Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Petisi Kampus Tentang Demokrasi dan Kokone Harus Disikapi dengan Menonjolkan Kepentingan Ekonomi Semata!

6 Februari 2024   19:40 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:36 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh Amidi

Saya ikut "tergelitik" dengan persoalan yang satu ini.  Beberapa hari ini anak negeri ini disuguhkan informasi mengenai aksi  kalangan kampus yang mendadak peduli dengan persoalan tatanan pemerintahan, demokrasi, dan Kokone (korupsi, kolusi, nepotisme), serta persoalan yang terkait dengan itu.

Detikcom,03 Pebruari 2024,  mengemukakan; empat kampus yang telah menyerukan kritiknya yaitu Universitas  Indonesia (UI), Unversitas Padjajaran (Unpad), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII).  Antara lain isi i petisi tersebut  datang dari kalangan warga alumni UI, dengan pernyataan;  "Kami warga dan alumni UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Hilangnya  etika bernegara dan bermasyarakat, terutama tindakan Kokone (korupsi, kolusi, nepotisme)  yang telah menghnacurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan".

Kemduian yang datang dari  keluarga UGM, dengan pernyataan;  "Kami keluarga besar UGM menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan saat ini". Selanjutnya pernyataan yang senada juga disampaikan oleh kalangan kampus yang lain, Unpad, UII, dan beberapa kampus lain yang menyusul memberi pernyataan dalam petisi mereka.

Dalam perkembangannya, masih ada lagi kalangan kampus, dari kalangan dosen, mahasiswa dan civitas akademika yang lain yang ikut dan akan ikut peduli, menyuarakan hal yang sama.

Dalam perkembangannya juga  ada  kalangan kampus yang menyerukan "petisi tandingan". Selain sejumlah kampus  yang telah mengkritik kondisi demokrasi pemerintahan saat ini, sekelompok  akademisi membuat  "deklarasi tandingan" yang menyerukan kondisi Indonesia baik-baik saja. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Alumni dan Akademisi PTN dan PTS, dalam maklumatnya mereka menyatakan  bahwa Indonesia sedang dalam kondisi baik-baik saja mejelang Pemilu 2024. (tempo.co, 03 Pebruari 2024).

Terlepas dari adanya unsur politis atau tidak, terlepas dari adanya dorongan "invisible hand" atau tidak, terlepas dari adanya kepentigan tersembunyi atau tidak,  sebaiknya petisi  yang muncul tiba-tiba tersebut disikapi saja dengan huznudzon (berbaik sangka).

 

Terlepas dari pernyataan petisi yang mengkritik dan yang menyanjung pemerintahan saat ini, terlebih dari aspek demokrasi yang sedang berjalan di negeri ini, yang jelas pernyataan mereka tersebut perlu disikapi dengan serius, harus disikapi dengan menonjolkan kepentingan ekonomi ketimbang kepentingan politik. Mengapa?, karena negeri yang sudah mapan dan cendrung maju ini jangan sampai "setback" atau mundur kembali, kasihan anak negeri ini selaku  pejuang yang sudah berjuang/mengorbankan harta dan nyawa dalam merebut kemerdekaan saat itu, sehingga dengan hasil perjuangan mereka tersebut, semua anak negeri ini dapat menikmati kemerdekaan.

Pentingnya mengambil sikap tersebut, sudah disampaikan sendiri oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin, seperti yang disitir oleh republika.co.id, 05 Pebruari 2024, bahwa Wakil Presiden, Ma'ruf  Amin, telah menyikapi petisi kampus yang marak beberapa hari ini, beliau mensinyalir bahwa gerakan kampus dan para akademisi itu harus menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah  untuk merespon masukan dan kritik yang disuarakan para akademisi dan guru besar tersebut.

Bila disimak, inti dari petisi  kalangan kampus tersebut adalah bagaimana agar  demokrasi di negeri ini tetap ditegakan.   Ini penting, karena demokrasi tersebut akan menjadi acuan/tatanan  dalam sistem pemerintahan negeri ini.

Demokrasi menjadi pilihan sistem pemerintahan terbik karena dapat mengakomodasi  beragamnya kepentingan dan aspirasi masyarakat. Selain itu, demokrasi  juga dapat berperan sebagai wadah pengikat kesepakatan  nasional yang harus dihormati dan dijaga oleh seluruh masyarakat. (kominfo.go.id)

Bila kita telusuri, dalam perjalanan kepemerintahan di negeri ini, makin hari makin merajalela praktik demokrasi yang tidak sehat, Kokone (korupsi, kolusi, dan nepotosme)  sudah melanda semua lini dan tatanan kehidupan anak negeri ini, institusi yang idealnya memberi contoh baik (institusi agama/institusi pendidkan) saja juga  melakukan Kokone (korupsi, kolusi dan nepotisme).

Hal yang tidak diinginkan tersebut sudah tidak asing lagi di negeri bak "gadis cantik nan belia" ini, negeri yang semua negeri lain yang melirik-nya bahkan senantiasa  ingin memikat-nya (baca: negeri lain tersebut berlomba-lomba ingin melakukan hubungan bilateral, negeri lain tersebut berlomba-lomba ingin memberi utang dan tawaran lainnya), termasuklah mau mengambil keuntungan besar dari negeri ini.

Idealnya, dengan mencermati potensi dan kekayaan Sumberdaya Alam (SDA) yang dimiliki negeri ini, Kokone (korupsi, kolusi dan nepotisme) itu, tidak perlu dilakukan, tidak harus ada dan tidak boleh tumbuh subur di negeri ini. Namun, apa yang mau dikata, inilah fakta yang ada, Kokone justru tumbuh subur.

Dengan menyimak pernyataan dalam petisi kampus tersebut, sebenarnya tidak perlu ada  "ke-marah-an", tidak perlu ada "ke-gusar-an", seharusnya justru petinggi negeri  ini berterima kasih, karena masih ada komponen anak negeri ini, komponen anak bangsa ini, yang peduli dengan negeri-nya sendiri, dengan bangsa-nya sendiri.

Demokrasi Ekonomi Penting.

Pada kesempatan ini, saya akan menyoroti-nya dari  aspek demokrasi ekonomi,  karena bila diterjemahkan lebih luas, yang dimaksud dengan domokrasi oleh kalangan kampus tersebut termasuklah demokrasi ekonomi, karena negeri ini masih membutuhkan praktik demokrasi ekonomi yang sebenarnya, praktik demokrasi ekonomi yang sehat, praktik demokrasi ekonomi yang dapat mewujudkan tujuan bernegara atau sebuah pemerintahan itu sendiri.

Tujuan bernegara  tak ubahnya merupakan  tujuan dari sebuah pemerintahan yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indoensia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdaimaian abadi dan keadilan sosial. (mkri.id)

           

Dari tujuan bernegara tersebut, perlu digaris bawahi adalah "memajukan kesejahteraan umum". Artinya semua anak ngeri ini selaku komponen bangsa, harus dapat sejahtera di negeri-nya sendiri. Maaf, sekedar mengingatkan, sekali lagi, kata kunci  dalam mewujudkan negeri   Baldatun  Thoyyibatun wa Robbun Ghofur  adalah "kesejahteraan",  baik bagi penyelenggara negara  sendiri maupun bagi anak negeri ini selaku komponen negeri ini.

Demokrasi ekonomi merupakan kedaulatan rakyat atas perekonomian nasional  dan landasan penyelenggaraan perekonomian nasional dengan prinsip  kebersamaan, efisensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. (jurnal.fh.unmul.ac.id)

Kemudian dipertegas pula dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat 1 sampai 3.  Bunyi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 adalah "Perekonomian  disusun sebagai usaha bersama atas asa kekeluargaan". Bunyi Pasal 33 Ayat 2 adalah  "cabang-cabang produksi yang penting bagi negara  dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara". Bunyi Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 adalah "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat". (fa.umy.ac.id)

Bagaimana sebaiknya?

Dari  konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia, yakni UUD 1945 tersebut, sebenarnya sudah cukup untuk di acuh oleh petinggi negeri ini dalam menjalankan amanah kenegaraannya, dalam menajlankan demokrasi, terlebih dalam menjalankan demokrasi ekonomi tersebut.

Untuk itu petisi kampus yang ramai didengungkan beberapa hari ini, dan mungkin akan terus bertambah tersebut, selayaknyalah disikapi dengan bijak dan hati yang dingin serta jujur. Pihak yang berkompeten, pihak legeslatif yang merupakan perwakilan anak negeri ini selaku rakyat harus dapat menyuarakan aspirasi serta kepentingan rakyat itu sendiri, baik ditingkat daerah maupun nasional. 

Masih ada waktu untuk melakukan perbaikan, mungkin perbuatan kita tidak demokratis, demokrasi ekonomi yang kita "kankangi" tersebut, dan tindakan lain kita "menyimpang/melanggar" konstitusi yang sudah terlanjur tersebut, bisa disikapi dengan pikiran yang rasional saja, tidak perlu menciptakan kondisi "gaduh", tidak perlu melakukan perlawanan, karena anak negeri ini sudah semakin cerdas.

Ciptakan kondisi kondusip.

Untuk itu,  dalam penantian menjelang hari "H" pesta demokrasi nanti, mari kita menciptakan kondisi yang kondusif, sembari menahan diri, tidak perlu membela diri,  baik bagi petinggi negeri ini yang sedang berkuasa maupun anak negeri ini selaku komponen bangsa.

Berikan kepercayaan kepada anak nengeri ini selaku anak bangsa yang akan memimpin nantinya sesuai dengan harapan semua komponen yang ada. Selamat Berjuang!!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun