Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Antri di SPBU, Macet di Jalan dan Akhinya Kembali Lagi Antri di SPBU

21 Maret 2023   11:18 Diperbarui: 21 Maret 2023   11:24 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena kendaraan roda dua (motor) dan kendaraan roda empat (mobil) antri di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) masih saja terjadi, antrian tersebut terjadi setelah pemerintah melalui PT Pertamina mengurangi nilai/jumlah/besaran subsidi dan atau menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)  ber-subsidi jenis pertalite dan solar beberapa waktu lalu. Jika kita perhatikan saat ini  intensitas antriannya sedikit sudah berkurang dibandingkan dengan pada saat harga BBM tersebut baru dinaikkan.

Bila dicermati, salah satu penyebab antrian tersebut adalah  karena PT Pertamina meminta agar pihak SBPU dan atau petugas pengisian BBM di SPBU-SPBU yang ada, harus mencatat plat nomor  pemilik kendaraan yang akan mengisi BBM tersebut. Adapun maksud dari pencatatan plat nomor  pemilik kendaraan tersebut agar penggunaan/pemakaian BBM ber-subsidi tepat sasaran, dan atau tidak disalah gunakan.

Wajar, kalau antrian kendaraan di SPBU terus terjadi, apalagi masih banyak pemilik kendaraan yang tidak menggunakan aplikasi my pertamina dan ditambah lagi memang adanya petugas di SPBU yang lambat alias "lelet" dalam melakukan pencatatan plat nomor  pemilik kendaraan tersebut. (lihat Amidi, Begitu Peliknya Mengatur BBM Subsidi, Sriwijaya Paost, 27 Pebruari 2023)

Namun, saya melihat pada kondisi yang lain, sepertinya ada perbedaan intensitas kendaraan yang antri pada SPBU yang ada, baik di pulau Sumatera Sendiri maupun pulau Jawa. Antrian kendaraan di SPBU di dalam pulau Sumatera  pun intensitasnya berbeda, ada yang terbilang masih lama, misalnya satu kendaraan harus antri di salah satu SPBU lebih kurang setengah jam dan ada kendaraan yang antri di salah satu SPBU hanya lebih kurang sepuluh menit. Nah, untuk SPBU-SPBU  yang ada di Pulau Jawa, sepertinya intensitas antrian kendaraan pada SPBU disana  sudah tidak terlalu banyak dan tidak terlalu lama.

Menurut pengamatan saya, tidak terlalu banyak dan lamanya pemilik kendaraan antri di SPBU di Pulau Jawa tersebut,  menunjukkan bahwa dipihak pemilik kendaraan sudah timbul "kesadaran yang tinggi", maksudnya bagi pemilik kendaraan yang berkapasitas di atas 1500 CC dan atau bagi pemilik kendaraan yang tergolong mewah atau bagi pemilik kendaraan sejuta umat (berkantong agak tebal) sudah tidak lagi membeli/mengisi BBM bersubsidi, dengan kata lain mereka sudah membeli/mengisi BBM non subsidi, sehingga mengurangi antrian. Namun, untuk mengetahui faktor penyebab lainnya dan atau untuk memastikan-nya   mungkin perlu dilakukan penelitian yang mendalam.

Dijalan pun Antri (Macet).

Penderitaan anak negeri ini, sepertinya tidak berhenti pada persoalan antri di SPBU saja, di jalan pun mereka juga harus antri alias terkena "macet". Kemacetan yang terjadi di jalan, bukan karena "si Komo"  lewat, tetapi karena ruas jalan tidak bertambah, jalan-jalan pada sudah banyak yang rusak dan semakin bertambahnya pemilik kendaraan serta ditambah lagi sikap kita  yang tidak bersahabat. Pemilik kendaraan sebagai pemakai jalan bertindak semaunya, saling mendahului, dan tindakan lain yang menyebabkan kemacetan. Belum lagi, bertambahnya kendaraan karena adanya dorongan dan kemudahan fasilitas kredit kendaraan. (lihat Amidi dalam Kompasiana.com, 20 Peberuari 2023)

Pemandangan macet dijalan ini, sepertinya sudah tidak mengenal waktu. Misalnya di Palembang, jika sebelumnya macet dijalan terjadi di pagi hari pada saat anak negeri ini mau berangkat menuju tempat mereka bekerja atau sekolah/kuliah dan pada sore hari pada saat anak negeri ini mau pulang menuju rumah mereka. Namun, kini  macet dijalan sudah tidak mengenal waktu, pagi macet, siang macet, sore macet dan malam  pun macet, sehingga tidak berlebihan kalau saya katakan "tiada  hari tanpa macet". Di Palembang saat ini intensitas macetnya sudah hampir sama dengan kemacetan yang terjadi di Jakarta dan Kota Besar lainnya.

Lagi-lagi di Palembang, biasanya kita dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan bila kita ingin menempuh jarak tempuh tertentu. Namun saat ini, perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menempuh suatu jarak tempu tertentu tersebut sudah tidak bisa diprediksi lagi. Contoh, anak seorang penulis Kompasiana.com dan juga pengamat ekonomi  Sumatera Selatan  yang menggunakan mobil sejuta umat dari  rumah ke tempat ia bekerja hanya berjarak 2 km, namun pada saat pergi dan pulang ia membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit, bahkan terkadang lebih kurang 60 menit apabila intensitas kemacetan sudah parah, luar biasa bukan!.

Kecuali ada alternatif jalan tol, seperti anak-nya yang satu lagi kuliah di Universitas Sriwijaya, Indralaya Ogan Ilir, yang juga menggunakan mobil sejuta umat.. Jika ia menempuh jalan biasa (jalan umum) membutuhkan waktu  30-60 menit untuk jarak tempuh dari rumah ke kampus, namun dengan melalui jalan tol, jarak tempuh dari rumah ke kampus hanya 15-20 menit saja, begitu juga sebaliknya.

Kembali ke SPBU.

            Idealnya semakin jauh jarak tempuh suatu kendaraan, semakin banyak membutuhkan BBM. Namun, saat ini justru semakin tingginya intensitas kemacaten sutau kendaraan di jalan raya tersebut, maka akan semakin banyak  jumlah pemakaian BBM suatu kendaraan tersebut. Jika pemilik kendaraan melaju dijalan raya dalam kondisi jalan normal alias tidak macet dan dengan kecepatan normal, mungkin masih bisa diperkirakan pemakaian BBM-nya, namun dengan kondisi jalan yang macet dan ditambah intensitas kemacetannya tinggi, maka pemilik kendaraan sudah tidak bisa  memperkirakan pemakaian BBM-nya.

Jika kondisi normal, alias tidak macet, kita asumsikan pemakaian BBM untuk salah satu sepeda motor rata-rata 40-50 km/liter dan untuk  mobil tipe 1.3 memiliki konsumsi BBM dikisaran 10-15 km/liter dan untuk mobil tipe 1.5 memiliki konsumsi BBM dikisaran  15-20 km/liter.

            Namun, sekali lagi, dengan adanya intensitas kemacetan di jalan raya yang semakin tinggi tersebut, maka pemakaian BBM untuk suatu jenis kendaraan sudah tidak bisa diperediksi lagi. Apalagi bagi pemilik kendaraan mini bus yang tengkinya kecil. Misalnya saja untuk suatu kendaraan mini bus yang mempunyai kapasitas tangki hanya 25 liter. Jika pemilik kendaraan mengisi penuh tangki BBM-nya, dan dengan catatan kondisi jalan raya normal alias tidak macet,  maka ia akan menghabiskan BBM-nya dengan  jarak tempuh sekitar 250 km. Di Sumatera Selatan BBM sebanyak itu, bisa diguanakn untuk jarak tempuh dari Kota Palembang ke Kota Prabumulih dan sebaliknya (suatu kota dalam Provinsi Sumatera Selatan).

            Namun, dengan intensitas kemacetan yang tinggi tersebut, pengisisn BBM dalam tangki ukuran tertentu tersebut (25 liter) tersebut terkadang 2 sampai 3 hari sudah habis, kita  sudah akan mengisi kembali, dengan kata lain kita sudah akan antri lagi ke SPBU. Kondisi yang demikian yang saya istilahkan baru saja anti di SPBU, akibat macet di jalan, tidak lama kemudian kita harus mengantri lagi di SPBU. Apalagi  (maaf-maaf-maaf) jika pemilik kendaraan tidak memiliki uang untuk membeli dalam jumlah banyak, maka ia membeli sebatas kemampuan uang yang dimilikinya, maka akan lebih cepat lagi ia akan kembali meng-antri ke SPBU. Jika ia mengisi senilai Rp.100.000,- saja, bukan tidak mungkin akibat macet di jalan, sorenya ia sudah harus antri lagi ke SPBU.

Jalan Keluar.

Agar kita tidak terlalu sering antri di SPBU dengan kata lain agar waktu yang kita gunakan tersebut tidak menimbulkan opportunity cost yang besar, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan.

Berdasarkan  pengalaman, saya mengisi atau membeli BBM jenis pertalite (maklum saya juga masih menggunakan mobil sejuta umat) diwaktu pagi hari. Saya setelah selesai melakukan kewajiban selaku orang muslim dan beraktifitas ringan lainnya sebentar, saya langsung menuju SPBU dekat rumah, pada saat saya mau mengisi BBM, diperkirakan rata-rata saya sampai ke SPBU tersebut pukul 6.00 WIB, pada saat itu belum ada pemilik kendaraan yang terlihat antri, maka saya dapat mengisi BBM tersebut dengan cepat alias tidak antri. Kondisi ini saya lakukan juga untuk mengisi mobil yang lainnya. (maaf sekedar contoh saja).

Kemudian, jika kita terpaksa akan mengisi BBM dalam keadaan kita sedang berada dijalan, lakukan "pemeriksaan" jarum penunjuk BBM jangan sudah menunjukkan hampir habis atau lampu kuning, baru kita akan mengisi BBM. Sebaiknya jarum penunjuk BBM tersebut diperkirakan masih bisa ditunda beberapa saat untuk di isi kembali, hal ini penting, karena kita akan mengisi BBM dengan jalan memilih SPBU yang terlihat antriannya sepi atau yang tidak ada antriannya.

Selanjutnya, bagi pemilik kendaraan yang tangki BBM nya agak besar,dengan kapasitas tangki berkisar antara 25 sampai 40 liter, bisa disuaikan saja.

Untuk mengakhiri tulisan sederhana ini,  yang tidak kalah pentingnya adalah mensiasati kebutuhan akan berpergian, jika keperluan berpergian tersebut tidak mendesak, maka tidak ada salahnya kita tunda terlebih dahulu. Sebaliknya, bisa juga kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan berpergian  dengan memilih waktu dimana jalan tidak terlalu padat, tentu kondisi ini kita sendiri yang mengetahuinya, karena masing-masing tempat, kondisinya berbeda. Dengan cara ini, diharapkan kita terhindar dari antri panjang dan lama di SPBU. Semoga!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun