Malang, Agustus 2018
Malam yang dingin diwarnai gerimis di sekitar rumah, membawa anganku menuju ke masa lima tahun silam. Sebuah masa penuh perjuangan, tekad, petualangan, juga sarat pengalaman akan makna kehidupan. Cerita yang tak akan ada habisnya untuk bisa kuceritakan ulang. Karena memang hanya tinggal cerita yang bisa kubagikan.
Bermula dari sebuah daerah di pelosok wilayah Nusa Tenggara Timur yang bernama Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai, kumulai cerita ini. Tempat dimana aku terdampar selama satu tahun sebagai guru Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal. Sebuah program pemerintahan yang kini tinggal kenangan.
Di sana terhampar sawah, bukit, dan gunung Ranaka yang menjulang. Sehingga menambah dinginnya suhu udara dan seringnya hujan menerpa. Hampir sama seperti wilayah tempatku bermukim sejak lahir, di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang.
Kedua tempat kontras yang mengisahkan beribu cerita. Disertai ketimpangan lain, mayoritas penduduk asli beragama Katolik sedangkan para pendatang beragama Islam. Namun ini tak jadi soal, mereka tetap mampu menjunjung tinggi kebinekaan.
Yah, itu hanya salah satu alasan, dari segudang alasan lain aku bolak-balik dari desa ke kota. Seperti karena akan berbelanja, pergi ke Dinas Pendidikan, pertemuan dengan teman-teman, refreshing, atau, alasan klasik seperti mencari sinyal yang bagus.
Apa? Mencari sinyal? Iya... Cek sendiri kalau nggak percaya!
Berbeda dengan Reok yang berada di pantai, wilayah desa Nggalak ini berada di lembah, dikelilingi perbukitan di sekitarnya. Suhu udaranya hangat, tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin. Suatu sebab yang membuatku cukup nyaman dan kerasan berdiam di pelosok desa.
Senyaman-nyamannya di desa, tetap saja aku mengungsi ke kota Ruteng pada waktu-waktu tertentu. Seperti pada waktu perayaan hari raya Natal dan tahun baru. Bukan karena aku anti dengan hari raya agama tertentu, tapi lebih karena aku tidak ingin terlibat dengan budaya minum bir pada saat tahun baru di desa. Lebih baik aku berdiam diri di dalam masjid kota Ruteng yang dingin selama semalam suntuk. Meskipun perjalanan ke sana membutuhkan perjuangan yang lebih dahsyat daripada hari-hari biasanya.
Mengapa kukatakan lebih dahsyat? Karena untuk bisa ke sana di tahun baru, tidak tersedia mobil travel nyaman seperti hari-hari biasanya. Para sopir travel yang beragama Katolik, pasti merayakan hari besarnya. Sehingga membuat mereka libur bekerja untuk sementara. Kalaupun ada yang tetap bekerja, mereka sudah memuat penumpang lain yang sudah antre booking tempat dari Reok menuju Ruteng. Maka dengan sigap, muncullah inisiatif salah satu temanku dengan menghadang truk muatan yang masih kosong baknya untuk dijadikan tumpangan ke kota. Akupun ikut saja bersama kelima teman lainnya.
Walhasil, aku yang hanya berkaos biasa tanpa mengenakan jaket ini langsung pusing, pucat, dan mual-mual di tengah jalan. Jelas aku terserang masuk angin dan mabuk kendaraan. Untungnya, bak truk yang terbuka lebar memudahkanku memuntahkan isi perut yang sudah bergejolak. Tidak perlu kebingungan mencari kantong plastik lagi.
Akhirnya, sepanjang perjalananpun menjadi cerita berkesan yang penuh gelak tawa. Tak henti-hentinya teman-teman menertawakanku. Untungnya waktu itu, ada seorang teman yang selalu siap sedia membawa permen dan obat herbal Tolak Angin. Diberikannya kepadaku sebagai pereda mabuk perjalanan dan penghilang rasa mual. Sesampainya di Kota Ruteng, akupun bergegas membeli sendiri satu pack Obat Herbal Tolak Angin di toko.
Aku jadi menyesal mengapa nggak minum obat herbal Tolak Angin dan nggak sedia minyak angin Tolak Angin Care saat akan berangkat perjalanan jauh selama kurang lebih 3 jam. Sehingga angin pun menyerang, membuatku mabuk perjalanan dan kecapaian.
Pengalaman ini membuatku belajar dan mejadikanku lebih berhati-hati saat akan perjalanan jauh. Sesuai dengan slogan Tolak Angin,"Orang pintar minum Tolak Angin Sidomuncul". Kini dengan selalu sedia Tolak Angin saat bepergian, membuatku lebih tenang karena nggak takut masuk angin, capai, pusing, mual, dan mabuk perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H