Literasi kesehatan memang menjadi titik tolak yang ideal yang memampukan kita untuk menilai dengan jernih. Siapapun yang memberi pernyataan, tidak akan menjadi masalah kalau kita memiliki literasi itu. Ada ungkapan dalam Bahasa Latin yang bisa menjadi pedoman awal untuk itu.
Tatum valet auctoritas, quantum valet argumentatio
Bukan kekuasaan yang menentukan kualitas argumentasi, tapi kualitas argumentasilah yang menentukan wibawa seseorang.
Mudah disebut tapi belum tentu mudah diterapkan. Ketika kita mencemaskan situasi, penguasa menjawab dengan menerbitkan sejumlah regulasi. Saat regulasi telah dijabarkan, justru ada pejabat yang melakukan aksi di lapangan yang tidak selaras dengan maksud regulasi diterbitkan.
Kent Buse et.al dalam Making Health Policy (2005), memberikan kerangka yang dapat digunakan untuk membaca gelagat pemerintah atau pengambil kebijakan dalam sektor kesehatan.
Buse menggunakan segitia analisis kebijakan yang terbangun dari 3 (tiga) titik yaitu Konteks atau keadaan (Context), Proses (Process) dan Isi (Content).
Setiap aktor atau pelaku bahkan kita sebagai publik berada di dalam segitiga tersebut dan memposisikan kedekatan atau melihat masalah (kesehatan) berdasarkan kecenderungan terhadap titik-titik tersebut.
Bisa saja seorang lebih melihat situasi, kegentingan, kerentanan yang perlu ditangani atau lebih melihat dari aspek konteks.
Pada saat bersamaan pejabat bisa jadi menekankan pada sisi proses yang pada beberapa kondisi bisa jadi berjarak dengan situasi atau konteks. Jarak tersebut dapat saja dipengaruhi oleh banyak aspek, misalnya akurasi data atau rentang koordinasi.Â
Masyarakat di bawah, pasien atau tenaga medis dalam situasi pandemi seperti sekarang mungkin tidak peduli lagi dengan konteks, apalagi apa bunyi regulasi yang diterbitkan (aspek proses) karena yang penting adalah Isi dalam bentuk tindakan nyata penyediaan Alat Pelindung Diri misalnya.
Sebaliknya pada kesempatan lain bisa saja pemerintah lebih menekankan pada langkah atau tindakan nyata (sisi Isi), namun ada pihak yang mengingatkan tidak rapinya regulasi (sisi Proses) yang diterbitkan sementara pihak lain kembali mengingatkan bahwa ada perspektif yang lebih luas yang harus dilihat (sisi konteks) misalnya aspek ekonomi makro.