Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembalinya Pancasila Kami

30 Mei 2020   21:03 Diperbarui: 1 Juni 2020   08:59 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merangkai Pancasila (https://www.flickr.com/photos/nseika)

Dalam skala lebih kecil, skala kewilayahan tertentu, skala komunitas terbatas dan sampai skala individu, nafas dan tujuan keadilan tidaklah elok kalau berbenturan. Penafsiran keadilan tidaklah logis kalau menjadi bertentangan di antara sekat-sekat skala tersebut. Pencapaian tujuan keadilan sosial tidaklah mungkin tercapai bersama kalau unsur-unsur pembentuknya tidak mampu bersenyawa.

Dengan cara pandang demikin, bisa jadi Pancasila sedang memandang kita dalam kegelisahan. Pancasila sedang bertanya-tanya konsep keadilan apa yang kita gunakan untuk menjelaskan masih adanya kemiskinan di antara warga bangsa. Pendekatan keadilan yang kita gunakan semestinya mampu mereduksi masih adanya kelompok yang merasa superior di atas kelompok lain tersubordinasi atau bahkan termajinalkan dalam derap langkah kita selama ini.

Tidak masalah jika kita condong pada konsep utilitarian saat menerjemahkan keadilan. Bahwa keadilan, dan kemakmuran yang menjadi kembaran logisnya, ditujukan bagi kebaikan bagi mayoritas dapat diterima sebagai konsekuensi praktis pilihan demokrasi. Dengan menjaga agar tidak ada kelompok minoritas yang tereksploitasi maka secara konsep kita dapat mempertanggungjawabkan pilihan pendekatan.

Maksimalisasi kemakmuran bagi mayoritas tidaklah berarti menjadi maksimalisasi penderitaan bagi minoritas. Bahkan sebaliknya maksimalisasi bagi kelompok mayoritas semestinya sejalan dan sebangun dengan minimalisasi kerugian bagi minoritas.

Harap difahami bahwa mayoritas dan minoritas dalam uraian ini tidak merujuk kepada segmentasi berdasarkan suku, agama, ras atau semacamnya melainkan dalam pemahaman segmentasi populasi belaka.

Sebaliknya jika menggunakan prinsip libertarian yang memberi peran dan tanggung jawab kepada setiap individu untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki dan segala peluang yang tersedia dalam necari kebaikan masng-masing juga tidak akan menjadi masalah sepanjang aturan main yang disepakati juga dipatuhi bersama.

Situasi pandemi dan bencana non alam yang sedang kita hadapi dewasa ini, Pancasila sedang memantau melalui tatapan mata tajam Garuda seperti apa kita menggeliat.

Prinsip kesetaraan di depan hukum yang menjadi syarat penerapan konsep keadilan menjadi titik tolak penting dan karenanya hukum sendiri haruslah mampu memberi jaminan tersebut sebagai tumpuan keberanjakan bangkit menghadapi segala tantangan zaman dan merespon semua perubahan lingkungan.

Betapa celakanya kita sebagai bangsa kalau ada yang kelompok yang oportunis bergerak di celah-celah kelemahan hukum lalu mondar-mandir di antara utilitarian dan libertarian mencari rente dan memupuk kapital sendiri.

Membajak konsep utilitarian, tapi bukan untuk kebaikan mayoritas, melainkan kebaikan diri dan kelompok kecil dan di tempo lain menggunakan konsep libertarian untuk mengeksploitasi kelemahan pihak yang masih kurang beruntung.

Apalagi kalau ketidakberuntungan kelompok minoritas justru karena praktek eksploitasi yang bersifat struktural. Pembajak perjalanan bangsa seperti ini ibarat menggerogoti kapal yang sedang kita tumpangi bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun