Terlepas dari itu semua, yang jelas persoalan yang satu ini harus disikapi dengan bijak, agar penderitaan anak negeri ini tidak bertambah berat.Â
Apalagi beras merupakan kebutuhan pokok yang sangat esensial dalam rangka memenuhi kebutuhan akan pangan berupa karbohidrat bagi anak negeri ini.
Bila kita simak, kenaikan harga beras akibat stok beras menipis alias stok beras nasional terganggu tersebut, sebenarnya merupakan "lagu lama mengalun kembali", permasalahan yang sudah sering terjadi dan terus terulang kembali.
Pengalaman tahun-tahun lalu, begitu stok beras minipis atau berkurangnya stok beras nasional karena adanya El Nino yang mendorong kemarau panjang, atau karena gangguan alam atau bencana alam lainnya, hampir dapat dipastikan akan mendorong naiknya harga beras.
Apalagi kenaikan harga beras saat ini bertepatan dengan tidak lama lagi negeri ini akan menggelar pesta demokrasi (baca: pemilu), bila tidak diantisipasi dan disikapi dengan bijak, dikhawatirkan akan mengganggu jalannya pesta demokrasi tersebut.
Kemudian, bila kita perhatikan, setiap ada fenomena adanya kenaikan harga beras, langkah yang kita lakukan berorientasi pada solusi jangka pendek dan instan yakni melakukan impor beras. Saya mencermati, fenomena kenaikan harga beras tersebut belum kita sikapi dengan solusi mengambil kebijakan yang berorientasi jangka panjang.
Impor, memang salah satu jalan untuk meredam gejolak harga suatu produk di pasar, namun sifatnya jangka pendek dan memberi dampak kepada unit yang lain.Â
Petani akan terdepak, kepentingan petani terabaikan, karena dengan impor beras, harga di tingkat petani akan jatuh. Bukan tidak mungkin kita dihadapkan pada kondisi "sudah jatuh tertimpa tangga".
Saya memperhatikan kebiasaan lama anak negeri ini, kebiasaan yang sudah dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu, sudah tidak kita lakukan lagi, yakni menyimpan padi dalam suatu kotak yang kita kenal dengan lumbung padi.
Lumbung tersebut bertujuan untuk menyetok atau sebagai cadangan apabila ada gangguan panen atau gagal panen. Lumbung juga bisa berfungsi sebagai media untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok petani sehari-hari, bila petani yang mempunyai lumbung tersebut dalam keadaan terdesak, butuh uang, maka padi yang ada dalam lumbung bisa dijual.
Mengapa kebiasaan ini lenyap/menghilang? Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkannya. Petani yang memiliki lahan sendiri sudah berkurang, dengan kata lain tidak sedikit petani yang hanya bekerja (mengambil upahan) pada petani yang masih memiliki lahan, belum lagi adanya fenomena lahan petani yang dijual/disulap menjadi bangunan bahkan sudah berubah menjadi "ruko".Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya