Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Atletik Pilihan

Lari Maraton atau Lari dari Kenyataan?

21 Mei 2019   18:35 Diperbarui: 21 Mei 2019   22:33 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bocah, fajar, dan Mandiri [Foto: mandirimarathon.com]

Ketika beban pekerjaan di kantor menumpuk, ketika penagih utang datang bagai gelombang, ketika hubungan dengan yang tercinta retak tiada terkira, rasa-rasanya kita ingin mati saja.

Suka tidak suka, rupa-rupa problem kehidupan itu mesti kita hadapi. Seberat apa pun masalahnya harus tetap kita hadapi. Nah, salah satu cara menghadapi masalah adalah menghindarinya. Lari dari kenyataan istilah gaulnya.

Lari dari kenyataan atau menghindari masalah memang bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Meski begitu, terkadang lari dari kenyataan cukup efektif memantik semangat. Hasilnya, kita lebih siap menghadapi banyak masalah. Jika semangat sudah pulih, masalah dapat kita hadapi dengan baik.

Dalam The Encyclopedia of Psicology yang dikutip oleh Tirto, tercantum definisi eskapisme--nama lain lari dari kenyataan--merupakan mekanisme pertahanan yang berciri menarik diri secara fisik dan mental dari aspek tidak menyenangkan dalam realitas.

Dokpri
Dokpri
Pada sisi lain, lari adalah olahraga yang sangat berguna bagi kesehatan kita. Tanpa kita sadari, lari dapat memacu perasaan bahagia. Mengapa demikian? Setiap kita berlari, termasuk lari jarak jauh atau maraton, tubuh kita terangsang untuk meningkatkan produksi hormon endocannabinoid.

Endocannabinoid, dalam Hellosehat, adalah hormon yang bertugas membuat kita merasa senang dan tenang. Efeknya setara dengan reaksi tubuh ketika merespons rangsangan cannabis atau ganja. Selain itu, hormon ini diproduksi di berbagai sel tubuh.

Melihat faedah olahraga lari, mestinya kita lebih rutin berlari. Berkat kehadiran hormon endocannabinoid maka gairah hidup kita dapat meningkat, rasa bahagia tercipta, dan itu berarti peluang mengucapkan selamat tinggal bagi depresi terbuka lebar.

Usia boleh menua, semangat berolahraga selalu muda. [Foto: mandirimarathon.com]
Usia boleh menua, semangat berolahraga selalu muda. [Foto: mandirimarathon.com]
Lari dari kenyataan dan lari maraton ternyata jalin-menjalin amat kuat. Selagi masalah merundung kita, berlarilah. Selagi stres menerjang benak kita, berlarilah. Selagi beban hidup sungguh menyiksa, berlarilah. Jika lari jarak pendek belum mencukupi, cobalah lari jarak jauh.

Ya, larilah dari kenyataan dengan berlari sejauh-jauhnya ke Yogyakarta. Mengapa harus berlari ke Yogya? Ini dia tumpuan tulisan ini. 

Baru-baru ini, 28 April 2019, ada perhelatan lari maraton yang keren dan ciamik di Yogyakarta. Mandiri Jogja Marathon 2019 (MJM 2019) namanya. Kelasnya internasional, hadiahnya wah dan megah.

Peserta Mandiri Jogja Marathon 2019 bersama semburat fajar. [Foto: mandirimarathon.com]
Peserta Mandiri Jogja Marathon 2019 bersama semburat fajar. [Foto: mandirimarathon.com]
Dilansir Kompas.com, Menteri BUMN, Rini Soemarno, menyampaikan bahwa kegiatan ini digelar untuk mengampanyekan pola hidup sehat, mempromosikan pariwisata, serta meningkatkan perekonomian di Yogyakarta. Dengan demikian, hidup sehat dapat menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda.

Bagaimana bisa lari dari kenyataan dan lari maraton berpadu dalam Mandiri Jogja Marathon? Pertanyaan ini sangat mudah terjawab. Bagi sebagian orang, Yogyakarta adalah kota cinta. Malahan start dan finis MJM digelar di Lapangan Roro Jonggrang.

Supaya lebih terperinci, ayo kita selisik satu demi satu alasannya.

Peserta MJM 2019 berfoto ria bersama pemeriah acara. [Foto: mandirimarathon.com]
Peserta MJM 2019 berfoto ria bersama pemeriah acara. [Foto: mandirimarathon.com]
Satu: mengobati serangan depresi. Sudah tersebut di atas bahwa olahraga lari dapat memantik rasa bahagia, jadi jelaslah bahwa mengikuti MJM berarti mengobati depresi. 

Ini berarti sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Tidak apa-apa kita lari dari belitan problem sehari-hari dengan mengikuti ajang keren ini, sebab dampaknya besar bagi kesehatan jiwa dan raga kita.

Dua: menikmati keindahan alam. Rute yang ditempuh peserta sudah dirancang sedemikian rupa. Hamparan sawah, hijau pepohonan, serta cakrawala berhias Gunung Merapi adalah suguhan mewah yang menanti para peserta. 

Mata segar, badan sehat, pikiran bugar. Lelah pasti terasa setelah berlari, tetapi nikmatnya tiada tara. Meski berdiri di podium untuk menerima medali mungkin susah terjangkau, setidaknya kita sudah "cuci mata".

Dokpri
Dokpri
Tiga: menyusuri sejarah cinta. Derita karena cinta sangat berpotensi mengguncang batin. Namun, derita itu akan sirna ketika kita berada di beberapa situs bersejarah yang merupakan perlambang cinta. 

Candi Prambanan adalah bukti kegigihan Bandung Bondowoso dalam mengejar cinta; Candi Plaosan adalah jejak kegagahan cinta Rakai Pikatan kepada permaisurinya; dan Monumen Plataran adalah tugu pengingat betapa kukuhnya cinta para taruna kepada tanah airnya.

Empat: meresapi sajian budaya. Penyelenggara MJM sudah mempersiapkan jalur yang dilewati peserta dengan berbagai atraksi kesenian tradisional. Inilah salah satu nilai lebih MJM. 

Ada perempuan-perempuan menabuh lesung dalam irama yang rancak dan ketukan yang rampak. Ada warga yang tersenyum ramah dalam balutan kostum tradisional nan indah. Ada makanan-makanan di titik finis yang siap menggugah selera.

Atraksi kesenian tradisional dalam rangka memeriahkan MJM 2019. [Foto: Bank Mandiri]
Atraksi kesenian tradisional dalam rangka memeriahkan MJM 2019. [Foto: Bank Mandiri]
Keempat poin di atas adalah kemewahan hidup yang sulit kita nikmati setiap waktu. Penyelenggara lomba, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dan Bank Mandiri, patut diacungi jempol.

Kesiapan panitia bukan hanya dalam mempersiapkan rute tempuh, seperti perbaikan jalan, melainkan sekaligus mempersiapkan materi penyerta yang melibatkan warga sekitar. 

Tidak tanggung-tanggung. Panitia menyediakan hadiah bagi pemerintah desa. Itu sebabnya ada penghargaan berupa Apresiasi Padat Karya, Ragam Budaya, dan Hiburan. Partisipasi masyarakat di sekitar area lomba terlihat dari banyaknya sekolah, sanggar, dan komunitas yang terlibat. 

Atas partisipasi tersebut, Desa Wedonartani dan Umbulnartani berhak atas Apresiasi Padat Karya. Adapun Apresiasi Ragam Budaya diterima oleh Desa Sukoharjo dan Titomartani. Sementara itu, Apresiasi Hiburan dianugerahkan kepada Desa Taman Martini, Purwomartani, Selomartani, Widodomartani, dan Maguwoharjo.

Kita kembali pada lari dari kenyataan dan lari maraton. Fakta bahwa banyak di antara kita yang memilih diam, menelan sendiri pahit getir hidup, dan menyimpan rapat-rapat rahasia perih adalah kenyataan yang sering terjadi.

Jika kita ungkapkan nelangsa batin kita kepada orang yang tidak tepat, terkadang kenyataan menambah derita alih-alih meringankan beban. Kadang dituding lemah, kadang disangka tidak berdaya. Ini menyebalkan dan mengesalkan. Apabila derita batin dibiarkan menumpuk, bisa-bisa kita terserang distimia.

Nah, distimia ini adalah bagian dari depresi ringan yang justru berbahaya apabila tidak segera kita sembuhkan. Ambil contoh sederhana: dimarahi bos gara-gara hal sepele, melihat mantan menikah, atau diremehkan rekan dekat. Sepele, tetapi tidak boleh kita remehkan. Padahal distimia berbahaya jika tidak disikapi dengan baik dan benar.

Penderita distimia, dikutip dari Mayoclinic, akan kesulitan merasa bahagia. Akibatnya selalu terlihat murung. Lalu susah tidur, kekurangan atau kelebihan nafsu makan, sering merasa bersalah, hingga kehilangan harapan. 

Distimia akan berbahaya jika tidak diupayakan penyembuhannya. Ibarat kata pepatah: sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Jadi hadapilah dengan lari dari kenyataan untuk kemudian kembali menghadapi masalah.

Bocah, fajar, dan Mandiri [Foto: mandirimarathon.com]
Bocah, fajar, dan Mandiri [Foto: mandirimarathon.com]
Pilihan lari dari kenyataan yang terbaik adalah lari maraton di MJM. Mengapa? Karena ada suguhan pemandangan, sajian budaya, dan romantika cinta. Mengapa romantika cinta masuk dalam bagian lari maraton di Mandiri Jogja Marathon? Ini dia alasannya.

Satu: Candi Prambanan. Pada masa silam, tersebutlah kisah dua kerajaan yang bertetangga pada masa silam, yakni Kerajaan Pengging dan Prambanan. Raja Pengging memerintah Pengging dengan arif dan bijaksana, sedangkan Prambanan diperintah oleh raksasa perkasa yang sakti mandraguna bernama Prabu Baka.

Raja Pengging berduka karena Prabu Baka sering menyerang warganya yang berada di kawasan perbatasan. Itu sebabnya ia perintahkan putranya, Raden Bandung Bondowoso, untuk menyerang raja jiran. Prabu Baka, sekalipun berwujud raksasa, punya putri yang cantik jelita. Roro Jonggrang namanya.

Setelah berhasil menewaskan Prabu Baka, Bandung meminang Roro. Tentu saja Roro menampik pinangan itu. Mustahil baginya menikah dengan pembunuh ayahnya. Namun lebih mustahil lagi baginya untuk menolak begitu saja, sebab Bandung pasti meradang, maka lahirlah persyaratan 1.000 candi.

Telanjur cinta, Bandung memerintahkan pasukan jinnya untuk memenuhi permintaan Roro. Ketika candi ke-999 sudah tegak berdiri saat malam memasuki dini hari, Roro menyuruh dayang-dayang dan rakyatnya untuk menabuh alu ke lesung. Ayam berkokok. Para jin buyar seketika karena menyangka fajar sudah tiba.

Terjadilah cinta bertepuk sebelah tangan, sekalipun Bandung menerima pedih takdir. Jejak cintanya dinamai Candi Prambanan, candi Hindu terbesar di Indonesia.

Dua: Candi Plaosan. Inilah candi perlambang cinta tanpa sekat. Betapa tidak, candi ini dibangun sebagai bukti bahwa agama bukanlah penghalang bagi keluhuran cinta. 

Adalah Raja Rakai Pikatan, pemeluk Hindu, yang membangun candi tersebut sebagai persembahan bagi permaisurinya, Ratu Pramodyawardani, yang memeluk agama Budha.

Candi ini dibangun dalam dua bagian, yakni Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Ini juga simbol. Semacam isyarat peleburan dua hati ke dalam satu cinta. Perbedaan iman tidak menjadikan cinta retak, justru cintalah yang merekatkan perbedaan iman itu.

Kisah cinta Rakai Pikatan dan Pramodyawardani adalah cermin toleransi tiada banding. Mengagumkan dan menakjubkan. Cinta yang abadi, cinta yang tak luntur sepanjang masa.

Tiga: Monumen Plataran. Inilah bukti ketangguhan prajurit dalam menegakkan kedaulatan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada 24 Februari 1949, puluhan taruna Militer Academy gugur dalam sebuah pertempuran sengit melawan Belanda.

Riwayat mencatat, Belanda menemukan buku harian berisi catatan alamat markas-markas pejuang Indonesia di wilayah Kalasan dan sekitarnya. Catatan itu ditemukan di balik pakaian Letnan Abdul Jalan. Dari sanalah Belanda bergerak menyisir wilayah lain, termasuk Bogem.

Setelah melumpuhkan para pejuang, Belanda "membersihkan" kawasan Bogem tanpa ampun. Puluhan taruna gugur demi Ibu Pertiwi. Bahkan dengan sadis, prajurit Belanda memotong tubuh Letnan Husein menjadi tiga bagian. 

Patung Husein dan patung delapan taruna menunggangi garuda mengabadikan sepak terjang para pejuang kita.

Bagian pertama adalah romansa cinta bertepuk sebelah tangan; yang kedua merupakan simbol toleransi murni atas nama cinta; dan yang ketiga sebagai bukti cinta tanpa prasyarat kepada tanah air. 

Ketiga jejak cinta itu dapat kita temukan andai kata kita mengikuti MJM. Pada akhirnya, saat nestapa terus menerpa maka seharusnya kita bergerak. 

Tidak apa-apa sekalipun itu lari dari kenyataan. Sesungguhnya tersedia pilihan jitu lewat lari maraton di Mandiri Jogja Marathon. Siapa tahu lewat MJM itulah kita temukan obat mujarib untuk mengobati distimia. Setelah kembali pada rutinitas sehari-hari, jiwa dan raga kita sudah lebih siap menghadapi segala masalah.

Tersenyumlah, sebab tidak ada duka yang abadi. [Foto: mandirimarathon.com]
Tersenyumlah, sebab tidak ada duka yang abadi. [Foto: mandirimarathon.com]
Jadi, jangan takut "lari dari kenyataan" selama jurus itu manjur menyembuhkan luka. Jangan lupa pula mencatat ajang Mandiri Jogja Marathon sebagai agenda penting untuk diikuti tahun depan, sebab ada banyak jalan menuju sehat di sana.

Amel Widya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun