Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada Jangan Dipandang sebagai Investasi, tetapi Pandanglah sebagai Ajang Perjuangan!

9 Desember 2024   07:04 Diperbarui: 11 Desember 2024   22:18 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mural tentang ajakan menolak politik uang dan mengawasi pemilu yang adil menghiasi tembok rumah warga di Parigi, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/6/2020). KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Kondisi tersebut, terkadang diperparah oleh oknum tim calon atau oknum sponsor yang juga menganggap dana yang dikeluarkannya tersebut sebagai "investasi". Sehingga oknum dari kalangan mereka pun mulai menghitung-hitung kapan investasi yang dikeluarkan tersebut akan kembali.

Fenomena ini lah yang akan mendorong oknum melakukan tindakan "korupsi" tersebut, tidak hanya oknum pimpinan kepala daerah, tetapi oknum sebagai pemberi dana atau oknum yang mendorong agar oknum calon terpilih pun biasanya akan terlibat "korupsi" pula.

Tempo.co, 7 Mei 2024, mensitir 61 kepala daerah jadi tersangka korupsi pada periode tahun 2021-2023.

AntaraNews.com, 14 Agustus 2024 memberitakan bahwa KPK RI menyatakan ada 167 kepala daerah terjerat korupsi sepanjang tahun 2004-2024.

CNN Indonesia.com, 16 Januari 202 menyatakan bahwa Tahun 2023 KPK telah menjerat tersangka 1 menteri, Wamen dan 6 kepala daerah.

Kompas.com, 19 Desember 202 juga mensitir bahwa ada 4 kepala daerah dilakukan OTT oleh KPK pada tahun 2023.

Mengapa Bisa Terjadi?

Memang, jika masih ada oknum kepala daerah yang memenangkan persaingan atau pertarungan Pilkada senantiasa berorientasi atau beranggapan bahwa biaya politik tersebut adalah investasi, maka korupsi akan tetap merajalela.

Kemudian, biasanya korupsi yang dilakukan mereka tersebut melibatkan pihak lain, pihak swasta dan pihak yang terkait lainnya. Sehingga, angka korupsi tersebut semakin "gede". Dengan demikian, maka angka kerugian negara pun "semakin gede".

Kondisi ini bertentangan dengan apa yang telah menjadi program prioritas Bapak Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut.

Jika terjadi kebocoran di sana sini, maka dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan atau untuk memburu pertumbuhan ekonomi tersebut akan "menguap". Jika dana tersebut tidak dimanfaatkan pada tempatnya bisa saja akan menyebabkan program yang akan dilaksanakan "terganggu alias macet".

Bila dirunut, jika dana yang akan digunakan untuk pembangunan tersebut "menguap" bukan hanya akan menghambat pembangunan atau mengganggu pertumbuhan ekonomi saja, tetapi akan "mensengsarakan rakyat". Kesejahteraan rakyat akan sulit untuk ditingkatkan, dan atau langkah untuk mensejahterakan rakyat akan terhambat.

Bagaimana Sebaiknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun