Dalam perspektif sosial budaya dapat disaksikan masih kurangnya disiplin, tidak jujur, malas, bekerja “asal jadi,” yang mengabaikan mutu dan hanya bersifat formalitas. Banyak orang tampil mendua, artinya apa yang ditampilkan tidak sesuai dengan pribadinya melainkan mengikuti arus atau gaya yang tidak dipahami makna hakikinya. Penetrasi budaya asing khususnya dari Barat sangat mempengaruhi generasi muda. Erosi akibat kebudayaan asing banyak terjadi seperti maraknya pornografi dan pornoaksi dengan dalih kebebasan berekspresi yang sebenarnya tidak sesuai dengan pandangan hidup dan sistem nilai bangsa Indonesia, norma, dan etika ketimuran. Sistem nilai Indonesia yang religius semestinya merupakan dasar karakter dan etika yang memancarkan dalam berbagai karya termasuk karya seni, dan kehidupan sosial mesti dapat menyesuaikan dengan tatakrama kemanusiaan yang berlaku bagi kebersamaan. Tanpa itu mustahil hidup bermasyarakat dapat harmoni. Sifat ketergantungan dan rendah diri juga masih menjangkiti masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan kehidupan, masih terdapat sifat-sifat dan sikap hidup yang tidak positif. Sifat dependensi yang berlebihan, kekacauan tata pikir, pesimistik, rendah harga diri.” Terlihat dalam kehidupan sehari-hari antara lain sikap ingin mendapatkan sesuatu tanpa mau berbuat sesuatu, menggantungkan diri pada orang lain, selalu menunggu petunjuk, mudah putus asa, sikap “menerabas,” pasifitas dan tidak bertanggung jawab. Kadar kemandirian, ketangguhan, kreatifitas, dan sikap mau bertanggung jawab perlu ditingkatkan. Orientasi nilai budaya yang terlampau terarah ke atas mengandung kelemahan yang bisa berdampak negatif antara lain disiplin pribadi kurang, hasrat untuk berdiri dan berusaha sendiri serta rasa tanggung jawab kurang.
Di bidang pertahanan dan keamanan masih perlu perhatia terutama alat utama TNI untuk mewujudkan profesionalisme. Kesadaran bela negara cukup baik, namun juga perlu dipelihara secara berlanjut, apalagi makin besarnya pengaruh negatif dunia yang makin terbuka. Kelemahan hukum, keadilan, ketertiban, dapat saja menimbulkan kekacauan. Fenomena global paradox mengisyaratkan bahwa walaupun kekuatan-kekuatan konvergensi mendorong menuju satu dunia terintegrasi, satu “dunia tanpa batas,” namun juga terdapat kekuatan-kekuatan divergensi yang dapat mencetuskan separatisme, primordialisme, nasionalisme sempit etnik yang menyebabkan keadaan tidak stabil. Kriminalitas meningkat berupa kejahatan Narkoba, culture of violence, dan tipe kriminalitas baru seperti kejahatan Bank dan cyber.
Upaya Menghadapi Tantangan
Pemahaman dan penghayatan terhadap Pancasila perlu digalakkan. Perlu revitalisasi Pancasila dan pengamalannya secara nyata dan dengan pemberian teladan dari pemimpin dari semua tingkatan. Dalam era globalisasi, Pancasila sebagai ideologi terbuka harus tampil dengan keterbukaannya, tidak dogmatis dengan lebih menekankan sikapnya yang kontekstual dalam arti relevan dengan kenyataan yang tumbuh di masyarakat, dan prospektif dalam arti dapat dirasakan kemanfaatannya secara nyata dalam menghadapi globalisasi. Selain itu, perlu kewaspadaan terhadap pengaruh ideologi asing, karena pada sa’at ini sedang terjadi pertarungan ideologi-idelogi di dunia yang ingin menancapkan ideologinya seperti liberalisme, individualisme, dan kapitalisme. Boleh jadi kerusakan moral salah satunya diakibatkan karena pengaruhnya.
Terkait dengan peningkatan kualitas moral, Ketetapan MPR Nomor X/MPR/ 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara mengamanatkan untuk melakukan agenda peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui peningkatan kualitas kelembagaan pengajaran dan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut peserta didik dengan tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan kepada peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Manusia diciptakan dalam keadaan yang sempurna, termasuk dalam hal karakter, watak, dan akhlaknya (laqod kholaknal fi ahsani taqwim). Namun, dalam perjalanan hidupnya dapat mengalami kemunduran bahkan bisa terjerumus ke dalam perbuatan yang sangat buruk, bahkan dalam perbuatan yang sangat hina (asfala safilin).Oleh karena itu, peningkatan akhlak mulia dan budi pekerti luhur harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menangkal setiap usaha dan kegiatan yang dapat mendorong dan menumbuhkan akhlak yang tidak terpuji di kalangan masyarakat maupun yang dipublikasikan melalui media massa. Pendidikan bukan sekedar menyiapkan anak didik untuk siap bekerja, tetapi menyiapkan nalar, inderawi, dan afektif, juga siap menjadi anggota masyarakat yang memenuhi kepatutan, berguna, dapat bekerjasama, menghormati orang lain dan memiliki kehormatan diri.
Di bidang politik peran bangsa Indonesia sudah berlangsung lama sampai sekarang. Keberhasilan Konferensi Asia Afrika merupakan contoh yang cukup membanggakan. Juga dalam Konferensi Islam, dan sebagainya, yang dilaksanakan dengan prinsip bebas dan aktif. Tentu saja dalam era globalisasi peran itu tetap dilakukan. Beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam hubungan dengan negara lain adalah prinsip anti penjajahan, saling menghormati dan menghargai sebagai negara berdaulat, prinsip saling percaya, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri, dan sebagainya. Kondisi dan kesetabilan politik dalam negeri akan membuat pengakuan dunia luar dan menimbulkan kewibawaan. Dengan diiringi kemampuan diplomasi maka akan memudahkan peran Indonesia di tingkat global.
Di bidang ekonomi perlu lebih besar perhatian pada pemberdayaan ekonomi makro, kecil, dan menengah, tanpa mengurang perhatian pada enonomi makro. Secara empiris, dalam kondisi krisis ternyata usaha mikro, kecil, dan menengah justru memiliki ketangguhan. Untuk itu, perlu kewaspadaan perhadap praktik ekonomi liberalis kapitalis. Negara-negara kapitalis banyak yang menawarkan dan atau mencari “kerjasama ekonomi,” mungkin melalui AFTA, APEC, WTO dan sebagainya untuk mengembangkan industri dan produksi. Sudah barang tentu hal itu memerlukan sumber daya alam untuk keperluan awal dari proses produksi yang pada kelanjutannya mereka juga perlu pasar sebagai pelemparan hasil produksinya. Indonesia yang relatif memiliki sumber daya alam akan menjadi incaran para kapitalis tersebut, juga memiliki sumber daya manusia yang akan dijadikan lahan pembeli. Dapat diperkirakan mereka ingin dan berusaha menguasai Indonesia dan pada era kini dan ke depan menguasai tidak mesti berarti secara fisik dalam arti menduduki tetapi ,menguasai kepentingan dan mengendalikan. Bagaimana caranya, itulah yang perlu diwaspadai dan merupakan tantangan bagi pemimpin terutama pemimpin masa depan atau genersi muda sa’at ini. Yang penting melakukan peran di tingkat global tidak merugikan bangsa dan ngara.
Konsep Islam dapat digunakan dalam memajukan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Islam sebenarnya amat dekat dengan kehidupan masyarakat dunia sehari-hari, dengan sains dan teknologinya yang diperlukan dalam upaya proses nilai tambah. Dalam kaitan tersebut, pemahaman terhadap Qur’an harus dalam konteks ad-diin al Islam. Islam harus dipahami secara insiklopedik, bukan hanya secara kamus bahasa. Partikel al (the) pada al Islam yang terhubung langsung dengan ad-diin mengantarkan pengertian Islam sebagai tamaddun (peradaban) dan Madinah (kota) ataupun Madniyyah yaitu sebagai peradaban atau kota sebagai tempat peradaban. Ciri utama peradaban adalah bisnis dan pasar di mana barang dan jasa diperjual balikan, yang merupakan kegiatan proses nilai tambah. Islam menjamin sebagai model atau cara transaksi bisnis dan kehidupan masyarakat yang berkeadilan. Untuk itu, perlu dikembangkan Islamic Ekonomic Sciencies atau ilmu ekonomi Islam misalnya tafsiran operasional riswah, Islamic System atau sistem ekonomi Islam misalnya tafsiran tentang riba dan memanipulasi timbangan itu haram.
Di bidang sosial budaya harus terus dibangun dan lebih dimantabkan budaya Indonesia dan budaya daerah yang tidak bertentangan dengan Pancasila. Kerja sama di bidang kebudaayaan dengan negra lain akan dapat mempererat hubungan antar negara. Indonesia harus secara tegas menerapkan Undang-Undang tentang Pornografi. Dalam hal ini, perlu konsistensi pelaksanaan tugas dan kewajiban lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), misalnya melarang acara-acara di televisi yang menampilkan hal-hal yang seronok, acara-acra yang berbau mistik. Di samping itu, perlu diwaspadai pengaruh negatif akibat globalisasi khususnya keterbukaan informasi.