Mohon tunggu...
Aminnatul Widyana
Aminnatul Widyana Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger yang suka cari ilmu

Dina/Aminnatul Widyana/mom's of 2 childs/blogger/SM3T/teacher/tim penggerak PKK/Visit www.amiwidya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasih Mama Sehangat Arunika

4 Desember 2020   10:09 Diperbarui: 4 Desember 2020   10:31 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beruntung, aku masih sehat hingga kini. Mungkin juga berkat doa mamaku yang membuka pintu langit, agar anak-anaknya dikaruniai kesehatan. Sehingga segala makanan yang kami makan, berubah menjadi asupan tenaga untuk bertahan hidup. Sampai sekarang, aku selalu teringat nasihatnya. Tak boleh menolak makanan, asalkan tak beracun dan halal, maka harus diterima. Karena menerimanya, juga sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan akan menambah rezeki kepada kita. Tak hanya berupa harta benda, tapi juga berupa kesehatan, ketentraman, dan kebahagiaan.

Masa-masa kuliah, biasanya banyak digunakan mahasiswa untuk mengeksplor diri mereka. Gaya kekinian, travelling ke sana kemari, membeli produk-produk yang sedang hits, dan menghampiri tempat kongkow yang sedang trend bersama kawan-kawan tersayang. Tapi tidak bagiku. Uang kuliah yang pas-pasan, kendaraan pribadi pun tak punya, bahkan untuk membeli perangkat wajib bagi mahasiswa, berupa laptop pribadi juga tak mampu. Aku juga bukan mahasiswa berprestasi yang memiliki segudang beasiswa penunjang uang kuliah.

Keadaan yang serba minimalis ini, tak menyurutkan semangatku untuk belajar. Aku berusaha mencari tambahan penghasilan dengan menjual kembali makanan ringan yang dibeli mamaku dari tetangga di desa. Setiap kuliah, kubawa 1 kantong plastik besar, dan kutawarkan ke teman-temanku. Laba dari hasil jualanku, bisa kugunakan untuk tambahan uang makan dan membeli kertas untuk mencetak tugas-tugas kuliah. Mama memang tidak memberikan uang jajan yang lebih, tapi mama telah menanamkan karakter pantang menyerah karena keadaan. Dia mengajarkanku bagaimana harus bisa menghasilkan uang yang sedikit agar bisa bertambah.

dokpri
dokpri
Dari mama, aku selalu bisa belajar bagaimana bertahan di tengah kesulitan. Terutama menghadapi kesulitan ekonomi. Mamaku mengajarkan untuk membeli emas perhiasan dari hasil tabunganku. Saat itu, mama belum mengenalkanku untuk membeli emas batangan. Yah, karena pada dasarnya, anak-anak seusiaku memang suka berhias dan memakai perhiasan. Makanya, aku diajarkan untuk menabung sambil berhias. Dampaknya luar biasa. Bahkan berlanjut hingga kini. Bedanya, searang aku lebih suka menyimpannya dalam bentuk emas batangan. Bukan lagi dalam bentuk perhiasan.

Ilmu yang kudapat dari mamaku ini, telah terbukti sukses untuk menyelamatkan uang tabungan sekaligus meraih impian-impian untuk membeli kebutuhan berbiaya cukup tinggi. Seperti biaya pernikahan, membeli kendaraan roda empat, dana haji, dan tabungan untuk membeli rumah. Memang pada awalnya harus sabar dan telaten bertahun-tahun mengumpulkan rupiah. Tapi kalau sudah tercapai, senangnya bukan main. Apalagi hasil dari jerih payah sendiri. Kesannya lebih berasa dan bermakna.

Ada satu hal lagi yang bisa kupelajari dari mamaku. Yaitu sewaktu ayahku akan tiada. Ketika sedang merawat ayah yang sakit, mama tidak pernah bercerita kepadaku. Mama benar-benar menahan diri untuk mengabariku. Demi agar aku bisa sukses dan bersemangat selama berada di kawah candradimuka pelatihan dasar CPNS tahun 2019 yang saat itu sedang kutempuh.

dokpri
dokpri
Teryata benar, sehari seusai Latsar, ayah pergi meninggalkan kami selama-lamanya. Sedangkan aku berhasil meraih peringkat istimewa juara kedua. Isak tangis tentu tak bisa kubendung. Antara kagum terhadap ketegaran mamaku, sedih karena kehilangan seorang ayah, dan puas dengan prestasi yang kuraih.

Jika saja mamaku berkeluh kesah akan sakit yang diderita ayah, mungkin saja aku kehilangan semangat dan langsung meminta izin pulang agar bisa segera bertemu ayah. Bisa jadi aku tak bisa menuntaskan pendidikan tersebut. Tapi, mamaku mematuhi pesan ayah, agar menahan diri untuk mengabariku. Sehingga aku tetap bersemangat dan berjuang hingga akhir. Sungguh, mama luar biasa tangguh. Sebagai seorang wanita yang butuh tempat mencurahkan hati, aku merasa masih tak mampu bersikap demikian.


dokpri
dokpri
Ibu, sekolah pertamaku.

Darimu, aku belajar segala sesuatu. Tak perlu terburu, semua berjalan seiring waktu berlalu.

Darimu, aku membangun dan memperkuat pondasi karakter. Agar jadi pribadi yang tak mudah keder.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun