Rumit? "Membagi keadilan memang paling sulit dalam politik", kata Rocky Gerung.
Segitiga di atas, akan membantu kita membaca setiap pernyataan atar komunikasi publik dan pada saat bersamaan kita memetakan posisi ata sudut pandang kita sendiri.
Kalau kita dan pernyataan pemerintah berada pada sisi atau titik yang sama, maka hampir pasti kita akan sepakat dan mendukung sepenuhnya informasi atau pernyataan publik.
Sebaliknya kalau kita berada pada titik atau sisi (gabungan dua titik) yang berbeda, maka hampir pasti kita akan seperti pengamat yang selalu menemukan celah untuk melancarkan kritik kepada pemerintah.
Perbedaan sikap, atau dinamika menurut bahasa politisi, seorang pengamat yang dulunya kritis kepada pemerintah seperti Fadjroul Rahman yang setelah menjadi Juru Bicara Istana dinilai lupa kepada latar belakangnya dapat diterjemahkan sebagai perpindahan posisinya di antara titik-titik segitiga tersebut dalam melihat situasi.
Kalau kita perhatikan, narasumber yang muncul sebagai pembahas di media-media, dengan mudah kita dapat melihat di sisi atau titik mana dia memandang fenomena.
Segitiga yang dimaksud Kent Buse di atas adalah panduan bagaimana cara memulai membaca setiap pernyataan publik dari pejabat, pengritik atau akademisi.
Kalau titik tolaknya berbeda, sisi pendekatannya tidak sama memang akan selalu terjadi sawala (polemik), sehingga idealnya semua pihak bergerak menuju danmengambil posisi di titik pusat segitiga tersebut sehingga diperoleh keseimbangan yang berlaku sama di semua pihak.
Tidak mudah memang, karena setiap aktor dalam segitiga itu punya preferensi sendiri. Preferensi berbeda yang didorong oleh latar belakang pengetahuan dan wawasan, kekayaan data dan informasi serta posisi dan tujuan politik yang berbeda-beda inilah yang justru menarik bagi media.
Bayangkan kalau semua sudah pada posisi dan pernyataan sikap yang sama, apalagi yang harus dibicarakan, tema apalagi yang layak diangkat di talkshow?
Kalau kita sudah mengetahui cara membaca, bagaimana menafsirkan hasil bacaan tadi? Kenapa DKI dan Bodetabek yang menjadi perhatian dan guyuran anggaran dari pemerintah, sementara daerah lain jauh dari Jawa yang juga terancam hanya diperintahkan melakukan refocussing dan relokasi APBD-nya masing-masing? Kenapa pemerintah hanya menekankan pentingnya membangkitkan kembali semangat gotong-royong dan berbagi bagi mereka yang bahkan bertahun-tahun kue APBN pun tidak terlalu memihak karena populasi yang sedikit?