Mohon tunggu...
Aminnatul Widyana
Aminnatul Widyana Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger yang suka cari ilmu

Dina/Aminnatul Widyana/mom's of 2 childs/blogger/SM3T/teacher/tim penggerak PKK/Visit www.amiwidya.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bertolak dari Reok Menuju Ruteng bersama Tolak Angin

3 Agustus 2018   20:47 Diperbarui: 3 Desember 2018   20:42 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malang, Agustus 2018

Malam yang dingin diwarnai gerimis di sekitar rumah, membawa anganku menuju ke masa lima tahun silam. Sebuah masa penuh perjuangan, tekad, petualangan, juga sarat pengalaman akan makna kehidupan. Cerita yang tak akan ada habisnya untuk bisa kuceritakan ulang. Karena memang hanya tinggal cerita yang bisa kubagikan.

Bermula dari sebuah daerah di pelosok wilayah Nusa Tenggara Timur yang bernama Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai, kumulai cerita ini. Tempat dimana aku terdampar selama satu tahun sebagai guru Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal. Sebuah program pemerintahan yang kini tinggal kenangan.

Pantai Torong Besi, Reok, Manggarai (dokpri)
Pantai Torong Besi, Reok, Manggarai (dokpri)
Kecamatan Reok berada tepat di pesisir pantai. Dimana hamparan pasir dan laut yang menawan bisa dinikmati sepanjang tepian. Daerah pantai yang khas dengan suhu udara yang agak gerah dan bau asin air laut. Sungguh bertolak belakang dengan Kota Ruteng, pusat Kabupaten Manggarai.

Di sana terhampar sawah, bukit, dan gunung Ranaka yang menjulang. Sehingga menambah dinginnya suhu udara dan seringnya hujan menerpa. Hampir sama seperti wilayah tempatku bermukim sejak lahir, di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang.

Kedua tempat kontras yang mengisahkan beribu cerita. Disertai ketimpangan lain, mayoritas penduduk asli beragama Katolik sedangkan para pendatang beragama Islam. Namun ini tak jadi soal, mereka tetap mampu menjunjung tinggi kebinekaan.

Pemandangan dari atas bukit menuju desa Nggalak, Reok Barat, Manggarai (dokpri)
Pemandangan dari atas bukit menuju desa Nggalak, Reok Barat, Manggarai (dokpri)
Lain halnya dengan sebuah desa bernama Nggalak, tempatku bernaung. Desa ini berada di wilayah pemekaran kecamatan Reok, yaitu kecamatan Reok Barat. Di sini, aku jadi seorang muslimah sendirian. Suatu hal yang menjadikan salah satu alasan bolak-balik ke kota untuk sekedar memenuhi kerinduanku, dengan sowan ke masjid. Kerinduan kepada orang-orang tercinta, yang kutinggalkan di tanah Jawa. Dengan pergi ke tempat ibadah, sedikit banyak, kurasa bisa mengobati rindu setelah kutitipkan kepada Yang Maha Pengasih.

Yah, itu hanya salah satu alasan, dari segudang alasan lain aku bolak-balik dari desa ke kota. Seperti karena akan berbelanja, pergi ke Dinas Pendidikan, pertemuan dengan teman-teman, refreshing, atau, alasan klasik seperti mencari sinyal yang bagus.

Apa? Mencari sinyal? Iya... Cek sendiri kalau nggak percaya!

Berbeda dengan Reok yang berada di pantai, wilayah desa Nggalak ini berada di lembah, dikelilingi perbukitan di sekitarnya. Suhu udaranya hangat, tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin. Suatu sebab yang membuatku cukup nyaman dan kerasan berdiam di pelosok desa.

Senyaman-nyamannya di desa, tetap saja aku mengungsi ke kota Ruteng pada waktu-waktu tertentu. Seperti pada waktu perayaan hari raya Natal dan tahun baru. Bukan karena aku anti dengan hari raya agama tertentu, tapi lebih karena aku tidak ingin terlibat dengan budaya minum bir pada saat tahun baru di desa. Lebih baik aku berdiam diri di dalam masjid kota Ruteng yang dingin selama semalam suntuk. Meskipun perjalanan ke sana membutuhkan perjuangan yang lebih dahsyat daripada hari-hari biasanya.

Mengapa kukatakan lebih dahsyat? Karena untuk bisa ke sana di tahun baru, tidak tersedia mobil travel nyaman seperti hari-hari biasanya. Para sopir travel yang beragama Katolik, pasti merayakan hari besarnya. Sehingga membuat mereka libur bekerja untuk sementara. Kalaupun ada yang tetap bekerja, mereka sudah memuat penumpang lain yang sudah antre booking tempat dari Reok menuju Ruteng. Maka dengan sigap, muncullah inisiatif salah satu temanku dengan menghadang truk muatan yang masih kosong baknya untuk dijadikan tumpangan ke kota. Akupun ikut saja bersama kelima teman lainnya.

Perjalanan ke Ruteng naik truk (dokpri)
Perjalanan ke Ruteng naik truk (dokpri)
Selanjutnya, dengan naik truk ini kami membayar lebih murah daripada ongkos naik travel. Tetapi diimbangi dengan fasilitas yang super mewah, yaitu AC alami yang kencang di bagian bak truk, tempat duduk yang sangat luas, pemandangan ke luar yang lebih bebas, dan lika-liku rute jalan pegunungan yang tidak biasa. Karena harus memutar arah, tidak melewati jalur langsung menuju kota. Entah lewat daerah mana, aku sudah lupa.

Walhasil, aku yang hanya berkaos biasa tanpa mengenakan jaket ini langsung pusing, pucat, dan mual-mual di tengah jalan. Jelas aku terserang masuk angin dan mabuk kendaraan. Untungnya, bak truk yang terbuka lebar memudahkanku memuntahkan isi perut yang sudah bergejolak. Tidak perlu kebingungan mencari kantong plastik lagi.

Akhirnya, sepanjang perjalananpun menjadi cerita berkesan yang penuh gelak tawa. Tak henti-hentinya teman-teman menertawakanku. Untungnya waktu itu, ada seorang teman yang selalu siap sedia membawa permen dan obat herbal Tolak Angin. Diberikannya kepadaku sebagai pereda mabuk perjalanan dan penghilang rasa mual. Sesampainya di Kota Ruteng, akupun bergegas membeli sendiri satu pack Obat Herbal Tolak Angin di toko.

Baru sampai di Ruteng, Manggarai (Januari, 2013) (dokpri)
Baru sampai di Ruteng, Manggarai (Januari, 2013) (dokpri)
Aku percaya Tolak Angin adalah satu-satunya obat masuk angin yang mendapat sertifikat obat herbal terstandar. Sehingga bahan baku dan mutunya sudah terstandarisasi. Bahan-bahan herbal pilihan seperti adas, kayu ules, jahe, daun mint, dan madu dikomposisikan secara tepat dan diproses oleh pabrik Sidomuncul yang sudah berstandar farmasi.

Aneka Produk Tolak Angin Sidomuncul (dokpri)
Aneka Produk Tolak Angin Sidomuncul (dokpri)
Resep yang sudah ada sejak tahun 1930 ini juga sudah lulus uji toksisitas dan uji khasiat, jadi aman untuk dikonsumsi. Selain itu, Tolak Angin ampuh mengatasi masuk angin serta meningkatkan imunitas tubuh.

Aku jadi menyesal mengapa nggak minum obat herbal Tolak Angin dan nggak sedia minyak angin Tolak Angin Care saat akan berangkat perjalanan jauh selama kurang lebih 3 jam. Sehingga angin pun menyerang, membuatku mabuk perjalanan dan kecapaian.

Pengalaman ini membuatku belajar dan mejadikanku lebih berhati-hati saat akan perjalanan jauh. Sesuai dengan slogan Tolak Angin,"Orang pintar minum Tolak Angin Sidomuncul". Kini dengan selalu sedia Tolak Angin saat bepergian, membuatku lebih tenang karena nggak takut masuk angin, capai, pusing, mual, dan mabuk perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun