Ami menoleh ke pintu. Tak seperti biasanya Ayaz tampak ragu untuk mendekat.Â
"Kepalaku..."
Dengan perlahan dan berat Ayaz mendekat tapi tubuhnya terlonjak kaget seperti disengat listrik ketika menyentuh tubuh Ami.
Ayaz menjauh, menatap Ami sendu. Sekali lagi tangannya terjulur untuk menyentuh tapi tubuhnya malah terpental ke belakang. Ia tertunduk tak berdaya. Ami terpana heran menatapnya. Perlahan-lahan tubuh Ayaz mengabur dan akhirnya hilang.
Ami terkejut berusaha bangkit tapi Ia merasa sangat lemas hingga tubuhnya terhempas lagi ke tempat tidur. Nafasnya tersengal, kepalanya serasa berputar, pandangan matanya gelap. Ia merasa tubuhnya seperti melayang, tersedot melintasi lorong gelap hingga akhirnya terhempas di dalam sebuah ruangan berdinding tanah dengan teralis kayu Ulin di hadapannya.
Ami berpikir keras sedang berada di mana. Kenapa Ia terkurung. Di luar ruangan, seorang lelaki tua berperawakan tinggi dan gagah memperhatikannya. Wajahnya dingin dan datar.Â
"Paman,... lepaskan dia"Â
Istari memegang lengan lelaki itu, memandanginya dengan wajah memelas, sesekali pandangannya beralih pada Ami yang terlihat kebingungan dan wajahnya menahan sakit. Lelaki itu diam saja. Istari mengguncang lengannya, merengek agar pamannya melepaskan Ami. Sang paman tak perduli malah pergi menjauh. Istari kecewa tak berdaya membujuk pamannya.
Dalam tidurnya Ami tampak gelisah. Berkali-kali tangannya menggapai ke udara atau mengerang menahan sakit sambil menekan kening dan mencengkeram rambutnya. Bulir keringat tampak membasahi dahinya.Â
Ayaz menelungkupkan wajah di meja makan rumahnya. Beberapa orang lelaki datang menghampirinya. Ayaz mendongakkan kepala,Â
"Ayah..."Â