Cahaya pagi menerobos dedaunan
Kesegaran embun membasuh kaki-kaki yang lelah
Sejuknya udara perdesaan membangkitkan semangat kehidupan
Alam seakan merangkul kerapuhan hatinya yang terkesan tegar
Bayi kecil dari sebuah desa itu, kini sudah bergerumul dengan hiruk pikuknya masyarakat perkotaan. Lahir dari keluarga sederhana yang nyaris broken home, tak lantas menjadikannya sosok pengecut terhadap tantangan zaman. Seorang ibu, memegang kendali untuk menjadikannya tangguh seperti yang terlihat sekarang.
Melalui rangkaian kata ini, perkenankan aku meceritakan sosok hebat yang berani mengambil risiko kehilangan dunia, demi menyelamatkan ketiga buah hatinya. Dialah mamaku...
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/04/best-mom-min-5fc99eda8ede487665668672.jpg?t=o&v=770)
Bukan hal yang mudah tentunya. Konfrontasi dari pihak orang tuanya  pun diterima. Situasi dan kondisi semakin sulit. Ayahku yang bekerja sebagai guru PNS dengan gaji tak seberapa kala itu pun diminta menceraikan mama. Tanaman jeruk hasil keringat ayahku, di kebun kecil milik nenek yang mengasuh mama, dan akan segera dipanen, terlalap ganasnya api. Dibakar habis oleh orang suruhan. Musnah sudah. Hanya tersisa abu dan arang.
Kecewa itu pasti, tapi marah harus diredam. Beruntungnya aku memiliki orang tua yang bijaksana. Keluargaku tetap utuh. Meskipun kondisi pas-pasan, aku tak sampai kelaparan. Mamaku luar biasa sabar. Dia mengajarkan betapa pentingnya bertahan di tengah badai pernikahan. Kepercayaan menjadi kunci utama. Hingga Tuhan mengulurkan tangga bantuan. Agar keluarga kami setapak lebih tinggi menjajaki makna kehidupan.
Hari demi hari berganti, tahun demi tahun terlewati. Masalah yang datang silih berganti. Anak-anak membutuhkan biaya pendidikan yang lebih tinggi. Kalau keluarga lain yang berkecukupan, pasti memperhatikan asupan makanan bergizi. Berbeda dengan kondisi kami. Aku setiap hari makan mie. Sarapan mie, bekal makan siang untuk sekolah juga mie. Tak ada uang jajan lebih. Bahkan untuk berangkat sekolah, aku harus menunggu ayah pulang dari ngojek.
Begitu mama mendapatkan jatah uang belanja dari ayah, langsung dibagi untuk berbagai keperluan. Poin yang utama adalah untuk uang belanja dan uang transportasi sekolahku. Aku berangkat naik bus umum, dan harus berjalan kaki selama 10 menit menuju ke sekolahku. Hanya 4 ribu rupiah uang sakuku di tahun 2014. Habis untuk membayar bus dan membeli 1 potong roti. Mama hanya bisa menyemangati, kalau ada rezeki, uang saku akan ditambahi.
Beruntung, aku masih sehat hingga kini. Mungkin juga berkat doa mamaku yang membuka pintu langit, agar anak-anaknya dikaruniai kesehatan. Sehingga segala makanan yang kami makan, berubah menjadi asupan tenaga untuk bertahan hidup. Sampai sekarang, aku selalu teringat nasihatnya. Tak boleh menolak makanan, asalkan tak beracun dan halal, maka harus diterima. Karena menerimanya, juga sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan akan menambah rezeki kepada kita. Tak hanya berupa harta benda, tapi juga berupa kesehatan, ketentraman, dan kebahagiaan.
Masa-masa kuliah, biasanya banyak digunakan mahasiswa untuk mengeksplor diri mereka. Gaya kekinian, travelling ke sana kemari, membeli produk-produk yang sedang hits, dan menghampiri tempat kongkow yang sedang trend bersama kawan-kawan tersayang. Tapi tidak bagiku. Uang kuliah yang pas-pasan, kendaraan pribadi pun tak punya, bahkan untuk membeli perangkat wajib bagi mahasiswa, berupa laptop pribadi juga tak mampu. Aku juga bukan mahasiswa berprestasi yang memiliki segudang beasiswa penunjang uang kuliah.
Keadaan yang serba minimalis ini, tak menyurutkan semangatku untuk belajar. Aku berusaha mencari tambahan penghasilan dengan menjual kembali makanan ringan yang dibeli mamaku dari tetangga di desa. Setiap kuliah, kubawa 1 kantong plastik besar, dan kutawarkan ke teman-temanku. Laba dari hasil jualanku, bisa kugunakan untuk tambahan uang makan dan membeli kertas untuk mencetak tugas-tugas kuliah. Mama memang tidak memberikan uang jajan yang lebih, tapi mama telah menanamkan karakter pantang menyerah karena keadaan. Dia mengajarkanku bagaimana harus bisa menghasilkan uang yang sedikit agar bisa bertambah.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/04/zoo-edited-5fc9a749d541df138c27aa94.jpg?t=o&v=770)
Ilmu yang kudapat dari mamaku ini, telah terbukti sukses untuk menyelamatkan uang tabungan sekaligus meraih impian-impian untuk membeli kebutuhan berbiaya cukup tinggi. Seperti biaya pernikahan, membeli kendaraan roda empat, dana haji, dan tabungan untuk membeli rumah. Memang pada awalnya harus sabar dan telaten bertahun-tahun mengumpulkan rupiah. Tapi kalau sudah tercapai, senangnya bukan main. Apalagi hasil dari jerih payah sendiri. Kesannya lebih berasa dan bermakna.
Ada satu hal lagi yang bisa kupelajari dari mamaku. Yaitu sewaktu ayahku akan tiada. Ketika sedang merawat ayah yang sakit, mama tidak pernah bercerita kepadaku. Mama benar-benar menahan diri untuk mengabariku. Demi agar aku bisa sukses dan bersemangat selama berada di kawah candradimuka pelatihan dasar CPNS tahun 2019 yang saat itu sedang kutempuh.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/04/img-20191211-wa0057-5fc9a5fad541df5ff2150e22.jpg?t=o&v=770)
Jika saja mamaku berkeluh kesah akan sakit yang diderita ayah, mungkin saja aku kehilangan semangat dan langsung meminta izin pulang agar bisa segera bertemu ayah. Bisa jadi aku tak bisa menuntaskan pendidikan tersebut. Tapi, mamaku mematuhi pesan ayah, agar menahan diri untuk mengabariku. Sehingga aku tetap bersemangat dan berjuang hingga akhir. Sungguh, mama luar biasa tangguh. Sebagai seorang wanita yang butuh tempat mencurahkan hati, aku merasa masih tak mampu bersikap demikian.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/04/with-mom-min-5fc9a6f2ef45f957ac35dbd2.jpg?t=o&v=770)
Darimu, aku belajar segala sesuatu. Tak perlu terburu, semua berjalan seiring waktu berlalu.
Darimu, aku membangun dan memperkuat pondasi karakter. Agar jadi pribadi yang tak mudah keder.
Darimu, aku tumbuh menjadi seorang ibu baru. Berusaha menjadi setangguh tekadmu.
Kini raga tak lagi kuat
Rambut memutih semakin merekah
Keriput makin melekat
Semoga sehat selalu dan dikaruniai umur panjang nan berkah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI