan kehidupannya dikesampingkan selain dipandang hanya dalam kontek siklus produksi-distribusi dan kapitasi kegiatan ekonomi eksploitatif.
Kecenderung memilih yang artifisial, telur yang banyak, daging yang empuk dan murah, dan buah tomat yang besar, menjadikan tubuh kita juga tubuh artifisial yang rentan.Â
Anak-anak kita yang tumbuh dengan produk serupa adalah generasi yang karena tetesan hujan pun akan langsung jatuh sakit.Â
Jangan-jangan pandemi hari ini juga diperparah karena proses degeneratif tubuh kita dan potensi degeneratif pada generasi-generasi hari ini dan hari esok.
Cabai rawit sambal mentah saya sangat pedas. Tomat cherry sambal saya gurih. Ditambah garam (kehidupan) secukupnya, bahan-bahan alami itu selain memberi asupan fisik bagi raga ternyata juga membawa kesadaran dalam sarapan pagi saya hari ini.Â
Rasa pedas campur gurih menghasilkan keringat di punggung dan saya pagi ini siap beraktifitas di rumah dan seputaran halaman yang sayangnya tidak lagi memiliki kebun sayur-mayur.
Pembaca barangkali akan punya asupan berbeda. Oh ya tomat cherry yang jadi bahan sambal mentah saya adalah tomat yang dipetik dari kebun kampung, bukan hasil rekayasa genetik di perkebunan modern.
Tetap jaga kesehatan.
Salam.