Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berhati-hati dengan Pembatasan BBM Subsidi!

30 Juni 2024   20:13 Diperbarui: 30 Juni 2024   20:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh Amidi

Pemberian subsidi BBM di Indonesia  sudah berlangsung lama, di masa Presiden Soekarno sudah dimulai. Penerapan kebijakan subsidi BBM antar negara berbeda. Negara ASEAN mempunyai kebijakan tersendiri.

 Vietnam hanya memberikan subsidi  saat kondisi sosial dan ekonomi di negaranya  darurat. Filipina hanya memberikan subsidi BBM  jenis solar untuk  sektor tertentu (transportasi umum, nelayan dan pertanian). Thailand memberikan subsidi  BBM jenis solar  melalui fuel fund, pembebasan pajak dan pembatasan harga.  Malaysia memberikan subsidi BBM RON 95 dan Solar CN 51, sementara Singapura tidak memberikan subsidi BBM sama sekali. (liputan6.com, 5 Januari 2023)

Cara pemebrian subsdi pun berbeda-beda, di Indonesia subsidi diberikan kepada objek (BBM), sehingga mulai saat itu sampai saat ini, siapa saja bisa  membeli BBM subsidi.

Pada masa itu, memang belum menimbulkan masalah, karena jumlah subsidi  masih kecil.    Dengan  bertambahnya   pemakai BBM subsidi terus bertambah, subsidi BBM pun terus diperbesar. Sayangnya  subsidi BBM belum tepat sasaran, mengakibatkan  beban anggaran semakin berat, timbul dorongan  untuk membatasi  BBM subsidi.

Kebijakan subsidi  harus susuai dengan  konstitusi. Berdasarkan  UUD 1945 Pasal 34 ayat (1) dan (2),  kebijakan subsidi harus difokuskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, memberdayakan masyakat  lemah dan  tidak mampu. Kemudian berdasarkan Pasal 33 ayat 4,  pemberian subsidi harus mengacu pada prinsip efisiensi yang berkeadilan, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.

Trade-off.

Bila tidak, justru  suatu pelanggaran.  Jika  subsidi diberikan  secara umum, akan melanggar UU.   Pemerintah tengah menggodok  pembatasan BBM sudsidi, yang tertuang dalam kajian revisi Peraturan Presiden (PP)  Nomor 191 Tahun 2014. Pemerintah dalam tempo dekat akan membatasi BBM subsidi.

Disatu sisi bila pemerintah membatasi  BBM subsidi, konsekuensinya pemerintah disinyalir  melanggar  ketentuan yang ada. Mkri.id, 20 Maret 2024, mengungkap pernyataan pengamat perminyakan Kutubi, bahwa  pemerintah  dinilai melanggar hukum sesuai dengan ketentuan Mahkamah Konstitusi, apabila membatasi konsumsi  BBM subsidi untuk kendaraan pribadi. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa pembatasan BBM subsidi bertarti  memaksakan rakyat untuk beralih dari penggunaan BBM subsidi ke BBM non subsidi.

Disisi lain, bila  BBM subsidi tidak dibatasi, akan membebani anggaran, karena makin hari anggaran subsidi BBM  semakin besar. Kementerian ESDM menetapkan target subsidi energi pada tahun 2024 ini mencapai Rp. 186,9 triliun.  Untuk BBM dan LPG sebesar Rp. 113,3 trilun dan kelistrikan mencapai Rp 73,6 triliun. (CnbcIndonesia.com, 16 Januari 2024).

Menurut hemat saya agar tidak melanggar dan atau sesuai konstitusi, kata pembatsan BBM subsidi dapat diiganti atau dikembalikan saja dengan sebutan "Subsidi BBM Tepat Sasaran".

Memang  bila dirunut, pemakai BBM subsidi,  sebagian besar oleh kalangan pribadi/rumah tangga  yang bertujuan untuk  memburu rupiah. Misalnya;  ojek online, taxi online, transfortasi tradisional, dimana jumlah kelompok ini sudah jutaan.  Selanjutnya, pemakai BBM subsidi dari kalangan rumah tangga  pun,  menggunakan kendaraan bukan untuk bersenang-senang, tetapi sebagian besar kendaraan yang  mereka gunakan untuk bekerja.

 

Perlu kehati-hatian.

Untuk menghindari trade-off, perlu prinsip kehati-hatian (prudential), agar kebijakan yang dikatakan pembatasan BBM subsidi tersebut tidak menyalahi konstitusi, tidak  merugikan rakyat dan tidak mengikis kredibilitas pemerintah.

Berdasarkan informasi     bahwa pemerintah  akan  menghapus BBM jenis pertalite, digantikan BBM dengan Pertamax  Green 92,  harganya lebih mahal dari pertalite.  Informasi tersebut  disambut oleh beberapa pihak SPBU, dengan tidak lagi  menjual BBM subsidi jenis pertalite, mereka sudah resmi menjual Pertamax Green 95.

Bila salah bersikap, maka akan menciptakan opportunity cost yang tidak kecil.  Kebijakan  akan diambil harus sudah melalui pembahasan yang matang, hindari "tarik ulur".

Sebelumnya  pemerintah  sudah pernah mengambil  kebijakan  untuk mengatur  BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar, namun dibatalkan. Tempo.co, 12 Maret 2024 memaparkan pada tahun 2014, pemerintah mengambil kebijkaan menggunakan alat deteksi Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengefektifkan  penggunaan BBM subsidi.

Alat tersebut dipasang gratis di SPBU oleh kontraktor yang ditunjuk. Sudah ratusan ribu kendaraan dipasang alat deteksi RFID, namun tiba-tiba  pemerintah membatalkannya.

Pada bulan Juli 2022, pemerintah kembali akan mengatur  BBM  subsidi dengan menggunakan  aplikasi MyPertamina. Pemohon diharuskan  mendaftarkan kendaraannya beserta melengkapi persyaratan yang telah ditentukan. Namun, lagi-lagi  kebijakan ini kembali batal diterapkan.

Dari dua  kebijakan tersebut, memberi kesan bahwa kebijakan yang diambil masih try and error  dan belum menyentuh pada substansi yang sebenarnya. Mengingat pemakai BBM subsidi terus bertambah  dan sebagian besar dari kelompok pemakai memang tergolong "pemakai yang masih harus diberi subsidi", maka  subsidi   masih  diperlukan.  Selain itu, subsidi pun diperlukan  dalam rangka mendorong pertumbuhan dan investasi sektor tertentu, seperti usaha kecil,  dan pertanian, yang akan membantu pemerintah menekan angka pengangguran.

Kemudian masih diperlukannya subsidi BBM tersebut, pemilik kendaraan yang ada di negeri ini mayoritas bukan karena  "berduit", kebanyakan mereka membeli secara kredit dan akan digunakan untuk memburu rupiah. Artinya mereka membeli kendaraan tersebut  sesungguhnya belum sejahtera,  karena dipaksakan, wajar kalau tidak sedikit pemilik kendaraan  yang menunggak pembayaran pajak, karena kendala keuangan.

Agar  subsidi  tepat sasaran, maka  sebaiknya diganti dengan merubah model kebijakan pemberian subsidi.   Menurut hemat saya,  subsidi BBM  idealnya diberikan kepada subjek (pemakai BBM)  bukan kepada objeknya (BBM).

Model kebijakan subsidi BBM yang demikian  masih belum  sesuai dengan prinsip efisiensi yang berkeadilan, masih terjadi penyimpangan, belum  tepat sasaran,  memberi peluang  kepada semua pemakai BBM memburu BBM subsidi,  bukan rahasia umum lagi  jika orang kaya  ikut membeli BBM subsidi, lebih dari 60 persen BBM subsidi justru dinimati  orang kaya.  

Untuk itu sudah saatnya model kebijakan memang harus dirubah, subsidi BBM harus diberikan kepada subjeknya (pemakai BBM). Langkah pemerintah merevisi PP Nomor 191 Tahun 2014 sebenarnya sudah tepat untuk mengupayakan subsidi BBM tepat sasatan, bukan pembatsan BBM subsidi.

Misalnya, pembatasan konsumsi BBM subsidi berdasarkan cc  motor dan mobil pun belum menjamin subsidi tepat sasaran berhasil baik bahkan bisa saja menimbulkan masalah baru. Sebenarnya  ada yang cc nya di bawah ketentuan tersebut, namun harganya justru selangit.

Kebijakan pemberian subsidi lebih mengena, manakala pemerintah "berani" mengambil kebijakan pro rakyat walaupun   tidak populis. Menurut saya apa pun kebijakan yang akan diambil kata kuncinya adalah  pengawasan ketat. Tidak salah kalau pemerintah  memberlakukan sistem kupon. Kupon baru dapat diperoleh bila pemakai dapat memenuhi persyaratan dan memang pemakai yang berhak menerima subsidi. Pemberian/penjualan kupon diatur dengan mekanisme tersendiri, seperti yang sudah dilakukan SPBU tertentu bekerja sama dengan perusahaan/instansi/rumah sakit yang ada.

Kemudian sebaik  apapun kebijakan yang diambil, harus diikuti dengan pencegahan prilaku moral hazrd yang masih bercokol. Untuk itu dalam hal ini, sikap mental harus dikedapankan dengan  mendorong penyedia dan pemakai agar dapat menonjolkan sifat kesalehan sosial, sehingga unsur kecurangan penjualan dan pemakaian BBM subsidi dapat dieliminir. Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun