"Maafkan Mehrin, Bu. Mehrin tidak suka Ibu dihina!"
/4/
Namaku Alzena Mehrin. Aku anak tunggal dari seorang ibu yang dicap istri simpanan lelaki tua kaya raya oleh teman sekelasku yang tadi pagi kuhabisi nyawanya. Sore ini aku pulang ke rumah dengan perasaan lega. Kudorong pintu pagar yang tidak terkunci.
Jantungku berdegup lebih kencang. Mobil ibunya Sonia terparkir di samping mobil ibuku. Jangan-jangan ibunya Sonia tahu bahwa aku yang membunuh putrinya. Aku menggeleng-geleng. Tidak mungkin. Polisi-polisi yang tadi memeriksa mayat Sonia sudah menentukan tersangka: Tania dan Dini. Bukti gunting, rambut, dan tubuh Sonia penuh dengan sidik jari mereka.
Maka, kugeleng-gelengkan kepala untuk mengusir rasa cemas. Di depan pintu aku terpana. Desah-desah aneh terdengar samar. Ketika pelan-pelan kubuka pintu, ibuku dan ibunya Sonia sedang bergumul di sofa merah marun. Tubuh mereka telanjang bulat.
Lututku gemetar. Tiba-tiba dadaku sesak. Petang ini, rasanya ingin kuhabisi ibuku dan ibunya Sonia.
Beranda Berahi | 01:00
Amel Widya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H