Sepanjang pengetahuan penulis, bolak-balik kurikulum diubah selama ini relatif tidak menyentuh keberadaan pelajaran matematika dan bahasa. Apapun jenjang pendidikan, apapun jurusannya semua peserta didik akan "dibekali" dengan kedua pelajaran itu.Â
Begitu pentingnya kedua pelajaran itu selama ini, tapi kenapa skor PISA anak-anak kita belum terlalu menggembirakan?
Penulis menyarankan agar para pendidik, orang tua dan lingkungan mulailah membiasakan pertengkaran. Jangan salah faham, pertengkaran yang dimaksud berbeda dengan perkelahian. Arti tengkar menurut KBBI adalah bantah, sanggah.
Meski KBBI memberi definisi kelahi sebagai pertengkaran adu kata-kata namun pada lemma yang sama ditambahkan juga arti kelahi sebagai pertengkaran dengan adu tenaga.
Mari kita gunakan arti kata tengkar sebagai adu kata-kata, sanggah dan bantah. Dengan definisi ini maka kita dapat menempatlan aktivitas bertengkar sebagai aktifitas saling membandingkan argumen.
Kedua belah pihak saling menguji dan mempertahankan pendapat yang secara formal disebut sebagai proposisi. Saling membandingkan argumen hanya akan terjadi kalau kedua belah pihak berada pada sisi atau perspektif yang berbeda.Â
Kekuatan argumen akan ditentukan oleh kemampuan menyusun alur penalaran yang utuh dan lurus dan sekaligus menunjukkan kelemahan atau kurang utuhnya penalaran lawan tengkar.
Kenapa keterampilan ini perlu dilatih sejak dini?
Bertengkar dalam arti berlogika selalu didasarkan pada konsep tertentu yang dijadikan landasan awal memulai berargumentasi. Dalam logika formal, ini disebut premis mayor. Kesesuaian kategori premis mayor dengan premis minor yang digunakan menentukan kesahihan simpulan (konklusi).
Matematika banyak berangkat dari penalaran seperti ini. Didukung oleh pemahaman bahasa maka tidak akan terjadi kesesatan menyamakan arti kata apel sebagai berbaris dengan apel sebagai nama buah.Â
Pertengkaran antara anak didik karena kata apel dapat dijadikan pembelajaran kontekstual tentang kurang lurusnya proses bernalar yang dipengaruhi oleh aksen.