Oleh Amidi
Â
Pribahasa "lebih baik mencegah dari pada mengobati" kebanyakan anak negeri ini memaknai-nya dari aspek kesehatan. Padahal, pribahasa ini justru mengandung makna yang luas, terlebih bila ditinjau dari aspek ekonomi.
Â
Secara umum pribahasa "lebih baik mencegah dari pada mengobati" ini dapat diartikan lebih baik menghentikan  atau memulai sesuatu sebelum terjadi hal buruk. Pribahasa ini mengandung makna bahwa tindakan pencegahan dapat membantu menghindari kesulitan penderitaan, dan perjuangan. (Ringkasan AI)
Dari pengertian ini, sepertinya pribahasa "lebih baik mencegah dari pada mengobati" ini identik dengan "sedia payung sebelum hujan". Saya bukan ahli bahasa, tetapi paling tidak dari pribahasa  yang ada, sepertinya "pencetus" nya ingin menunjukkan bahwa anak negeri ini yang tergolong dalam rumpun melayu mempunyai khasanah kata yang mengandung nilai filosofi  yang tinggi dan memberi kesan sopan dan santun.
Aspek Kesehatan.
Terlepas dari makna yang yang terkandung, yang jelas kita diperintahkan agar dapat melindungi diri dari suatu penyakit. Kita diminta untuk melakukan berbagai upaya dan atau tindakan, agar kita terhindar dari suatu penyakit. Dengan kata lain, dalam syariat agama yang kita anut bahwa kita diperintahkan agar melakukan suatu "ikhtiar" sebelum datangnya sesuatu yang tidak kita harapkan.
Maaf ini hanya berbagai pengalaman, karena saya bukan ahli kesehatan. Dalam kehidupan sehar-hari, sering kita lihat atau kita alami, bahwa kita baru akan 'mengehntikan" atau "memperbaiki" atas kesalahan atau merubah kebiasaan yang salah setelah sesuatu yang tidak kita harapkan tersebut terjadi.
Bila kita sudah terjangkit suatu penyakit, baru kita menyadari bahwa lantaran pola makan kita salah, bahwa kebiasaan yang kita lakukan salah, bahwa tindakan yang kita lakukan salah. Misalnya, seseorang oknum "perokok berat", pada suatu saat menderita penyakit akut. Setelah penyakit tersebut menjangkiti diri nya, baru ia mulai sadar, mulai mengurangi intensitas merokok bahkan menghentikannya.
Begitu juga dengan penderita maag, berdasarkan pengalaman saya, karena sering terlambat makan dan makan tidak tertib, akhirnya menderita penyakit "maag". Dengan  menyadari pola makan dan cara makan yang salah, maka dengan serta merta  pasca didera maag,  pada saat itu saya mulai memperbiki pola makan dan makan secara tertib. Masih banyak contoh lainnya.
Â
Aspek ekonomi.
Bila di simak, bila kita sudah terjangkit suatu penyakit, ternyata bukan hanya dari aspek kesehatan saja yang membuat kita menderita kerugian, tetapi dari aspek ekonomi pun justru kita juga akan merugi.
Bila kita terjangkit suatu penyakit, katakanlah dirawat di rumah sakit, kita sudah kehilangan waktu, kita sudah menguras uang untuk membayar jasa berobat, yang jelas kita akan menciptakan opportunity cost yang tidak kecil. Syukur jika kita ada ansuransi kesehatan, biaya yang kita keluarkan tidak terlalu besar, bila berobat umum atau tidak dengan asuransi kesehatan, maka kita akan mengeluarkan uang yang tidak kecil.
Apalagi bila kita menyimak, pasca kita dirawat yang mengharuskan  minum obat secara  rutin, artinya kita harus terus menerus mengeluarkan uang. Tidak hanya itu, kondisi phisik kita pun ikut terganggu, belum lagi efek obat terhadap organ tubuh kita.
Dengan demikian, sudah selayaknyalah kita harus  mengemplementasikan pribahasa "lebih baik mencegah dari pada mengobati". Kesehatan itu ternyata mahal, bukan mahal dari  sisi ongkos yang harus kita keluarkan tetapi yang membuat ia mahal justru dari aspek ekonomi dan pertimbangan dari aspek phisik, kita  harus fit agar kita tetap dapat menjalankan aktivitas ekonomi dan melakukan pengabdian selaku manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam hal ini, tidak heran bila ada dari kalangan orang kaya  yang sudah merasakan sakit dan dirawat di rumah sakit,  sampai ia harus mengatakan bahwa "tempat tidur rumah sakit merupakan tempat tidur termahal", karena saking tidak ada orang yang mau menggantikan kita yang sedang sakit untuk menenmpati tempat tidur rumah sakit yang kita tempati. Dengan kata lain,  tidak ada yang bisa menukar penyakitnya dengan harga yang mahal.
Aspek ekonomi yang perlu kita perhatikan adalah mahalnya harga kesehatan itu sendiri. Maaf, sekedar berbagi pengamalam, katakanlah pada saat kita sehat dan atau pada saat tubuh kita fit, makan apa saja akan terasa enak, namun, bila tubuh atau phisik kita tidak sehat, maka makan enak terasa tidak enak, pahit/hambar  karena kita tidak ada nafsu makan.
Sekali lagi kesehatan itu mahal. Agar kita tidak menebus harga kesehatan yang mahal tersebut, maka tidak ada salahnya kita mengemplementasikan pribahasa " lebih baik mencegah dari pada mengobati".
Â
Tuntutan Agama Harus Diikuti!!
Dalam hidup dan kehidupan ini manusia perlu suatu tuntutan, manusia harus ber-agama. Secara umum setiap manusia dimuka bumi ini membutuhkan agama, di negeri ini sudah ada beberapa agama yang sudah berjalan dan berdampingan serta antar pemeluknya sudah "bermesraan".
Bila diperhatikan, setiap agama mengajarkan atau memberi tuntunan agar pemeluknya patuh dengan ajaran agama yang di anut nya. Dalam agama yang pemeluknya mayoritas di negeri ini, dikenal dengan syariat. Pemeluknya harus menjalankan syariat atau harus taat dengan syariat yang sudah digariskan.
Misalnya dalam agama yang pemeluknya mayoritas tersebut, ada syariat dan atau prinsip "makanlah sebelum lapar" dan berhenti  sebelum kenyang" suatu pendekatan yang sederhana namun efektif dalam menjaga kesehatan. Denga mengukitui prinsip ini, kita tidak hanya membantu mejaga berat badan yang sehat tetapi juga mengurangi resiko gangguan pencernaan dan penyakit yang terkait dengan pola makan. (rri.co.id)
Pribahasa ini identik dan berrhubungan dengan pribahasa yang lain, seperti alon-alon asal kelakon (lambat-lambat asal selamat). Pengalaman saya lantaran saya tidak ber-hati-hati dan ter-buru-buru berjalan, begitu menapaki suatu jalan (kramik) yang miring di suatu hotel setelah memberi seminar, saya  terjatu, sepatu tersandung di lantai,  singkat kata, setelah diperiksa dan diagnosa dokter  rumah sakit,  tulung lutut  saya retak kecil (fraktur), saya harus dioprasi dipasang kawat kecil (wire) di tulang lutut dan harus ber-istrirahat terbaring di rumah sakit.
Dengan menderita sakit lutut tersebut, saya belum bisa melakukan aktivitas  sebagaimana mstinya lebih kurang satu bulan.  Dengan demikian lantaran hal tersebut, saya sudah menciptakan opportunity cost yang tidak kecil.
Kemudian mahalnya biaya berobat ini, saya buktikan sendiri pada saat saya diberi amanah sebagai manager keuangan salah satu Rumah Sakit di daerah saya. Saya melihat beberapa kwitansi pembayaran, Â ada yang membayar ongkos pengobatan di atas Rp. 10 juta-an bahkan ada yang dua kali lebih dari itu.
,
Dengan demikian, mari kita senantiasa mengemplementasikan pribahsa "lebih baik mencegah dari pada mengobati" tersebut, terutama dari aspek kesehatan agar kita dari aspek ekonomi tidak merugi. Mari kita berikhtiar dengan menjaga pola makan dan makan dengan tertib, agar tubuh kita senantiasa dikaruniahi Tuhan Yang Maha Esa kesehatan, kekuatan dan kebugaran. Aamiiiiin ya robbal alamin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI