"Amiiiiii!!!!" Teriak mereka berbarengan merangsek mendekati Ami yang tergeletak melintang di sudut ranjang.Â
Uyi menarik kain pantai yang tersampir untuk menutupi paha Ami yang hanya memakai celana tidur pendeknya. Fatih dan Budi berlari ke kamar begitu mendengar teriakan Uyi dan Inayah. Mereka sama terkejutnya melihat keadaan Ami dan darah yang membasahi tilam putih dan kaos yang dikenakan Ami. Budi memperbaiki posisi tidur Ami dan Fatih memeriksa denyut nadinya yang sangat lemah.
"Cepetan panggil Ustadz Nung!" Perintahnya pada Budi.
Budi segera keluar tapi baru sampai pintu Ia melihat Ustadz Nung di pintu gerbang bergegas masuk ke dalam diiringi tiga orang muridnya. Budi menunjukkan arah kamar Ami.Â
Ustadz Nung meminta agar Ami dipindahkan keluar kamar. Uyi dan Inayah menyiapkan tempat di ruang tamu. Sebelum dibaringkan Ustadz menyuruh mereka memakaikan mukena pada Ami dan membersihkan darah kering di wajah dan di pinggir mulutnya. Setelah itu Ustadz mengajak muridnya membacakan doa-doa dan ayat-ayat ruqyah.      ******Istari mengawal Ayaz memasuki kediaman Pamannya. Para penjaga yang bersiaga menunduk memberi hormat. Istari membawa Ayaz menghadap Mousa setelah berhasil meyakinkan Ayaz untuk menerima perjodohan mereka.Â
"Paman,...kami datang memberi salam" Sapa Istari pada Mousa yang sedang berdiri membelakangi mereka, menghadap ke jendela besar, memandang keluar ke arah tempat di mana Ami berdiri, kepalanya tertunduk lunglai dengan tangan terikat tali yang menggantung diatasnya.
Mousa  diam saja, hanya menggerakkan bola matanya sedikit menyadari kedatangan keponakannya. Pandangannya masih tetap ke arah Ami.
"Paman,.. Â aku Ayaz, terimalah salamku" ujar Ayaz menunduk takjim menekapkan kedua telapak tangannya.
Mousa masih diam. Menggerakkan kepalanya menoleh sedikit. Lalu kembali memandangi Ami.Â
"Kumohon, sudahilah, paman" suara Ayaz terdengar bergetar. Ia tak ingin melihat keadaan Ami yang mengenaskan.
Mousa membalikkan badannya dan beranjak ke tempat duduk. Istari menarik Ayaz mengajaknya bersimpuh di hadapan Mousa.
"Seharusnya kau tak perlu terlalu keras kepala pangeran kecil" kata Mousa pelan. Suaranya serak dan kasar.
Ayaz menunduk dengan wajah datar.Â
"Kau tahu kesalahanmu? Kamu sudah melanggar kodrat dengan berhubungan secara emosional dengan entitas lain. Kau sadar sudah menipu orang yang katamu kau sayangi dengan membuatnya berpikir kau cuma tokoh yang diciptakan oleh imajinasinya? Kau memanfaatkan ketidakstabilan perempuan itu, kesepiannya, kekecewaannya untuk rasamu sendiri!"Â
"Kau bilang mencintainya dan menolak keponakanku, lalu lihat apa yang terjadi pada perempuan itu...dia tersakiti hanya karena ego mu, kau bilang itu sayang? Cinta? Omong kosong!!!" Maki Mousa kesal.
Ayaz hanya diam. Mousa kehabisan kata-kata dan ikut terdiam. Seorang anak buahnya datang membisikkan sesuatu.
"Suruh masuk dan terima dengan baik" seru Mousa menanggapi anak buahnya.Â
Anak buahnya berbalik pergi dan datang lagi bersama Ayah Ayaz dan beberapa lelaki pengawalnya. Mereka memberi salam hormat, Mousa membalasnya dan dengan sopan mempersilahkan Ayah Ayaz duduk di kursi di sebelahnya. Sementara lelaki pengawalnya duduk bersimpuh agak jauh di belakang Ayaz.
"Aku datang untuk meminta maaf atas kekhilafan yang dilakukan Ayaz. Ia sudah menyadari kesalahannya dan bersedia melanjutkan perjodohan yang sudah diatur sebelumnya" kata Ayah Ayaz.
Mousa menarik nafas lega. Sebelum melanjutkan pembicaraan Ia memerintahkan anak buahnya melepaskan Ami. Juga memerintahkan menarik orang-orangnya dari area istimewa di halaman rumah Ami. Anak buahnya memberi tahukan usaha Ustadz Nung di luar sana.
"Jangan menimbulkan masalah dengan bentrokan" perintahnya tegas.
                *******
Lebih dari dua jam Ustadz Nung dan murid-muridnya membacakan doa dan ayat-ayat ruqyah. Tubuh Ami beberapa kali terguncang hebat. Kadang Ia teriak, meronta, menangis, mengerang dan menggeram. Keringat membasahi dahinya. Hingga akhirnya Ia memuntahkan darah kental kehitaman. Lalu terbatuk-batuk.