Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jam Karet, Ini Penjelasan Kulturalnya

11 Maret 2020   20:34 Diperbarui: 11 Maret 2020   20:39 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kegiatan Pre Departure  sebelum berangkat ke Florida, USA mengikuti suatu pelatihan 2015 silam, satu hal yang ditekankan kepada kami peserta adalah menjaga diri agar bisa disiplin terhadap waktu alias punctuality. Narasumber yang saat itu kebetulan sedang menempuh doktoral di Florida State University rupanya memandang penting untuk menekankan hal tersebut karena ketat dan padatnya jadwal saat mengikuti kegiatan nantinya dan pengelola programnya sangat disiplin.

Sebagai orang yang terbiasa dengan jadwal elastis, kata lain untuk "jam karet", penekanan ini sedikit terasa satir bahwa orang Indonesia sulit diandalkan untuk mematuhi jadwal yang sudah tersusun rapi. Saya kemudian teringat ketika sebagai fresh graduate di akhir tahun 1990-an mendapat kesempatan bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi terkemuka dari Jerman. 

Kebiasaan ketika mahasiswa nyambi kerja di perusahaan lokal, sehabis absen pagi sempatkan diri menikmati kopi sambil ngobrol ringan dengan rekan kerja ternyata tidak berlaku. Manajer bule marah dan memerintahkan kami agar segera berangkat atau siap di posisi penugasan masing-masing. Kalau ingin menikmati kopi, datanglah lebih pagi sebelum jam kerja! Pengalaman itu ternyata tidak membekas saat saya bekerja di lingkungan bangsa sendiri yang penuh keramahan dan saling pengertian.

Saat berada di lingkungan pelatihan di Amerika, nyatanya masih ada juga peserta yang terlambat dan harus dipanggil berkali-kali setiap kendaraan jemputan akan berangkat dari hotel. Dan teman yang sering terlambat itu sebenarnya pernah menempuh pendidikan master di Eropa!

Begitu sulitkah mengubah kebiasaan itu?

Saya ingin mengatakan bahwa hal tersebut memang sulit, terutama kalau diharapkan sampai menjadi kebiasaan yang tidak perlu lagi selalu diingatkan. Namun "sulit" tidak sama dengan "tidak bisa". Seandainya berada dalam lingkungan yang terbiasa disiplin, sangat mungkin kita akan dipaksa untuk menyesuaikan diri. 

Tapi apakah lingkungan seperti itu akan selalu menjadi lingkungan keseharian kita yang karenanya membentuk dan menempa kita? Menyalahkan lingkungan cerminan orang yang mencari pembenaran dengan menimpakan kesalahan kepada hal eksternal, demikian mungkin pendapat banyak orang. Pada perspektif ini saya setuju, tapi mari kita coba melihat lingkungan apa sebenarnya yang menjadi ekosistem kebiasaan jam karet sehingga tetap hidup saat ini.

Apakah jam karet adalah budaya tertentu? Atau hanya kondisi mental seseorang yang tidak banyak dipengaruh oleh situasi sekitarnya?

Ada kebiasaan di kalangan masyarakat untuk mempertukarkan atau menyamakan penggunaan istilah "kebiasaan" dengan budaya atau "kebudayaan". Beda-beda tipis memang. Tampilan paling mudah melihat kebudayaan memang dari kebiasaan yang dalam antropologi diartikan sebagai pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seseorang dan dilakukan secara berulang.

Dari pengertian yang saya kutip dari laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring tersebut maka kita dapat melihat bahwa suatu kebiasaan pada diri seseorang berawal dari suatu situasi atau kondisi lingkungan tertentu. 

Saya menggunakan kata berawal karena ada proses selanjutnya yang harus dilakukan yaitu memberikan respon atau memilih cara menanggapi. Perulangan kondisi yang sama pada lingkungan yang sama tanpa ada faktor yang merubahnya akan membentuk pola yang lambat laun menjadi cara menanggapi yang otomatis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun