oleh Amidi
Sekitar sepuluh tahun yang lalu, unit bisnis yang dilakoni oleh pelaku bisnis skala besar terpusat di mal dan atau pusat kota, namun beberapa tahun terakhir ini mereka ekspansi membuka unit bisnisnya di kampung-kampung, ditingkat kecamatan bahkan sudah meramba ke tingkat rukun tetangga (RT).
Masyarakat selaku konsumen yang akan membeli produk untuk memenuhi kebutuhan, seperti bahan pokok, handphone, makanan siap saji, es cream, snack, roti, sepatu, baju dan lainnya, tidak harus datang ke mal atau toko yang ada di pusat kota, cukup dengan keluar rumah konsumen sudah bisa membeli apa yang dibutuhkan mereka, karena produk tersebut sudah dijual dikawasan perkampungan bahkan di lingkungan RT.Â
Tidak hanya itu, Indomaret dan Alfamart pun sudah merambah sampai ke RT-RT bahkan sudah masuk ke desa-desa.
Jika disimak bahwa pelaku bisnis skala besar yang membuka gerai ritel modern dan gerai lainnya tersebut terus bertambah. Pertambahan gerai-gerai tersebut, memang sudah diagendakan mereka dengan berlomba-lomba mengemasnya dalam program 1.000 gerai/toko/tenant/unit. (lihat Amidi dalam kompasiana.com, 23 Agustus 2023).
Lantas, bagaimana dengan pelaku bisnis skala kecil yang ada, seperti warung yang ada di kampung-kampung, pedagang kali lima (K-5) dan lainnya, apakah akan dibiarkan begitu saja, mereka berjalan dengan apa adanya? Kita tidk bisa mengandalkan pelaku bisnis skala besar saja!
Bahaya Mengandalkan Pemodal/Pebisnis Besar
Jika dikaji lebih jauh, bahwa perekonomian suatu negara yang hanya mengandalkan pemodal besar dan atau pelaku bisnis skala besar saja, dalam jangka panjang akan berdampak negatif bagi perekonomian sendiri.
Sebenarnya pada saat negeri ini dilanda krisis ekonomi tahun 1998 lalu, sudah cukup untuk membuktikan bahwa pemodal atau pelaku bisnis skala besar tidak bisa bertahan bahkan tidak sedikit colaps, sementara pemodal kecil atau pelaku bisnis skala kecil bisa bertahan, karena mereka mengandalkan kekuatan sendiri (baca: modal sendiri), sementara pemodal besar atau pelaku bisnis skala besar tidak bisa bertahan, mereka besar karena mengandalkan utang.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Fauzi Ichsan selaku Ekonom Senior dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan 2015-2020 pada acara Power Lunch CNBC Indonesia, 07/02/2024, ia menyitir bahwa bahaya jika perekonomian Indonesia hanya dinikmati pemodal besar atau pelaku bisnis skala besar saja.Â
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa jika perekonomian Indonesia hanya mengandalkan pemodal besar atau pelaku bisnis skala besar saja, dalam jangka panjang perekonomian kita bisa negatif. (cnbcindonesia.com, 11 Februari 2024).
Berikan Kesempatan Bertahan
Dengan demikian pelaku bisnis sekala kecil harus diberikan hak yang sama dan atau diberikan kesempatan untuk bertahan. Pelaku bisnis skala kecil tidak ubahnya dengan pelaku bisnis skala besar, mereka juga memberikan kontribusi terhadap perekonomian negeri ini. Keberadaan mereka justru sangat stretegis dalam membantu pemerintah menekan angka pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja bagi yang masih menganggur.
Tidak hanya itu, mereka juga dapat menciptakan pendapatan bagi dirinya sendiri/keluarga maupun bagi negeri ini, kemudian dengan mereka disibukan berbisnis, mereka tidak sempat melakukan hal-hal yang negatif, sehingga akan mendorong terciptanya stabilitas yang memang kita harapkan.Â
Kemudian yang tidak kalah pentingnya, dalam mengejar ketertinggalan, memang negeri ini masih mengharapkan bertambahnya pelaku bisnis termasuk pelaku bisnis skala kecil tersebut.
Untuk itu, sekali lagi, menurut hemat saya, pelaku bisnis skala kecil, seperti warung, pedagang K-5 dan unit bisnis skala kecil lainnya yang merupakan usaha rakyat sedapat mungkin harus dipertahankan dan atau harus diberikan kesempatan hidup, agar mereka tetap eksis dan dapat berdampingan/berkolaborasi dengan pelaku bisnis skala besar tersebut.
Secara kasat mata saja, sudah terlihat bahwa kehadiran pelaku bisnis skala besar tersebut akan mengalahkan pelaku bisnis skala kecil yang ada. Tidak sedikit pelaku bisnis skala kecil colaps. Sehingga, wajar kalau pada saat berkunjung ke Sumatera Barat waktu itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasnmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskndar mengingatkan kepala daerah agar jangan sampai pelaku bisnis skala besar (seperti ritel besar/modern) masuk ke desa-desa. (Liputan6.com, 28 Agustus 2021).
Terlepas pernyataan tersebut lip service atau serius, yang jelas persoalan yang satu ini hendaknya menjadi perhatian kita semua, bagaimana sebaiknya pelaku bisnis skala kecil yang merupakan usaha rakyat tersebut dapat bertahan ditengah gempuran pelaku bisnis skala besar.
Bila kita cermati, sebenarnya tidak hanya pelaku bisnis skala kecil, seperti ritel kecil yang kewalahan mengahadapi ritel besar/ritel modern, tetapi sesama ritel besar/ritel modern pun "berkompetisi" untuk mempertahankan diri agar tetap eksis, termasuklah saat ini menjamur ritel besar, pemilik es krim, kafe, dan lainnya.
Pada saat ini ritel besar/ritel modern tersebut tidak sedikit yang sudah colaps karena tidak bisa bertahan dengan adanya bisnis digital, dan atau e commerce yang menjamur. Kita tahu bahwa ada beberapa kelompok ritel besar/ritel modern yang sudah colaps, seperti; 7 eleven, Giant, Ramayana, dan beberapa yang lainnya.
Artinya, sesama pelaku bisnis skala besar saja ada yang kalah bersaing sampai colaps, apalagi palaku bisnis skala kecil, seperti; ritel, warung, pedagang K-5 dan lainnya, kini mereka dihadapkan oleh gempuran pelaku bisnis skala besar, seperti ritel besar yang sudah duluan ada dan ritel besar sebagai pendatang baru yang mulai menyerbu kampung-kampung tersebut.
Bagaimana Menyikapinya
Di pihak pemerintah, terutama pemerintahan baru hasil pemilu 2024 nanti, sedapat mungkin mengambil kebijakan dan atau mengefektifkan kebijakan pembatasan jam operasional atau jam buka pelaku bisnis skala besar, seperti ritel modern dan lainnya, misalnya dengan meninjau kembali kebijakan jam buka, mulai pukul 10.00 WIB dan tutup pukul 20.00 WIB tersebut, harus betul-betul ditaati.
Dengan demikian diluar waktu tersebut konsumen diberi kesempatan untuk berbelanja pada unit bisnis pelaku bisnis skala kecil, seperti pada ritel kecil/warung, pedagang K-5 dan lainnya tersebut.Â
Namun, jika ritel modern tersebut diizinkan buka sepanjang hari (24 jam), peluang konsumen untuk berbelanja di toko ritel keci/warung sudah tertutup. Belum lagi dari aspek lain, yang membuat konsumen enggan berbelanja di toko ritel kecil tersebut.
Kemduian, yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan kesempatan pekaku bisnis skala kecil hidup dengan jalan memberikan berbagai perhatian dan bantuan, berupa bantuan modal, bantuan peralatan (sarana dan prasarana), bantuan manajemen, dan bimbingan pembukuan sederhana, agar mereka bisa mengelola unit bisnis nya dengan baik tak ubahnya dengan pelaku bisnis skala besar tersebut.
Dari sisi pelaku bisnis skala kecil sendiri, mereka harus dapat memperbaiki penampilan, mengedepankan unsur manajemen yang baik, dan sedapat mungkin melakukan inovasi untuk mengantisipasi pelaku bisnis skala besar.
Pelaku bisnsi skala kecil pun sedapat mungkin melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan. Kedepankan pelayanan prima, dan sedapat mungkin memposisikan konsumen sebagai raja. Ini penting, karena konsumen itu unik, maka tinggal kita yang harus dapat mengerti dan memahami apa maunya konsumen.
Pelaku bisnis skala kecil pun harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan bisnis itu sendiri, saat ini bisnis digital sudah semakin marak. Untuk itu tidak ada salahnya kalau pelaku bisnis skala kecil pun melakukan hal serupa, sesuai dengan kemampuan yang ada.Â
Misalnya, memanjakan konsumen berbelanja dengan cukup meng-klik tombol handphone, konsumen sudah dapat memesan produk yang akan dibelinya, tinggal diam dirumah, produk yang dipesan tidak lama kemudian sudah tiba.
Terakhir, untuk memberikan kesempatan pelaku bisnis skala kecil hidup, dituntut peran kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat selaku konsumen agar dapat "menggalakkan" berbelanja pada unit bisnis pelaku bisnis sekala kecil tersebut, kalau tidak, siapa lagi yang akan membesarkan mereka. Selamat Berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H