Pendahuluan
Globalisasi merupakan era perubahan-perubahan yang cepat yang mengandung hal-hal yang positif, namun juga membawa segi-segi negatif bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia harus pandai-pandai menangkap dan memanfaatkan peluang dari segi-segi positifnya dan tetap berdiri pada nilai-nilai yang telah diikrarkan, dibela, dan dijunjung tinggi. Di tengah-tengah perubahan, bangsa Indonesia harus senantiasa mampu mengantisipasi dan mengendalikan perubahan demi kemajuan dan kejayaan bangsa, bukan ikut larut dengan hal-hal yang negatif dari dampak globalisasi.
Menghadapi globalisasi, bangsa Indonesia harus dapat tegak dengan memiliki kedaulatan di bidang politik, kemandirian bidang ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan, dan memiliki daya lenting yang kuat dalam ketahanan nasional. Lebih dari itu, harus tetap memperkokoh jati diri sebagai Pancasilais yang menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Thun 1945 dan memperkokoh tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ke Bhinekaan Tunggal Ika nya.
Presiden Susilo Bambang Judhoyono pernah mengatakan: “Indonesia harus menjadi pemenang dalam persaingan dunia yang kini mengglobal. Kita harus menjadi the winner, bukan the loser.” Lebih lanjut, Presiden juga berpesan “Indonesia jangan menjadi penonton, harus jadi bagian pelaku untuk kepentingan bangsa, negara, dan kemanusiaan sedunia.” Di sinilah peran Indonesia perlu dilakukan dengan baik.
Tidak ringan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan seperti tuntutan tersebut di atas karena kondisi pada sa’at ini justru ada kelemahan yang memprihatinkan. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Banyak yang tidak bisa konsisten mengikuti cita-cita kemerdekaan. Terjadilah banyak korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta kejahatan lainnya yang bertentangan dengan semangat dan cita-cita para pendahulunya Bapak Pendiri Bangsa. Banyak orang melakukan pelanggaran hukum seperti penyalahgunaan Narkoba, suka “tawuran”, mafia hukum dan mafia kasus, berperilaku menyimpang, melanggar etika dan sebagainya. Banyak pula yang berperilaku “menerabas” dalam mencapai tujuan karena tidak memiliki semangat dan tekad yang kuat, malas bekerja keras, dan bermoral rendah.
Hal tersebut di atas, menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia terutama generasi mudanya agar dapat berperan dalam percaturan global, dan itu juga merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 untuk ”ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Sebenarnya selama ini sudah dilaksanakan baik di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan pertahanan, namun tentunya harus berlanjut, didasari oleh prinsip politik bebas aktif yang dipegang oleh bangsa Indonesia. Peran itu dalam banyak bidang kehidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer.
Kondisi Umum Sa’at Ini
Sesuai proposal yang diajukan panitia, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menghadapi tantangan global yang secara umum dan singkat dibicarakan pada kesempatan ini yaitu di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan. Apa yang akan disampaikan merupakan hasil pengamatan terhadap apa yang sedang terjadi dalam kehidupan bangsa pada sa’at ini.
Dari perspektif Ideologi, kondisinya dapat dilihat antara lain adalah bahwa kesetiaan bangsa Indonesia pada Pancasila dipandang kuat, namun perlu dilakukan peningkatan secara terus-menerus pemahaman dan pengamalannya. Nampaknya pada akhir-akhir ini kurang “greget” dalam membicarakan atau memahami dan menghayati Pancasila. Sementara itu, kadar keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa masih perlu ditingkatkan. Masih ada sebagian kecil masyarakat yang bersikap dan berpandangan sempit. Kesadaran nasional pada dasarnya cukup baik walaupun masih banyak yang tererosi dampak globalisasi yang berakibat berkembangnya sikap mementingkan diri sendiri, sedangkan integritas moral juga masih perlu mendapat perhatian yang lebih serius.
Di bidang kehidupan politik nampak relatif stabil, namun pengaruh liberalisme dan individualisme menyebabkan adanya kelompok-kelompok yang mendesakkan keinginannya dan mengambil jalan yang terkadang tidak sesuai prinsip demokrasi. Sementara kedaulatan di bidang politik masih perlu secara terus menerus dibangun dan dimantapkan. Secara umum kematangan berpolitik memang masih perlu waktu untuk menjadi mantab. Rakyat masih mudah dihasut oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab maupun oleh “avonturis politik.” Sering terjadinya perpecahan dalam tubuh organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan terkadang bukan sekedar dinamika demokrasi tetapi lebih diakibatkan kurang kematangan berpolitik dan wawasan kebangsaan. Demikian juga kesadaran hukum dan disiplin, masih jauh dari harapan karena dalam kenyataannya masih banyak sekali pelanggaran hukum.
Di bidang ekonomi nampaknya kemandiriannya masih jauh dari harapan, sementara liberalis dan kapitalis selalu berusaha agar Indonesia dapat bergantung kepadanya dan dikendalikan. Pada masa kini, konsumerisme dan gaya hidup, materialistis, individualistis, dan “hedonisme” yang hanya mencari kesenangan bagi diri sendiri banyak menjangkiti kalangan masyarakat tertentu. Hal itu akan mendorong untuk berbuat korupsi, kolusi dan perilaku lainnya yang menyimpang dalam rangka menopang gaya hidupnya. Akibat lanjutannya bisa meruntuhkan moralitas.
Dalam perspektif sosial budaya dapat disaksikan masih kurangnya disiplin, tidak jujur, malas, bekerja “asal jadi,” yang mengabaikan mutu dan hanya bersifat formalitas. Banyak orang tampil mendua, artinya apa yang ditampilkan tidak sesuai dengan pribadinya melainkan mengikuti arus atau gaya yang tidak dipahami makna hakikinya. Penetrasi budaya asing khususnya dari Barat sangat mempengaruhi generasi muda. Erosi akibat kebudayaan asing banyak terjadi seperti maraknya pornografi dan pornoaksi dengan dalih kebebasan berekspresi yang sebenarnya tidak sesuai dengan pandangan hidup dan sistem nilai bangsa Indonesia, norma, dan etika ketimuran. Sistem nilai Indonesia yang religius semestinya merupakan dasar karakter dan etika yang memancarkan dalam berbagai karya termasuk karya seni, dan kehidupan sosial mesti dapat menyesuaikan dengan tatakrama kemanusiaan yang berlaku bagi kebersamaan. Tanpa itu mustahil hidup bermasyarakat dapat harmoni. Sifat ketergantungan dan rendah diri juga masih menjangkiti masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan kehidupan, masih terdapat sifat-sifat dan sikap hidup yang tidak positif. Sifat dependensi yang berlebihan, kekacauan tata pikir, pesimistik, rendah harga diri.” Terlihat dalam kehidupan sehari-hari antara lain sikap ingin mendapatkan sesuatu tanpa mau berbuat sesuatu, menggantungkan diri pada orang lain, selalu menunggu petunjuk, mudah putus asa, sikap “menerabas,” pasifitas dan tidak bertanggung jawab. Kadar kemandirian, ketangguhan, kreatifitas, dan sikap mau bertanggung jawab perlu ditingkatkan. Orientasi nilai budaya yang terlampau terarah ke atas mengandung kelemahan yang bisa berdampak negatif antara lain disiplin pribadi kurang, hasrat untuk berdiri dan berusaha sendiri serta rasa tanggung jawab kurang.
Di bidang pertahanan dan keamanan masih perlu perhatia terutama alat utama TNI untuk mewujudkan profesionalisme. Kesadaran bela negara cukup baik, namun juga perlu dipelihara secara berlanjut, apalagi makin besarnya pengaruh negatif dunia yang makin terbuka. Kelemahan hukum, keadilan, ketertiban, dapat saja menimbulkan kekacauan. Fenomena global paradox mengisyaratkan bahwa walaupun kekuatan-kekuatan konvergensi mendorong menuju satu dunia terintegrasi, satu “dunia tanpa batas,” namun juga terdapat kekuatan-kekuatan divergensi yang dapat mencetuskan separatisme, primordialisme, nasionalisme sempit etnik yang menyebabkan keadaan tidak stabil. Kriminalitas meningkat berupa kejahatan Narkoba, culture of violence, dan tipe kriminalitas baru seperti kejahatan Bank dan cyber.
Upaya Menghadapi Tantangan
Pemahaman dan penghayatan terhadap Pancasila perlu digalakkan. Perlu revitalisasi Pancasila dan pengamalannya secara nyata dan dengan pemberian teladan dari pemimpin dari semua tingkatan. Dalam era globalisasi, Pancasila sebagai ideologi terbuka harus tampil dengan keterbukaannya, tidak dogmatis dengan lebih menekankan sikapnya yang kontekstual dalam arti relevan dengan kenyataan yang tumbuh di masyarakat, dan prospektif dalam arti dapat dirasakan kemanfaatannya secara nyata dalam menghadapi globalisasi. Selain itu, perlu kewaspadaan terhadap pengaruh ideologi asing, karena pada sa’at ini sedang terjadi pertarungan ideologi-idelogi di dunia yang ingin menancapkan ideologinya seperti liberalisme, individualisme, dan kapitalisme. Boleh jadi kerusakan moral salah satunya diakibatkan karena pengaruhnya.
Terkait dengan peningkatan kualitas moral, Ketetapan MPR Nomor X/MPR/ 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara mengamanatkan untuk melakukan agenda peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui peningkatan kualitas kelembagaan pengajaran dan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut peserta didik dengan tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan kepada peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Manusia diciptakan dalam keadaan yang sempurna, termasuk dalam hal karakter, watak, dan akhlaknya (laqod kholaknal fi ahsani taqwim). Namun, dalam perjalanan hidupnya dapat mengalami kemunduran bahkan bisa terjerumus ke dalam perbuatan yang sangat buruk, bahkan dalam perbuatan yang sangat hina (asfala safilin).Oleh karena itu, peningkatan akhlak mulia dan budi pekerti luhur harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menangkal setiap usaha dan kegiatan yang dapat mendorong dan menumbuhkan akhlak yang tidak terpuji di kalangan masyarakat maupun yang dipublikasikan melalui media massa. Pendidikan bukan sekedar menyiapkan anak didik untuk siap bekerja, tetapi menyiapkan nalar, inderawi, dan afektif, juga siap menjadi anggota masyarakat yang memenuhi kepatutan, berguna, dapat bekerjasama, menghormati orang lain dan memiliki kehormatan diri.
Di bidang politik peran bangsa Indonesia sudah berlangsung lama sampai sekarang. Keberhasilan Konferensi Asia Afrika merupakan contoh yang cukup membanggakan. Juga dalam Konferensi Islam, dan sebagainya, yang dilaksanakan dengan prinsip bebas dan aktif. Tentu saja dalam era globalisasi peran itu tetap dilakukan. Beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam hubungan dengan negara lain adalah prinsip anti penjajahan, saling menghormati dan menghargai sebagai negara berdaulat, prinsip saling percaya, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri, dan sebagainya. Kondisi dan kesetabilan politik dalam negeri akan membuat pengakuan dunia luar dan menimbulkan kewibawaan. Dengan diiringi kemampuan diplomasi maka akan memudahkan peran Indonesia di tingkat global.
Di bidang ekonomi perlu lebih besar perhatian pada pemberdayaan ekonomi makro, kecil, dan menengah, tanpa mengurang perhatian pada enonomi makro. Secara empiris, dalam kondisi krisis ternyata usaha mikro, kecil, dan menengah justru memiliki ketangguhan. Untuk itu, perlu kewaspadaan perhadap praktik ekonomi liberalis kapitalis. Negara-negara kapitalis banyak yang menawarkan dan atau mencari “kerjasama ekonomi,” mungkin melalui AFTA, APEC, WTO dan sebagainya untuk mengembangkan industri dan produksi. Sudah barang tentu hal itu memerlukan sumber daya alam untuk keperluan awal dari proses produksi yang pada kelanjutannya mereka juga perlu pasar sebagai pelemparan hasil produksinya. Indonesia yang relatif memiliki sumber daya alam akan menjadi incaran para kapitalis tersebut, juga memiliki sumber daya manusia yang akan dijadikan lahan pembeli. Dapat diperkirakan mereka ingin dan berusaha menguasai Indonesia dan pada era kini dan ke depan menguasai tidak mesti berarti secara fisik dalam arti menduduki tetapi ,menguasai kepentingan dan mengendalikan. Bagaimana caranya, itulah yang perlu diwaspadai dan merupakan tantangan bagi pemimpin terutama pemimpin masa depan atau genersi muda sa’at ini. Yang penting melakukan peran di tingkat global tidak merugikan bangsa dan ngara.
Konsep Islam dapat digunakan dalam memajukan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Islam sebenarnya amat dekat dengan kehidupan masyarakat dunia sehari-hari, dengan sains dan teknologinya yang diperlukan dalam upaya proses nilai tambah. Dalam kaitan tersebut, pemahaman terhadap Qur’an harus dalam konteks ad-diin al Islam. Islam harus dipahami secara insiklopedik, bukan hanya secara kamus bahasa. Partikel al (the) pada al Islam yang terhubung langsung dengan ad-diin mengantarkan pengertian Islam sebagai tamaddun (peradaban) dan Madinah (kota) ataupun Madniyyah yaitu sebagai peradaban atau kota sebagai tempat peradaban. Ciri utama peradaban adalah bisnis dan pasar di mana barang dan jasa diperjual balikan, yang merupakan kegiatan proses nilai tambah. Islam menjamin sebagai model atau cara transaksi bisnis dan kehidupan masyarakat yang berkeadilan. Untuk itu, perlu dikembangkan Islamic Ekonomic Sciencies atau ilmu ekonomi Islam misalnya tafsiran operasional riswah, Islamic System atau sistem ekonomi Islam misalnya tafsiran tentang riba dan memanipulasi timbangan itu haram.
Di bidang sosial budaya harus terus dibangun dan lebih dimantabkan budaya Indonesia dan budaya daerah yang tidak bertentangan dengan Pancasila. Kerja sama di bidang kebudaayaan dengan negra lain akan dapat mempererat hubungan antar negara. Indonesia harus secara tegas menerapkan Undang-Undang tentang Pornografi. Dalam hal ini, perlu konsistensi pelaksanaan tugas dan kewajiban lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), misalnya melarang acara-acara di televisi yang menampilkan hal-hal yang seronok, acara-acra yang berbau mistik. Di samping itu, perlu diwaspadai pengaruh negatif akibat globalisasi khususnya keterbukaan informasi.
Di bidang pertahanan dan keamanan perlu secara berlanjut meningkatkan profesionalisme TNI dan kesadaran bela negara, serta keamanan lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat yang bermitra dengan polisi sipil (POLRI). Tentang peran Indonesia dalam percaturan global telah dilakukan sejak lama. Indonesia sering ikut dalam proses perdamaian di bawah bendera PBB. Tentu hal ini merupakan kepercayaan bangsa lain karena prinsip bebas aktif Indonesia. Di samping itu, karena para pelaksana tugas itu (TNI) telah menunjukkan kredibilitasnya.
Penutup
Peran Indonesia dalam percaturan global telah dilakukan Sejas lama. Hal ini harus dilanjutkan karena merupakan amanat kostitusi. Agar ke depan Indonesia lebih memiliki kapabilitas, kredibilitas, dan akseptabilitas, perlu meningkatkan aspek-aspek yang berkaitan dengan peran di tingkat global seperti di bidang politik, ekonomi, social budaza, dan militer. Kondisi aspek-aspek itu, baik di dalam negeri maupun untuk menunjang peran di tingkat global akan lebih mendapat kepercayaan internacional. Generasi muda, termasuk warga HMI harus menyiapkan diri sebagai kader bangsa. Hal yang sangat penting hádala membangun karakter yang meliputi antara lain memiliki integritas yang tinggi dan kuat, jujur, disiplin, proaktif, penuh semangat, mandiri dan percaya diri, tekun dan pantang menyerah, patriotik, berkepribadian,ramah dan santun, rendah hati, kritis dan lugas. Itu yang diharapkan menjadi ciri-ciri manusia Indonesia. Manusia masa depan yang akan menjadi pemimpin itu saat ini merupakan pemuda khususnya mahasiswa termasuk anggota HMI. Walaohu ‘alam bissawab.
(Disampaikan pada Latihan Kader II HMI di Graha Insan Cita Depok tanggal 28 Mei 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H