Jika ada  anak negeri ini yang mau mandiri dan  atau mau mengubah nasib, mengapa tidak?Â
Terpenting harus ada kemauan yang kuat untuk menggapainya. Apalagi bila kemauan untuk mandiri tersebut  dalam hal menjalankan suatu unit usaha atau membuka usaha.
Dalam kehidupan sehari-hari fenomena di atas, sering kita temui bahkan terkadang kita sendiri yang melakoninya. Misalnya salah seorang  yang bekerja di suatu bengkel motor di salah satu kota besar di negeri ini. Ia bekerja sudah dalam hitungan puluhan tahun, entah apa yang mendorongnya, pada suatu saat ia  bermimpi untuk membuka bengkel sendiri.
Seiring dengan berjalannya sang waktu, kemauan/keingin/mimpi-nya tersebut mau diwujudkannya dalam kenyataan. Pada suatu saat  ia mengundurkan diri dari bengkel tersebut, dan dengan serta merta ia mulai merencanakan unit usaha yang akan dibukanya tersebut.
Dengan tidak mengulur-ulur waktu, ia  mulai mewujudkan rencananya. Dengan tempat usaha yang seadanya (di depan pekarangan rumah orangtuanya yang didesain bengkel sederhana), kemudian ia mulai mengusahakan  modal usaha dan modal kerjanya, untuk selanjutnya ia pun mulai  membeli peralatan yang dibutuhkan dan beberapa unit sparepart (onderdil) untuk melengkapi bengkelnya.Â
Singkat kata, terbentuklah/berdirilah bengkel mini di rumah orangtuanya yang masih berada di kawasan perkampungan yang cukup ramai.
Dengan bekal  ilmu bertahun-tahun pada saat ia bekerja dibengkel tempat ia bekerja, mulailah ia menerapkan ilmu tersebut pada bengkelnya.
Setelah berjalan dalam waktu yang tidak terlalu lama, unit usaha "bengkel" tersebut mulai menunjukkan kemajuan, pelanggan mulai ramai, stock sparepart terus bertambah seiring dengan bertambahnya konsumen yang menjadi pelanggan. Akhirnya bengkel terus maju dan berkembang,
Ia pun mulai menyewa suatu ruko ukuran mini untuk mengimbangi kemajuan dan perkembangan bengkelnya, kemajuan demi kemajuan dapat diraihnya, sehingga unit usahanya menjadi besar dan besar. Pada saat itu ternyata ia sudah  mulai sejajar dengan bengkel tempat ia bekerja sebelumnya.
Kemudian ada satu lagi contoh. Salah seorang  yang bekerja pada suatu rumah makan "padang", seiring dengan waktu, ia diberi amanah sebagai kepala koki di tempat ia bekerja.Â
Pada suatu saat, ada investor/pelaku usaha yang akan mengembangkan usahanya, yang akan membuka usaha barunya  dibidang kuliner atau rumah makan khususnya rumah makan padang.
Pada suatu saat kepala koki tersebut  mengundurkan diri dan atau tidak lagi bekerja, hal ini diketahui oleh pelaku usaha yang akan membuka rumah makan padang tersebut, sehingga ia pun mendekati mantan kepala koki tersebut  untuk diajak bergabung dengan beliau. Sebagaimana gayung bersambut, mantan kepala koki  pun dengan serta merta menerima tawaran tersebut.
Singkat kata, rumah makan padang yang akan dibuka tersebut langsung diwujudkan alias sudah berdiri, bahkan diformat rumah makan padang yang sedikit berbeda dari umumnya, dan kepala  koki yang mengundurkan diri tersebut  langsung diangkat/diamanahi untuk menjadi kepala koki pada rumah makan padang yang baru dibuka tersebut.
Singkat kata  rumah makan padang yang baru dibuka tersebut, tidak lama kemudian mulai banyak peminatnya, mulai dikunjungi konsumen untuk makan di sana.Â
Dengan hitungan tidak terlalu lama, rumah makan padang yang baru dibuka tersebut mulai menunjukkan kemajuan/perkembangannya, sehingga mulai terlihat sebagai pesaing bagi rumah makan padang yang lain dan rumah makan tempat mantan koki tersebut  bekerja sebelumnya.
Waralaba  VS Menerapkan Ilmu Tempat Kerja.
Dalam dunia usaha, kita  mengenal dengan istilah franchise, menurut Permendag Nomor 71 tahun 2019, franchise atau waralaba yakni hak khusus  yang dimiliki oleh orang per orang  atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan  barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil  dan dapat dimanfaatkan  dan/atau digunakan oleh pihak lain.
 Waralaba memang  sudah jelas bahkan boleh dibilang formal, baik berdasarkan landasan hukum maupun sistem yang diberlakukan, bagaimana dengan model "menerapkan ilmu pada tempat kita bekerja untuk membuka usaha sendiri".Â
Menurut hemat saya sepanjang  ilmu, ide, gagasan, model, cara, resep dan lainnya belum ada HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang diwujudkan  dalam hak paten,  maka yang  demikian sah-sah saja. Namun, jika ilmu, ide, gagasan, model, cara, resep dan lainnya yang akan kita terapkan tersebut sudah ada hak paten atau hak ciptanya, maka dilarang keras, mencuri atau menerapkannya tanpa persetujuan atau transaksional sebelumnya.
Menarik Dicermati.
Fenomena pelaku usaha atau unit usaha yang demikian, sebenarnya menarik untuk dicermati, karena di lapangan tidak sedikit yang melakoni usahanya dengan teknik yang demikian dan ternyata rata-rata atau sebagian besar sukses.
Mereka sukses menjalankan unit usahanya dengan berbekal penerapan ilmu yang mereka peroleh selama bekerja di tempat kerjanya.
Untuk itu, para pelaku usaha atau pemilik usaha, sebaiknya jangan diserahkan sepenunya ilmu, ide, gagasan, model, cara, Â resep dan lainya tersebut kepada karyawan yang bekerja pada unit usaha kita, sebaiknya harus ada yang disembunyikan atau dirahasiakan alias jangan dibuka 100 persen kepada karyawan kita.
Kemudian, usahakan mendaftarkan atau mengurus hak paten untuk melindungi ilmu, ide, gagasan, model, cara, resep dan lainnya itu dari  "pencurian" atau penggunaan secara ilegal. Dalam hal ini tidak ada salahnya kalau semua proses produksi atau proses memasak sampai produk (makanan/minuman) tersaji kita usahakan untuk mendapatkan  HAKI  dengan mengusahakan untuk  memperoleh hak paten tersebut. Misalnya hak paten makanan, katakanlah "pindang udang mak nyos" atau  "pempek dos sang juragan", nama bisa saja disesuikan dengan keunikan tersendiri dari pelaku usaha yang mengusahakan hak paten tersebut.
Dalam hal ini,  pihak yang berkompeten pun harus cermat, jangan sembarang memberikan izin usaha kepada pelaku usaha yang akan membuka usahanya atau mengembangkan usahanya, jika semua kelengkapan dan atau  aspek usahanya  belum diperiksa/diteliti secara baik. Jika memang sudah "ok" dari semua aspek, baru bisa kita berikan/keluarkan izin usahanya.
Diusahakan unit usaha yang ada tetap saling melengkapi dan saling berdampingan, jangan sampai persaingan yang ada mematikan unit usaha yang lain. Hal ini penting, karena negeri ini membutuhkan pelaku usaha- pelaku usaha yang lebih banyak lagi, demi mengejar ketertinggalan kita dalam dunia bisnis/dunia usaha dan demi memacu  pertumbuhan ekonomi negeri ini yang saat ini mengalami koreksi (turun) akibat imbas dari beberapa "penyakit ekonomi" yang melanda negeri ini. Selamat Berjuang!!!!!          Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H