Malah ada adegan tentang keluarga Albert Einstein. Jonas, lewat sosok Allan, seakan-akan ingin memastikan bahwa seorang genius belum tentu dikelilingi keluarga yang semuanya genius. Herbert Einstein adalah adik Albert Einstein. Wajah mereka serupa, tetapi otak mereka bagai langit dan bumi.
Novel ini juga mengurai peristiwa dengan cara yang unik. Jonas tidak berupaya menyiratkan kritiknya lewat kalimat bersayap, tetapi menyuratkan kritiknya lewat pernyataan pedas. Seperti keripik, gurih sekaligus pedas. Meskipun tidak semua keripik terasa pedas, sebagaimana tidak semua kritik berasa pedas. Jonas seolah-olah tidak peduli pada pepatah Indonesia: di mana kaki berpijak di situ langit dijunjung.
Selaku pengarang, Jonas mengungkap dua hal dalam ini, yakni keperihan sosial dan kepedihan spiritual. Dua tema tersebut sekilas tampak bertentangan, seperti api dan air, tetapi pembaca dapat menemukan ikatan kuat antara keperihan sosial dan kepedihan spiritual itu.
Kepedihan spiritual itu tergambar pada sosok buta huruf, Amanda Herbert, yang terpilih menjadi Gubernur Bali, lalu diangkat oleh Soeharto sebagai Duta Besar Indonesia untuk Prancis. Padahal, si tokoh buta huruf bahkan tidak tahu di mana letak Paris dan seberapa jauh kota itu dari Denpasar.
Dari sini, Jonas menandaskan bahwa kalau kamu punya uang, kamu bisa menjadi apa saja di Indonesia. Sekalipun kamu bodoh sebodoh-bodohnya. Artinya, apa pun bisa kamu beli di Indonesia. Termasuk jabatan. Begitulah. Jonas menyajikan karakter Allan yang konyol dan usil untuk lelaki seusianya. Lelaki berumur satu abad.
O ya, novel ini merupakan dwilogi. Sebelumnya, saya sudah mengulas seri kedua. Jika kalian belum membaca ulasan tersebut, silakan klik dan baca tilikan saya di artikel Petualangan Pria 101 Tahun, Allan Karlsson, dan Politik Omong Kosong.
Sebagai penutup, saya kutip pendapat Jonas Jonasson dalam novel ini. Balas dendam itu seperti politik, satu hal akan diikuti hal lain sehingga yang buruk menjadi lebih buruk dan yang lebih buruk akan menjadi paling buruk. Maka jauhilah keinginan balas dendam meski sesakit apa pun hatimu.Â
Dan, pada akhirnya, kamu bisa membeli apa saja di Indonesia kalau kamu punya banyak uang.Â
Amel Widya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H