Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menekan Inflasi Mengikis Kemiskinan Ekstrem

15 Mei 2024   18:04 Diperbarui: 16 Mei 2024   06:43 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Tradisi berbelanja pangan secara berlebihan dan atau aksi borong konsumen pada saat menjelang datangnya bulan Ramadhan hingga menjelang hari raya idul fitri (lebaran), tak ayal lagi akan mendorong harga pangan akan merangkak naik.

Walaupun lebaran sudah berlalu, namun harga pangan masih terbilang tinggi, walaupun ada penurunan, namun tidak signifikan dan yang jelas konsumen masih merasa berat dengan adanya kenaikan harga tersebut.

Cendrung Rigit.

Kenaikan harga pangan, terlebih beras saat ini masih berfluktuatif dan cendrung tinggi. Dalam Kompas.id, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menuturkan bahwa harga beras belum turun ke level tahun lalu.

Dalam rangka menahan kenaikan harga beras, beberapa bulan belakangan ini Bulog telah melakukan impor beberapa kali, untuk mencukupi kebuthan akan beras dalam negeri (lihat kompas.id, 26 Februari 2024).

Bila dicermati, kenaikan harga pangan terebih beras, biasanya tidak serta merta akan mengalami penurunan, bahkan cendrung bertahan (rigit). Dengan demikian kenaikan harga pangan akan terus mendongkrak angka inflasi.

Berdasarkan data BPS, Inflasi Indonesia secara month to month (m-to-m) pada bulan Januari 2024 sebesar 0,04 persen, kemudian pada bulan Februari 2024 naik menjadi 0,37 persen dan pada bulan Maret tercatat sebesar 0.52 persen.

Kemiskinan Ekstrem Meroket.

Inflasi tidak hanya memporak porandakan perekonomian, tetapi inflasi justru akan menyebabkan pendapatan masyarakat secara ril turun, sehingga kenaikan harga pangan dirasakan berat bagi kalangan menengah.

Dengan terus terkoreksinya pendapatan masyarakat, akan mendorong kelas menengah masuk katagori miskin, sehingga angka kemiskinan terus meroket terlebih kemiskinan ekstrem.

UNDP menilai Indonesia termasuk sebagai negara sangat terdampak terhadap gelombang inflasi, sehingga kemiskinan ekstemnya diestimasikan sudah mencapai 2,94 persen dari total populasi nasional. Kemudian terungkap dalam databoks.katadata.co.id, akibat dampak inflasi tersebut, populasi kemiskinan ekstrem sudah betambah 51 juta juta orang.

Tekan Inflasi.

Bila disimak, kenaikan harga pangan, terlebih beras, lebih disebabkan oleh kekuragan stok, sehingga stok pangan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, jelas akan mendorong kenaikan harga.

Banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain masalah lahan (luas lahan/alih fungsi lahan/kepemilikan lahan), sistem bertani masih tradisional (petani tradisional), dan termasuklah faktor budaya (malas/cepat menyerah).

Luas lahan merupakan salah satu faktor penentu untuk petani berusaha dan bekerja. Lahan pertanian tidak sedikit hilang, karena mereka manganggap dengan bertani belum mencukupi kebutuhannya, sehingga tidak sedikit mereka yang menjual lahannya, beralih ke sektor informal bahkan sektor formal.

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2013 saja sekitar 56,03 persen petani Indonesa merupakan petani guram yang penguasaan lahannya kurang dari 0.50 ha.

Padahal menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2013 lalu masih terdapat 7.75 juta Ha lahan sawah. Terjadi penyusutan antara 150 ribu higgga 200 ribu Ha akibat alih fungsi (JawaPos.com, 12 Oktober 2018).

Petani tidak memiliki lahan sendiri dan petani tradisional masih mendominasi dikalangan petani di negeri ini, sistem cocok tanam yang masih menggunakan peralatan seadanya, mengandalkan alam, lahan berpindah-pindah, dan ketergantungan dengan musim, akan sulit mendongkrak produktivitas petani.

Jika petani tidak punya lahan sediri, lahan sempit dan terjadi alih fungsi lahan ditambah sistem bertani masih tradisional dan adanya hambatan teknologi, maka jelas produktivitas pangan yang dihasilkan akan terbatas dan tentu tidak dapat mencukupi kebutuhan.

Untuk itu harus ada upaya mempertahankan lahan pertanian yang sudah ada, mencegah terjadinya alih fungsi lahan, sembari mendorong petani memiliki lahan sendiri.

Hal ini penting, untuk menjaga petani jangan sampai berbondong-bondong beralih ke sektor informal atau formal. Pengawasan dan keberpihakan kepada petani juga penting, agar tidak lagi terjadi perampasan lahan milik petani

Mendorong petani tardisional untuk menjadi petani modern, memperbanyak irigasi, memberikan incentif, memberikan bantuan peralatan pertanian yang modern, dan penyediaan teknologi tepat guna serta sedapat mungkin menekan harga faktor produksi. Langkah ini diharapkan dapat mendorong petani menjadi produktif yang pada akahirnya akan meningkatkan produktivitas petani.

Kemudian untuk menjaga kecukupan stok, perlu adanya lumbung pangan yang bertujuan untuk penyediaan cadangan apabila terjadi gagal panen. Di pihak petani dapat mengatasi kesulitan keuangan sebelum tiba musim panen dan sekaligus akan menghilangkan "sistim ijon" yang sering menerpa petani.

Lumbung pangan menuntut komitmen pemerintah (daerah). Sebenarnya sudah ada contoh, seperti Gubernur Sumatera Provinsi Selatan pada masa itu, menjadikan Sumatera Selatan sebagai lumbung pangan nasional. Namun sayang, begitu ada pergantian Gubernur, program yang brilian ini tidak dilanjutkan.

Lumbung pangan yang dimotori pemerintah daerah perlu digalakkan, selain untuk menghimpun produk pangan yang diproduksi/dihasilkan petani, dalam jangka panjang diharapkan dapat mengerem kenaikan harga, sehingga pendapatan ril masyarakat terjaga dan angka kemiskinan ekstrem pun bisa direm.

Kemudian, langkah memantau harga di pasar secara rutin, operasi pasar pada saat ada kenaikan terhadap produk pangan tetep dibutuhkan sembari mengedukasi pelaku pasar agar tidak serta merta menaikkan harga.

Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah pihak berwenang harus komitmen untuk menghalangi tindakan "invisble hand" yang kan memperkeruh kondisi pasar dan termasuk mencegah tindakan distributor/pedagang yang seenaknya mempermainkan harga. Ini penting, agar harga-harga (inflasi) tidak terus meningkat, kemiskinan ekstrem tidak terus meroket. Semoga!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun