Bagaimana bisa lari dari kenyataan dan lari maraton berpadu dalam Mandiri Jogja Marathon? Pertanyaan ini sangat mudah terjawab. Bagi sebagian orang, Yogyakarta adalah kota cinta. Malahan start dan finis MJM digelar di Lapangan Roro Jonggrang.
Supaya lebih terperinci, ayo kita selisik satu demi satu alasannya.
Ini berarti sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Tidak apa-apa kita lari dari belitan problem sehari-hari dengan mengikuti ajang keren ini, sebab dampaknya besar bagi kesehatan jiwa dan raga kita.
Dua: menikmati keindahan alam. Rute yang ditempuh peserta sudah dirancang sedemikian rupa. Hamparan sawah, hijau pepohonan, serta cakrawala berhias Gunung Merapi adalah suguhan mewah yang menanti para peserta.Â
Mata segar, badan sehat, pikiran bugar. Lelah pasti terasa setelah berlari, tetapi nikmatnya tiada tara. Meski berdiri di podium untuk menerima medali mungkin susah terjangkau, setidaknya kita sudah "cuci mata".
Candi Prambanan adalah bukti kegigihan Bandung Bondowoso dalam mengejar cinta; Candi Plaosan adalah jejak kegagahan cinta Rakai Pikatan kepada permaisurinya; dan Monumen Plataran adalah tugu pengingat betapa kukuhnya cinta para taruna kepada tanah airnya.
Empat: meresapi sajian budaya. Penyelenggara MJM sudah mempersiapkan jalur yang dilewati peserta dengan berbagai atraksi kesenian tradisional. Inilah salah satu nilai lebih MJM.Â
Ada perempuan-perempuan menabuh lesung dalam irama yang rancak dan ketukan yang rampak. Ada warga yang tersenyum ramah dalam balutan kostum tradisional nan indah. Ada makanan-makanan di titik finis yang siap menggugah selera.