Arrijal Rachman dalam cnbcIndonesia.com, 13 November 2023, menyitir bahwa Gubernur Bank Indonesia (BI), Ferry Warjiyo menyatakan potensi masih akan terus tingginya tekanan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dalam jangka waktu yang panjang.Â
Kondisi tersebut dipicu oleh muculnya fenomena baru yakni term premia atau meningkat tingginya suku bunga US Treasury karena membengkaknya utang pemerintah AS untuk kebutuhan pemulihan Covid-19 dan pembiayaan perang.Â
Kondisi ini akan membuat aliran modal dari negara-negara berkembang atau emerging market terus keluar menuju aset-aset likuid di negara maju, terutama dolar AS. Hal yang demikianlah akan menyebabkan "strong" dolar AS.
Kemudian meningkatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah atau melemahnya nilai tular rupiah terhadap dolar AS tersebut akibat kurangnya katalis positif dari internal dan eksternal. (lebih lengkap lihat Rizqi Rajendra dalam bisnis.com, 13 November 2023).
Maikel Jefrindo mensinyalir bahwa pihak (BI) lebih fokus menjaga kestabilan nilai rupiah dalam beberap waktu terakhir, mengingat pergerakan rupiah dalam tren melemah imbas ketidak pastian yang bersumber dari global, khususnya AS.Â
Biang kerok terbesar pelemahan rupiah adalah AS. Inflasi tinggi diperkirakan membuat AS masih akan menaikkan suku bunga acuan pada posisi sekarang 5.25-5.50 % atau 525 bps sejak Maret 2020.Â
Untuk itu, rupiah penting untuk dijaga agar tidak menimbulkan dampak ke masyarakat, ujar Erwindo Kolopaking, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI. (lebih lengkap lihat Maikel Jefriando dalam cnbcIndonesia.com, 13 November 2023).
Langkah Antisipasi
Agar rupiah yang tengah terusik tersebut tidak akan "mencubit" atau mengganggu stabilitas perekonomian negeri ini, harus ada langkah antisipasi dari pihak yang berkompeten.
Pertama: Kecukupan cadangan devisa mutlak harus dijaga.
Cadangan devisa Indonesia, kini dalam tren penurunan, terutama beberapa bulan terakhir. Data BI menunjukkan posisi cadangan devisa per akhir September 2023 mencapai US$ 134,9 miliar turun dari bulan sebelumnya US$ 137,1 miliar.Â