Lebih lagi waktu pelaksanaan pada tengah malam 1 Suro memang bagi masyarakat Jawa adalah waktu yang sakral tuidak terkecuali warga Telaga Ngebel.
Kalangan adat Telaga Ngebel masih menjaga kepercayaan dan tradisi mereka yang memang telah hidup sejak lama dan terus berusaha untuk melestarikannya. Meskipun seiring berjalannya waktu muncul beberapa hambatan seperti ancaman modernisasi dan pertentangan berkaitah kegiatan larungan itu sendiri.Â
Ini bisa dilihat dari pergantian nama kegiatan tersebut, awalnya bernama Larung Sesajen, kemudian berganti nama menjadi larung Risalah Doa dan pada akhirnya berganti lagi menjadi Larungan saja. Kalangan agamawan khusunya Islam menilai bahwa sejatinya tahun baru Islam juga harus menunjukkan yang bernuansa Islami dan larungan Telaga Ngebel tidak mewakili hal tersebut sehingga harus berganti nama.Â
Penggantian nama ini ternyata hanya sementara karena golongan budayawan menilai bila penggantian nama tersebut tidak memberikan penghargaan yang cukup pada tradisi lokal dan budaya lokal masyarakat Telaga Ngebel yang telah mengakar begitu kuat sehingga nama kegitan tersebut berganti menjadi Larungan saja.
ANTARA AGAMA DAN BUDAYA
Kebudayaan di Indonesia sangatlah beranekaragam, hal itu terjadi karena banyak suku-suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan yang unik sebagai bentuk jati diri mereka.Â
Hingga kini kebudayaan itu terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, hampir semua kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan kebudayaan. Salah satu kebudayaan khas yang menjadi ciri di  Kabupaten Ponorogo tepatnya warga Ngebel adalah tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel.
Larungan Telaga Ngebel adalah tradisi yang mencerminkan hubungan erat antara agama dan budaya di masyarakat setempat. Dalam ritual ini, masyarakat mengadakan persembahan berupa berbagai macam hasil bumi dan makanan yang dilarung ke telaga sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan dan penghormatan kepada roh nenek moyang.Â
Kegiatan ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan spiritual, tetapi juga melambangkan nilai-nilai budaya lokal yang telah terjalin dalam kehidupan sehari-hari.
 Melalui Larungan, masyarakat mengintegrasikan ajaran agama dengan praktik budaya, menciptakan sebuah kesatuan yang memperkuat identitas komunitas. Tradisi ini menjadi sarana untuk mempertahankan warisan budaya sekaligus memperdalam keimanan, menunjukkan bagaimana agama dan budaya saling mempengaruhi dan memperkaya satu sama lain dalam konteks sosial yang lebih luas.
Tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel yang rutin digelar setiap malam satu Suro, merupakan rangkaian acara Grebeg Suro di Ponorogo yang masih eksis hingga sekarang. Â Dalam perspektif agama, tradisi larung sesaji memiliki nilai-nilai luhur budaya masyarakat lokal warga yang hidup dikawasan Ngebel sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan dengan alam yang menopang kehidupan mereka.Â