Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menabur Benih Ekonomi Digital di Ladang Harapan

12 Desember 2018   18:00 Diperbarui: 19 Desember 2018   14:16 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thegrcinstitute.org

Padahal, berdasarkan Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 yang dimaklumatkan pada Desember 2016, penyelenggara tekfin wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK. Akan tetapi, kita tidak perlu khawatir. Pengelola layanan IKD yang legal juga ada. Ada 64 perusahaan yang terdaftar atau mengantongi izin operasi dari OJK.
 
Hama yang Mengancam Komoditi Ekonomi Digital

Persis apel atau anggur atau apa saja yang kita tanam di kebun sewaktu-waktu terancam hama, pertumbuhan ekonomi digital kita juga punya tantangan serupa hama bagi tanaman. Wirawan Agahari, peneliti di Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Jakarta, punya paparan apik terkait tantangan bagi pertumbuhan ekonomi digital kita.

Pertama, kesenjangan digital di Indonesia. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat Indonesia di mana pun mereka berada bisa mengakses layanan telekomunikasi. Hal ini harus ditangani dan diantisipasi secepat-cepatnya, mengingat infrastruktur adalah syarat utama kesuksesan ekonomi digital.

Kedua, sumber daya manusia yang mumpuni. Pertumbuhan ekonomi digital harus diimbangi dengan ketersediaan talenta yang berkualitas dan sesuai kebutuhan industri. Jika tidak, tradisi sikat-menyikat atau sabet-menyabet tenaga ahli akan terus berlangsung di antara para pelaku bisnis rintisan.

Ketiga, regulasi yang melindungi. Faktanya, regulasi memang selalu tertinggal dibandingkan dinamika pertumbuhan teknologi yang sangat pesat. Pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat menyusun regulasi yang "memupuk" dan "bukan mematikan" inovasi digital.

Ketiga saran Wirawan Agahari itu perlu disikapi dengan cermat dan tepat. Namun, masih ada "hama lain yang tidak kalah garang" dan harus segera ditangani.

Keempat, kepaduan antarlembaga Pemerintah. Bahwa Pemerintah saat ini telah menunjukkan tren yang positif dalam hal penyusunan regulasi, itu benar dan harus diakui. Namun, kadang-kadang terjadi perbedaan perspektif di antara lembaga-lembaga Pemerintah dalam menanggapi atau menangani permasalahan ekonomi digital.

Kelima, perlindungan konsumen. Belum lama ini santer tersiar di media sosial tentang pelecehan pengemudi terhadap pengguna jasa antar-jemput. Ingatan kita juga masih hangat menyimpan berita tentang barang yang dibeli di pasar daring tidak sampai-sampai bahkan setelah berhari-hari. Itu sebabnya regulasi yang melindungi dan pelaksanaan regulasi yang istikamah harus terus dilakukan.

Keenam, kebocoran data. Peristiwa kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia yang mencapai angka 1,3 juta pengguna masih terngiang-ngiang di telinga, masih pula ditambah dengan gerutuan konsumen peminjam uang di media sosial yang datanya tersebar kepada sanak dan kerabatnya--gara-gara telat mengangsur uang yang dipinjamnya.

Layaknya hama yang mengganggu tanaman, tantangan yang mengadang pertumbuhan ekonomi digital di negeri kita tentu bukan sesuatu yang mustahil untuk diselesaikan. 

Komisi I DPR RI harus segera merampungkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Skandal Cambridge Analytica di Facebook mestinya menyadarkan kita akan pentingnya perlindungan data pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun