Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kini Kesejehateraan Semu Itu Semakin Nyata?

30 Oktober 2024   05:56 Diperbarui: 30 Oktober 2024   12:30 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- KOMPAS/Heryunanto

Oleh Amidi

Fasilitas kredit yang ditawarkan oleh lembaga keuangan, bank maupun non bank, makin hari makin dipermudah. Biasanya pihak pemberi kredit akan membidik pegawai tetap pada tempat mereka bekerja, karena gaji pegawai tetap tersebut, bisa langsung dijadikan jaminan (jaminan cicilan tidak macet) termasuk tempat mereka bekerja pun bisa untuk dijadikan jaminan.

Kemudian, bertolak dari pengalaman, pegawai tetap jarang melakukan penundaan cicilan. Sehingga, bank dan non bank berlomba-lomba memburu lewat tempat yang mempekerjakan mereka.

Selama masih tercatat sebagai pegawai, maka cicilan akan lancar. Apalagi pihak bank dan non bank tempat memperoleh kredit, langsung memotong gaji pada bendahara tempat mereka bekerja. Sehingga, peluang untuk terjadi kredit macet relatif kecil, kecuali jika pihak bank atau non bank menagih secara langsung cicilan kepada mereka (tidak melalui bendahara). 

Dengan semakin mudahnya pemberian kredit tersebut, maka anak negeri ini sangat mudah untuk memiliki aset atau harta, seperti rumah, kendaraan, atau lainnya. Dengan sudah memiliki rumah, kendaraan atau lainnya tersebut, seakan-akan sudah sejahtrera.

 Kesejahteraan Semu.

Secara sederhana, sesorang dikatakan sejahtera apabila semua kebutuhannya dapat dipenuhinya. Namun, bila kebutuhannya tersebut dapat dipenuhinya melalui pembelian secara kredit, atau kelihannya ia "mampu" sudah mempunyai aset ini dan itu, namun pada kenyataanya ia "belum mampu" memperoleh aset tersebut secara normal atau membeli tanpa "utang", maka seseorang tersebut (ternasuk kita) tidak berlebihan kalau dikatagorikan belum sejahtera atau "sejahtera semu" atau "kesejahteraan semu".

Mereka/kita mempunyai aset ini dan itu, rumah, mobil dan lainnya. Padahal, bila diperhatikan, mereka/kita tidak bisa serta merta dikategorikan sudah sejahtera, namun sejahteranya tersebut masih tergolong "sejahtera semu" atau "kesejahteraan semu".

Memang, kalau diperhatikan mereka/kita telah mempunyai aset ini dan itu. Namun, kenyataannya sebagian besar memeperolehnya dari kredit. Mereka/kita harus berjuang setiap bulan untuk membayar cicilan, terkadang menyita cuan untuk memenuhi kebutuhan pokok demi mengutamakan pembayaran cicilan.

Bahkan begitu mendekati tanggal jatuh tempo, mereka/kita mulai was-was, jangan-jangan gaji atau penghasilan yang diterima kurang untuk membayar cicilan tersebut, karena sudah ada potongan ini dan itu melalui bendahara.

Indikasi Sejahtera Semu.

Untuk mengetahui apa yang menjadi indikasi bahwa mereka/kita dikategorikan sudah sejahtera tetapi semu (sejahtera semu). Setidaknya ada beberapa "sinyal" yang bisa disaksikan dalam hidup dan kehidupan.

Mereka/kita berjuang dan bertahan hidup demi meloloskan pembayaran cicilan. Setiap akhir bulan atau menjelang jatuh tempo pembayaran cicilan, mereka/kita mulai "gusar", jika gaji yang akan diterima tidak cukup untuk membayar cicilan, karena mereka/kita juga ada potongan ini dan itu dan atau ada pula kas bon pada bendahara.

Sehingga, tidak jarang bila mendekati tanggal jatuh tempo, bendahara terkadang memanggil mereka/kita, untuk meminta menyediakan uang tambahan untuk mencukupi pembayaran cicilan.

Kemudian, untuk menyimpan barang atau aset yang peroleh melalui kredit tersebut, terkadang terkendala dengan tempat. Misalnya mobil kredit, mereka/kita memberanikan diri untuk membeli mobil dengan jalan kredit, sementara belum memiliki garasi mobil di rumahnya.

Sehingga, mereka/kita memarkir mobil sembarangan, ada yang memarkir mobil dijalan, ada yang memarkir mobil di depan rumah, ada yang memarkir mobil diperempatan gang, ada yang menyewa tempat tempat menyimpan atau memarkir mobil. Di Palembang, tempat-tempat "kost" pun terkadang berjajar mobil di jalan parkir sembarangan, mereka kebanyakan kuliah menggunakan mobil milik orangtuanya yang dibeli secara kredit.

Kemudian, akhir-akhir ini tidak sedikit anak negeri ini yang menungak membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Berdasarkan data, pada tahun 2021 lalu saja tercatat sekitar 103 juta kendaraan, sekitar 40 juta yang belum mebayar PKB, atau sekitar 39 persen menunggak PKB (Kompas.com, 08 Juni 2022)

Kesulitan memelihara barang yang diperoleh secara kredit. Misalnya, mobil jarang di service atau diganti oli, karena mempertimbangkan cuan, cuan yang dimiliki terkadang pas-pas-an untuk membayar cicilan. Sehingga kendaraan cepat rusak, timbul biaya tinggi.

Adanya penarikan, penyitaan dan lain-lain atas barang yang dbeli secara kredit, karena menunggak membayar cicilan. Misalnya mobil atau motor kredit, bila menunggak membayar cicilan lebih dari waktu yang telah ditetapkan, pihak leasing akan menarik atau mengambil kendaraan tersebut.

Ada juga kasus, leasing membawa kredit macet bermasalah kepada pihak yang berwajib atau ke rana hukum. Seperti kasus yang menimpa oknum pegawai BUMN di salah satu kota di negeri ini, pernah diberitakan menunggak cicilan mobil beberapa bulan, sehingga ia dilaporkan ke pihak yang berwajib. (lihat tiktok.com)

Ekses Sejahtera Semu

Mereka/kita yang memperoleh fasilitas kredit, seperti kredit mobil, sementara tidak memiliki garasi mobil, maka terpaksa akan menggunakan fasilitas umum yang akan menggangu publik. Misalnya saat akan memarkir mobil sembarangan, di jalan, di depan rumah, berjajar disepanjang gang, sehingga menggangu kenyamanan pemakai jalan.

Penyediaan fasilitas publik yang harus terus disesuaikan untuk diperbesar atau diperlebar. Akibat terus bertambahnya jumlah kendaraan (mobil dan motor) lantaran mudahnya memperoleh fasilitas kredit (mobil dan motor) tersebut, maka penyediaan jalan harus terus diperlebar/diperbesar. Gaikindo.or.id, 2019 mensinyalir hampor 80 persen lebih pembelian mobil penumpang/pribadi dilakukan secara kredit.

Dengan demikian, maka beban anggaran negara akan semakin besar untuk penyediaan fasilitas dan atau sarana publik tersebut. Sementara negeri ini pun sudah memiliki utang yang jumlahnya tidak kecil bahkan sudah melewati ambang batas.

Tidak sedikit anak negeri ini yang membeli barang secara kredit terpaksa harus "menyita pikiran" karena harus memikirkan bagaimana caranya agar kredit bisa lunas. Sehingga sebagian besar energi mereka/kita terkuras untuk memikirkan bagaimana agar pembayaran cicilan lancar.

Lebih jauh, kondisi ini akan mempengaruhi kinerja. Akibat gaji sudah habis terkuras untuk membayar cicilan, maka berimbas pada malas bekerja, akhirnya mempengaruhi kinerja.

Bagaimana Sebaiknya?

Anak negeri ini benar-benar tergolong sejahtera, apabila membeli sesuai dengan kemampuan, membeli tanpa "utang". Memang sulit, apalagi melihat kondisi saat ini, namun ke depan sebaiknya diusahakan demikian.

Agar aset (mobil) yang dimiliki tidak menimbulkan ekses negatif di masyarakat, sebelum membeli mobil kredit harus memperhatikan sarana ikutan yang dimiliki, kalau belum ada garasi, sebaiknya usahakan terlebih dahulu atau memberlakukan larangan untuk menunda membeli mobil.

Jangan melihat aspek tampilan harta secara fisik saja, tetapi harus dicermati dari mana harta tersebut diperoleh (kredit atau cash), supaya bila kita ingin mengambil kebijakan agar tidak bias.

Usahakan dengan memiliki aset (mobil atau lainnya) yang dibeli secara kredit, harus memacu kinerja bukan sebaliknya justru menggangu kinerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun