Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Upah Minimum (UMP/UMK/UMR) 2025 Sudah Ditetapkan, Bagaimana Sebaiknya?

15 Desember 2024   17:03 Diperbarui: 15 Desember 2024   17:03 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila diperhatikan kondisi dilapangan, memang tidak semuda membalik telapak tangan para pelaku bisnis atau pemberi kerja tersebut untuk membayar kompensasi pekerja sesuai dengan UMP, apalagi untuk melebihi ketentuan UMP.

Dengan tidak menafikan suatu kondisi, memang masih ada pelaku bisnis  atau pemberi kerja yang kondisi bisnis atau kondisi kantor-nya yang masih "terseok-seok", dan memang sudah ada pelaku bisnis  atau pemberi kerja yang kondisi bisnis atau kondisi kantornya yang memang sudah siap untuk menerapkan besaran UMP.

Kita berharap, pelaku bisnis  atau pemberi kerja "jujur" denga pekerjanya, jika memang unit bisnis pelaku bisnis  atau pemberi kerja masih mengalami kesulitan "keuangan", maka sampaikan dengan baik kepada pekerja, agar mereka memahami kondisi yang ada. Namun, jika kondisi unit bisnis pelaku bisnis atau pemberi kerja memang sudah mapan, sudah maju, sudah baik, mengapa tidak mereka harus mentaati besaran UMP tersebut.

 

Jangan jadikan senjata "kondisi yang ada".  Misalnya, jika Anda tidak mau dibayar "sekian", silakan mencari tempat kerja lain, jika Anda tidak mau dibayar "sekian", maaf saja, kami tidak bisa menerima Anda. Jika kata-kata "pamungkas" ini sudah diutarakan mereka, maka para calon pekerja dan pekerja akan "keder", akan "ciut".

Sehingga, dilapangan, yang ada, berapa saja saya dibayar, yang penting saya bisa bekerja. Inilah suatu keadaan dilapangan yang sepertinya sudah menjadi "buah simalakama". DIlapangan, memang tidak sedikit calon pekerja atau pengangguran yang "antri" untuk bisa bekerja, sehingga persoalan kompensasi terkadang mereka letakkan pada urutan nomor 10, yang penting dapat bekerja.

 

Bagaimana sebaiknya?

Dalam menghadapi fenomena ini, kita harus bijak, kita harus mengambil kebijakan yang bijak dan proporsional. Jika memang, kondisi unit bisnis pelaku bisns atau pemberi kerja tersebut memang dalam kondisi yang belum mapan, maka agar  mereka dapat menerapkan besaran UMP tersebut, mereka perlu uluran tangan, perlu diberi incentif  dan berbagai bantuan lainnya.

Apalagi, mengingat "rational expectation" pelaku bisnis cepat sekali mereka "mainkan", sehingga UMP belum dinaikkan pun, mereka sudah  menaikkan harga-harga barang.

Saya ingat dalam mengatasi kelesuan pasar akibat krisis ekonomi tahun  1998 lalu, pmerintah memberikan incentif bantuan upah atau gaji kepada pelaku bisnis agar tidak melakukan PHK selama lebih kurang dua tahun dengan besaran dan ketentuan yang disekapati antara pemerintah dengan pelaku bisnis. Pada saat itu saya ingat betul, karena saya salah satu diamanahi sebagai konsultannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun