Raja Pengging berduka karena Prabu Baka sering menyerang warganya yang berada di kawasan perbatasan. Itu sebabnya ia perintahkan putranya, Raden Bandung Bondowoso, untuk menyerang raja jiran. Prabu Baka, sekalipun berwujud raksasa, punya putri yang cantik jelita. Roro Jonggrang namanya.
Setelah berhasil menewaskan Prabu Baka, Bandung meminang Roro. Tentu saja Roro menampik pinangan itu. Mustahil baginya menikah dengan pembunuh ayahnya. Namun lebih mustahil lagi baginya untuk menolak begitu saja, sebab Bandung pasti meradang, maka lahirlah persyaratan 1.000 candi.
Telanjur cinta, Bandung memerintahkan pasukan jinnya untuk memenuhi permintaan Roro. Ketika candi ke-999 sudah tegak berdiri saat malam memasuki dini hari, Roro menyuruh dayang-dayang dan rakyatnya untuk menabuh alu ke lesung. Ayam berkokok. Para jin buyar seketika karena menyangka fajar sudah tiba.
Terjadilah cinta bertepuk sebelah tangan, sekalipun Bandung menerima pedih takdir. Jejak cintanya dinamai Candi Prambanan, candi Hindu terbesar di Indonesia.
Dua: Candi Plaosan. Inilah candi perlambang cinta tanpa sekat. Betapa tidak, candi ini dibangun sebagai bukti bahwa agama bukanlah penghalang bagi keluhuran cinta.Â
Adalah Raja Rakai Pikatan, pemeluk Hindu, yang membangun candi tersebut sebagai persembahan bagi permaisurinya, Ratu Pramodyawardani, yang memeluk agama Budha.
Candi ini dibangun dalam dua bagian, yakni Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Ini juga simbol. Semacam isyarat peleburan dua hati ke dalam satu cinta. Perbedaan iman tidak menjadikan cinta retak, justru cintalah yang merekatkan perbedaan iman itu.
Kisah cinta Rakai Pikatan dan Pramodyawardani adalah cermin toleransi tiada banding. Mengagumkan dan menakjubkan. Cinta yang abadi, cinta yang tak luntur sepanjang masa.
Tiga: Monumen Plataran. Inilah bukti ketangguhan prajurit dalam menegakkan kedaulatan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada 24 Februari 1949, puluhan taruna Militer Academy gugur dalam sebuah pertempuran sengit melawan Belanda.
Riwayat mencatat, Belanda menemukan buku harian berisi catatan alamat markas-markas pejuang Indonesia di wilayah Kalasan dan sekitarnya. Catatan itu ditemukan di balik pakaian Letnan Abdul Jalan. Dari sanalah Belanda bergerak menyisir wilayah lain, termasuk Bogem.
Setelah melumpuhkan para pejuang, Belanda "membersihkan" kawasan Bogem tanpa ampun. Puluhan taruna gugur demi Ibu Pertiwi. Bahkan dengan sadis, prajurit Belanda memotong tubuh Letnan Husein menjadi tiga bagian.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!